Dear Ika . . .

Bismillahirrahmaanirrahiim

Mama bilang; hari kelahiranmu adalah hari Kamis. Tepatnya, tanggal delapanbelas Juni di dua puluh tiga tahun silam.

Entahlah; sepanjang itu sudah berapa Kamis yang berpapasan dengan tanggal lahirmu. Mungkin, pernah dulu; sekali dua kali. Ah, maaf ingatanku benar-benar payah. Tak pernah sekalipun aku merekam jejak kelahiranmu dengan pasti. Sekadar menganggap 'special' lalu mengabaikan.

Seperti hari ini yang akan segera terlupakan. Tersebab itu, sebelum ia beranjak biar kuabadikan dalam jepretan kata-kata. Tidak peduli apa reaksimu. Meski kau bersungut dengan dalih "tak penting".

Duh, siapa bilang tak penting?

Bertemu hari, tanggal dan bulan yang sama dengan waktu kelahiranmu adalah sesuatu yang langka. Tahun depan "harinya" tentu sudah berbeda. Atau kau harus menunggu belasan atau puluhan tahun lagi untuk bisa menjumpai hari yang senada dengan tahun ini. Atau mungkin; waktu yang sama ini tidak akan kau jumpai lagi di masa mendatang.

Tentu, aku paham betul. Kau berbohong ketika bilang tidak ingin menuliskan apa-apa tentang hari lahirmu. Berusaha menafikkannya padahal hatimu sangat ingin.

Sebab hari ini hanya datang sekali dalam setahun; mana mungkin kau melewatinya begitu saja. Iya kan?

Meski tanpa perayaan, tanpa ucapan, tanpa doa, tanpa kue, tanpa lilin, tanpa sahabat, tanpa keluarga... dan kau... kau sendiri?

Kelak, ketika masa hidupmu di dunia berakhir
kau pun akan pergi seorang diri; tanpa ditemani sesiapa(pun). Jadi tak perlulah kau sebegitu gusar sampai memendungkan wajah.

Toh, ada aku, ada Allaah... dan mungkin, mungkin saja di luar sana masih ada seseorang yang begitu peduli padamu. Begitu sayang padamu. Begitu mencintaimu. Seseorang itu tidak menunjukkan dirinya. Tidak pula mengirimkan ucapan maupun rentetan kata semoga. Namun diam-diam tanpa sepengetahuanmu; dia telah memintal banyak permohonan untuk keberkahan umurmu dan segala kebaikanmu yang sertamerta ia kirimkan langsung pada Tuhan.

Kalaupun tidak ada orang yang semacam itu di luar sana, yang tulus mendoakan tanpa harus kau mengetahuinya; cukuplah dengan munajat orang tuamu selama ini yang tak pernah meminta imbal.

Juga doa-doa yang kau untai sebagai pengharapanmu pada-Nya di sisa hidupmu. Malah semestinya kau banyak-banyak mengungkap syukur. Betapa keberkahan berlimpah ruah hari ini.

Qadarrallah; Delapanbelas Juni kali ini rupanya bukan hanya menyoal waktu kelahiranmu. Untuk kali pertama Ramadhan menyapa tepat di hari jadimu yang berulang; disambut dengan suka cita oleh semua umat muslim. Bahkan langit di kotamu pun ikut terharu. Hingga meneteskan bulir-bulir kerinduan (yang selama ini didekapnya) lewat rinai yang berkepanjangan. Maa syaa Allah.

Allah jua yang masih memberimu waktu memeluk umur yang sekarang. Masih memberimu kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan. Masih mengabulkan pintamu berkumpul dengan orang-orang tercinta di tanah lahirmu.

Lantas nikmat-Nya yang manalagi yang kau dustakan, Ika?

Tidak cukupkah dengan berucap hamdallah. Mensyukuri segala yang dilimpahkan-Nya sepanjang dua puluh tiga tahun hidupmu ini. Tanpa harus mengeluh, tanpa kegundahan, tidak pula dengan air mata bila semua itu kau tumpahkan hanya karena perkara dunia.

Tidak cukupkah Allah saja yang menjadi alasan dari segala luapan suka dan dukamu, bahagia dan sedihmu serta tawa dan tangismu?

Apapun yang terjadi padamu hari ini dan kedepannya, entah baik atau buruk, kumohon sikapilah dengan bijak, Ika. Kau tidak harus menderita hanya kerana sesuatu yang tidak pernah bisa kau miliki. Belajarlah mengikhlaskan; lapangkan dadamu, luaskan hatimu, terimalah dengan kesabaran yang terbaik segala yang tetakdir.

Yakin; rencana Allaah jauh lebih indah. Dia akan berikan apa yang kau butuhkan bukan sekadar yang kau inginkan. Karena hanya Dia satu-satunya yang kuasa memahamimu. Hanya Dia pula yang tahu apa yang terbaik untukmu, untuk kehidupanmu.

Maka Nikmat Tuhanmu yang manalagi yang kau dustakan, Ika?

Fabiayyi 'alaa i rabbikumaa tukadzibaan?

Ayat yang berulang-ulang sebanyak tigapuluhsatu kali di surah kelimapuluhlima itu coba kau tanyakan pada diri setiapkali sesak menghimpit dadamu atau perih menohok hatimu?

Bukankah hidup sudah cukup untuk disyukuri saja. Berterima kasihlah pada Dia yang masih memberimu nafas hingga detik ini. Berterima kasihlah pada Dia yang masih sudi merengkuhmu, masih bersedia menyentilmu. Berterima kasihlah karena Dia, kau ada.

Maaf bila di hari lahir yang ke duapuluhtiga ini aku tidak memberimu 'kado' seperti yang lalu-lalu. Kadoku kali ini hanya berupa surah yang kau sukai. "Ar-Rahmaan" dekaplah Ia dalam hatimu. Jagalah Ia dalam ingatanmu. Pahami dan maknailah ia dalam hidupmu. Kau bisa membacanya kapan saja, bila kau nelangsa, bila kau gundah, bila kau menderita dan rasailah kehadiran-Nya. Dia yang tak pernah sekalipun meninggalkanmu.

Sanah Hilwah. In syaa Allah. Doaku selalu yang terbaik untukmu. Tetaplah berbahagia. Barakallahu fii umrik, Ika.

-sdw-

Posting Komentar untuk "Dear Ika . . ."