Hello September

Hello September

Maaf baru menyapa, setelah berhari-hari menapaki waktu tanpa goresan. Walau sebenarnya sudah terlalu banyak hal bertumpuk-tumpuk, hendak kuutarakan di kamar keabadian ini, tapi selalu saja aku kalah dengan sang waktu. Waktu begitu cepat melintas, sedang aku begitu lamban berjalan.

Aku mungkin yang berlagak tidak pandai mengejar waktu. Mengira keadaanku saat ini baik-baik saja. Tak perlu mengejar waktu, biarkan semuanya mengalir seperti air. Sesederhana itu. Kenyataannya, aku malah mendapati diriku (akan) berada dalam keadaan yang sangat tidak baik.

Bagaimana bisa aku merasa baik-baik saja? sementara kehidupanku kini makin mengambang. Tak jelas, tak tentu arah. Aku mulai diliputi kerisauan. Setelah ini, setelah pencapaian yang kutarget setahun lalu berhasil kuraih, apa lagi yang akan kulakukan?

Akan kemana kubawa pergi kakiku melangkah, akan dengan siapa aku beriringan meniti jalan hidupku selanjutnya? Jujur, aku bingung. Aku tidak tahu harus bagaimana? Aku gamang. Aku tidak tahu musti kemana?

PULANG.

Itu satu-satunya yang bisa kujawab ketika orang-orang bertanya perihal langkahku setelah mengenakan toga. Aku tidak punya alasan untuk tinggal lebih lama di sini. Aku tidak punya sesuatu yang bisa kupertahankan selain pasrah, membiarkan takdir membawaku pergi.

Dan semua yang telah tercipta selama kurang lebih empat tahun keberadaanku di Kota Daeng, akan menjadi kumpulan kenang-kenangan yang hanya bisa kugenggam seorang diri. Menyimpannya sendiri pun mengenangnya sendiri.

Lalu kehidupanku tidak akan sama lagi. Aku akan kembali dan menjalani hidupku sebagaimana adanya di kota masa lalu yang penuh kenangan menyesakkan. Ah, (lagi), sejujurnya aku tak ingin pulang, aku terlanjur betah di sini, aku sudah merasa nyaman, aku ingin tinggal lebih lama di sini, sayangnya aku hanya tak ingin menjadi seperti kacang yang lupa pada kulitnya. Karena aku harus pulang dan berbakti pada orang tuaku. Itu satu-satu alasan yang kupunya ketika orang-orang mulai menanyakan, kenapa?

Hello Sepetember,

Bila kau ingat, dua tahun silam, aku pernah mendesak ingin kembali. Aku yang bertekad memulai langkahku dari nol, meninggalkan apa yang kuharapkan dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik sekalipun kata baik itu mungkin sampai sekarang masih belum kusandang. Gejolak batin yang kualami dan setiap proses yang kujejaki selama kurang lebih dua tahun terakhir ini nyatanya belum menampakkan perubahan yang berarti. Aku masih sedemikian buruk.

Betapa tidak, bila aku terlalu lihai berbohong dan mendzalimi diriku terus-menerus. Entah kapan, kesadaranku benar-benar terkuak hingga aku bisa menyadari sebuah kebenaran tanpa mencari-cari pembenaran atas kesalahanku. Aku sudah muak dengan hidup yang seperti ini. Beranggapan, bila aku berada di tempat yang baru aku bisa memulai hidup yang baru pula tanpa di kejar oleh bayang masa lalu. Lantas, apa yang terjadi? Kemanapun aku pergi, bayangan masa lalu tetap menguntitku, membuntutiku. Kemanapun.

Sejatinya, aku memang tidak akan pernah mampu meninggalkan masa lalu. Esok hari aku akan kembali ke tempat masa laluku, bertemu dengan orang-orang di masa lalu kemudian semua hal di masa lalu yang pernah susah payah aku singkirkan akan terputar kembali meski tentu yang telah lalu dan yang sekarang jelas berbeda.

Namun, hidup memang adalah sebuah siklus. Aku melangkah meninggalkan suatu titik dan akan kembali pada titik semula.

Hello September,

Bilakah tiba waktunya, aku hanya perlu mempersiapkan diriku dari sekarang, bukan? Bila selama ini aku berada di zona nyaman maka setelah semua urusanku selesai di sini, aku sudah harus siap keluar dari zona nyaman. Untuk itu aku harus berdamai. BERDAMAI DENGAN SEMUANYA.

September,
(tetap)jadilah perempuan yang pemberani :)

Posting Komentar untuk "Hello September"