Hijrah dengan Hati

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Awal saya  menuju baik barangkali tidak se-dramatis kebanyakan orang yang disentil dengan ujian hebat berupa kehilangan orang-orang terdekat, ditimpa musibah atau mengalami kejadian patah hati yang menyakitkan. Saya hanya disentil dengan rasa iri dan cemburu setiap melihat muslimah berhijab lebar yang kerap saya temui saat berpapasan di jalan, di pusat perbelanjaan atau di tempat umum lainnya baru kemudian memutuskan ingin jadi lebih baik dengan berhijrah. 

Di mata saya, busana yang mereka kenakan selalu tampak anggun nan meneduhkan. Betapa sejak lama saya juga ingin berpenampilan yang menutup aurat sesuai syariat. Busana yang tidak ketat, tidak menerawang, tidak pula menyerupai laki-laki. Gamis yang terulur menutupi tubuh, kerudung yang menjuntai ke dada dan kaos kaki yang setia menemani langkah. Sejujurnya semua atribut penutup aurat tersebut telah lama saya dambakan. Berharap suatu saat kelak, saya bisa berhijrah selayaknya muslimah yang menutup aurat sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Saya pertama kali hijrah menutup aurat ketika baru masuk SMP (tahun 2004). Kala itu, wanita-wanita yang menutup auratnya di daerah tempat tinggal saya masih bisa dihitung dengan jari. Siswi yang berkerudung di sekolah saya pun masih sangat sedikit, tidak lebih dari lima orang.

Sekarang, setelah tiga belas tahun berlalu, Maa syaa Allah, saya sungguh tidak menyangka, tren fashion berhijab menjamur begitu cepat bahkan telah menjadi life style muslimah di negeri ini, begitu inspiratifSaya bahagia ketika mendapati orang-orang di sekitar saya banyak yang telah memanjangkan pakaiannya dan menutupi mahkota yang ada di kepalanya. Teman-teman wanita saya yang dulunya sebagian besar membiarkan rambutnya tergerai bebas dan pakaian minim pun alhamdulillah sekarang rata-rata sudah berhijab. Malah banyak yang cara berhijabnya lebih rapi, lebih modis dan lebih tertutup daripada saya.

Sebaliknya, saya merasa sangat sedih ketika mendapati hijab yang dikenakan beberapa teman saya saat masih bersekolah telah ditanggalkan. Entah dengan alasan apa. Perasaan sedih itu juga yang menyeruak ketika mendapati diri saya yang sudah bertahun-tahun berhijab namun belum paham benar hakikat dari hijab itu sendiri. Meski tidak sampai ikut menanggalkan jilbab tapi saya pernah mengalami futur yang berlebihan akibat ketidakpahaman saya dalam menutup aurat.

Nyatanya, lamanya berhijab bukanlah menjadi penentu paling berimannya seseorang. Saya butuh waktu sepuluh tahun lebih untuk benar-benar paham akan hal ini. Paham, bahwa hijab bukan sekadar kewajiban. Bukan sekadar busana. Bukan sekadar penutup aurat. Ia adalah suatu bentuk komitmen diri dari seorang hamba kepada Tuhannya. Sehingga ketika seseorang memutuskan berhijab maka bukan cuma hijabnya yang berfungsi menjaga dan melindungi dirinya namun ia pun harus menjaga dan melindungi hijabnya. Ini yang tidak saya pahami dari awal. Selama kurang lebih sepuluh tahun, busana yang diperintahkan Allah ini telah melindungi dan menjaga saya dengan sangat baik sebaliknya saya tidak pernah benar-benar menjaga dan melindunginya dengan baik, dengan ibadah, akhlak, meninggalkan perkara-perkara syubhat, saling menasihati dalam perkara kebaikan dan menjadi sebaik-baik wanita shalihah.

Jadi, hijrah bagi saya bukan soal mengubah penampilan luar saja. Ibarat kata, wanita berhijab belum tentu shalihah namun wanita yang shalihah sudah pasti  berhijab. Sebab esensi dari hijab bukanlah pakaian luar yang tampak kasat mata melainkan pakaian yang tersembunyi di balik dada dan hanya Allah yang dapat melihat pakaian tersebut. Bukankah sebaik-baik pakaian yang difirmankan Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 26 adalah pakaian takwa.

Rasululah saw bersabda; Sesungguhnya takwa itu adanya di sini (beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali) HR. Muslim. Maksudnya yang ada di dalam dada, yakni; HATI.

Sampai detik ini, walau telah berhijrah saya merasa diri saya belum sepenuhnya baik dengan hijab yang saya kenakan. Sebab, benarlah kata bijak ini, hijrah (dengan mengubah penampilan) itu mudah, Istiqomah (dengan hati) itu yang susah.

Nah, karena hijrah itu mudah, tunggu apa lagi. Ajal tidak mengenal kata tunggu atau nanti. Yuk saliha, hijrah dengan hati, niatkan karena Allah semata.

8 komentar untuk "Hijrah dengan Hati"

Comment Author Avatar
Barakallahu fikum, Mbak. Semoga istiqomah yaaa :)
Comment Author Avatar
I mbak. Aamiin.
Comment Author Avatar
Berhijablah sebelum ada yang menghijabkan anda dengan kain kafan untuk terakhir kalinya :)

Walaupun saya seorang laki-laki yang tidak mungkin memakai hijab, tapi sebagai laki-laki sendiri saya harus memiliki 'hijab' alias pelindung bagi diri sendiri. Sebagai seorang muslim tentu setiap perbuatan harus sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Bagiku, pelindung agar aku tidak melanggar batas itu penting :)
Comment Author Avatar
Yup, setuju banget dengan Rifki. Laki-laki pun harus punya hijab yang membentengi dirinya dari melakukan hal2 yang bertentangan dengan agama.
Comment Author Avatar
Iya, berhijrah memang tidak hanya dengan mengubah bentuk luarnya saja ya Siska, lebih dari itu berhijrah artinya memperbaiki diri dari segala sisi terutama sisi hubungan dengan Allah. Aku pun juga merasa tiap ahri adalah proses berhijrah..dan alhamdulillah setelah menikah, suami melarang memakai jeans ketat padahal dulu favorit dan disuruh memakai jilbab sampai dada..dan dukungan macam itu yang sangat sangat berarti bagi kita yang ingin istiqomah berhijab..dan semoga ke depannya kita semua bisa lebih baik, luar maupun dalam. Aamiin Ya Rabb
Comment Author Avatar
Ia mbak. Berhijrah jangan hanya dengan satu sisi saja, sisi penampilan saja misalkan karena Ada banyak sisi. Sisi-sisi yang lain juga harus ikut dihijrahkan agar selaras semuanya. Aamiin Yaa Rabb.
Comment Author Avatar
Pengalaman dari saya tentang berhijab dari berhijab ini saya jadi mikir-mikir lagi jikalau saya melakukan sesuatu yg menyimpang. Ya istilahnya malu lah sama hijab saya hehe. dari berhijab jadilebih baik lagi, Alhamdulillah
Semangat buat mbaknya, semoga bisa lebih baik lagi :)
Comment Author Avatar
Saya juga gak dramatis banget, kok. Pengen berubah ya karena pengen berubah. Gak ada kisah-kisah sedih gitu. Bedanya saya berubah dari yang malas update, jadi mulai rajin. Promo artikel juga makin ganas di sosmed :v

Kalo soal jilbab anak sekolahan, kadang aku saling mengingatkan bareng anak-anak kelas lainnya kalo ada yang lepas jilbab gara-gara kepanasan. Awalnya mereka ngeyel, lama-lama makin jarang yang kayak gitu. Yang penting merekanya tetap diingatkan aja kok, kak.

Semoga jadi pribadi yang lebih baik lagi deh, kak. Kalo emang niatnya baik, hasilnya juga pasti baik kok.

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.