Konsep Pernikahan Syari, Seperti Apa?

Konsep pernikahan syar'i
(gambar ; ruangmuslimah.co.id)

 
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Kak waktu menikah dulu pake konsep syar'i atau adat? Pertanyaan itu datang dari salah satu adik mentoring saya saat masih di Serui dulu. Eh ditanya kayak gitu, saya jadi kepo dong. Kenapa tiba-tiba si adik ini nanya-nanya konsep pernikahan? Curiganya sih mungkin karena dia sudah mau nikah kali ya eh ternyata dia nanya gitu cuma karena mau tahu saja, hehe.

Baiklah pertanyaan tersebut jelas melayangkan ingatan saya pada saat mempersiapkan konsep pernikahan sekira dua tahun lalu. Boleh dibilang proses saya dan suami dari menjalani khitbah menuju akad maupun resepsi cukup singkat, hanya selang sebulan lebih tiga hari.

Proses suami meng-khitbah saya berlangsung via telepon di malam tanggal 12 Maret 17 sementara proses akad dan acara resepsi kami berlangsung tanggal 15 April 2017. Oke, dalam waktu sesingkat itu mana sempat saya berpikir mau bikin konsep pernikahan yang macem-macem.

Adanya saya cuma kepikiran pengen melangsungkan pernikahan dengan konsep yang sesuai syariat. Kalau bisa yang sederhana, undangan pun maunya terbatas khusus untuk keluarga, teman-teman dan kerabat dekat saja. Tapi karena acara pernikahan ini tidak hanya melibatkan saya dan si mempelai lelaki, ada banyak pihak yang terlibat, terutama dari pihak keluarga jadi saya nggak bisa seenaknya mengambil keputusan begitu saja. 

Berhubung si mempelai lelaki juga baru bisa terbang dari Makassar ke Serui tiga hari sebelum akad sehingga masalah konsep pernikahan kami seperti apa diserahkan ke saya. Yah, even diserahkan ke saya tetap saja saya nggak bisa ambil keputusan sepenuhnya mengenai konsep pernikahan kami. Apalagi konsep pernikahan syar'i juga masih asing di lingkungan keluarga saya. 

Syukurnya keluarga terutama orang tua pemahamannya sudah agak terbuka jadi nggak menuntut pernikahan putrinya harus sesuai adat. Meski demikian proses yang saya dan suami lalui masih tidak lepas dari adat bugis yang mewajibkan adanya uang panaik.

Pernikahan saya dan suami memang tidak sepenuhnya memenuhi syariat but least kami sudah berusaha untuk itu. Terkait pernikahan dengan konsep adat sendiri saya kurang paham ya. Lagipula setiap daerah punya adatnya masing-masing. Kalau untuk suku Bugis sendiri, selain panaik ada yang namanya malam mappacci' yang biasa diisi dengan barasanji. Adat ini biasa dilakukan di malam sebelum hari H. 

Seperti yang kita ketahui, biasanya adat yang ada dalam suatu masyarakat bertentangan dengan konsep pernikahan syar'i. Adat malam mapacci' dengan barasanji ini juga masih menimbulkan pro dan kontra. That's why, saya minta sama orang tua agar malam mapacci' nya ditiadakan saja dan diganti dengan malam pengajian. Syukur orang tua nggak masalah dengan itu.

Sedangkan mengenai konsep pernikahan syar'i sendiri merupakan pernikahan yang berlangsung sesuai dengan sunnah Rasul. Memangnya seperti apa sih pernikahan yang sesuai dengan sunnah Rasul itu?

Setidaknya ada enam hal yang masuk dalam kriteria pernikahan syar'i atau sesuai sunnah Rasul.

Mengawali Pernikahan dengan Niat yang Benar


Innamal a'malu binniyah. Sesungguh termasuk amal atau perbuatan tergantung dari niatnya. Termasuk dalam hal menyelenggarakan walimah atau resepsi pernikahan. Hendaknya diselenggarakan dengan niat yang benar, lurus lillaahi ta'ala dan karena mengikuti sunnah Rasul.

Menghidangkan Makanan sesuai Kemampuan


Rasulullah pernah berkata kepada Abdurrahman bin Auf, “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.” (HR. Abu Dawud) atau dalam hadis lain

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk Zainab, yang tidak pernah diadakan untuk istri-istri beliau lainnya, dan beliau menyembelih seekor kambing.”

Namun lihatlah saat menyelenggarakan walimah bersama Shafiyyah binti Huyay RA, Rasullullah bahkan tidak menyembelih apapun. Bahkan para tamu yang hadir dalam walimah tersebut tidak dijamu dengan roti maupun daging melainkan hanya disuguhi kurma kering, gandum dan minyak sanin.

Berkaca dari apa yang dicontohkan Rasulullah tersebut, jelas sekali, menyelenggarakan resepsi pernikahan atau walimah tidak harus dengan menyuguhkan makanan yang wah lagi mahal. Semua kembali pada kemampuan kita. Suguhkan makanan yang sesuai dengan budget kita, jadi tidak perlu memberatkan diri menunya harus ini itu. Alakadarnya pun sebenarnya bisa, yang penting tamu atau undangan tetap dijamu dengan baik.

Mengundang Karib Kerabat, Tetangga dan Kenalan Baik dari Kalangan Miskin maupun Kaya


Berbeda dengan proses khitbah dkmana Rasulullah menganjurkan kita untuk merahasiakannya. Sebaliknya pada acara walimah ini Rasullullah justru bersabda "Umumkan Nikah"

Nah, pengumuman pernikahan inilah yang biasa dilakukan lewat acara resepsi pernikahan dengan mengundang karib-kerabat, tetangga, teman hingga orang-orang yang kita kenal baik dari kalangan miskin maupun kaya.

Terkait anjuran untuk mengundang orang-orang miskin dalam pernikahan ini ada dalilnya ya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

“Seburuk-buruknya hidangan adalah makanan walimah, yang diundang untuk menghadirinya hanyalah orang-orang kaya, sedangkan orang-orang fakir tidak diundang.” (HR Bukhari & Muslim)

Intinya ketika hendak mengadakan resepsi pernikahan jangan sampai kita hanya mengundang para tamu dari golongan orang-orang kaya saja.

Menghindari Ikhtilat (Campur Baur) Antara Tamu Laki-laki dan Perempuan


Pernikahan syar'i juga identik dengan tempat duduk tamu laki-laki dan perempuan yang sengaja dipisah atau dibatasi hijab. Hal ini bertujuan untuk menghindari ikhtilat atau campur baur antara tamu laki-laki dan perempuan. 

Bahkan bukan cuma tempat duduk tamunya saja lho, kedua mempelai yang bersanding di pelaminan juga duduk terpisah walau masih.. Tujuannya pun sama  untuk menghindari ikhtilat terutama pada saat tamu maju hendak bersalaman.

Tidak Berlebih-lebihan 


Jika mengikuti konsep pernikahan sesuai syariat seharusnya pernikahan itu mudah dan tidak memberatkan. Sayangnya, karena mengikuti adat atau budaya setempat, pernikahan yang seharusnya bisa dengan mudah diselenggarakan tanpa harus mengeluarkan biaya banyak menjadi seperti momok. Apalagi bagi lelaki yang hendak meminang wanita Bugis. 

Setidaknya mereka harus punya modal puluhan bahkan ratusan juta dulu baru bisa menikahi gadis Bugis pujaan hatinya itu. Sebenarnya kalau dilihat dari sejarah, makna dari budaya uang panaik itu bagus sih (ka di situ tong ji bisa kita lihat keseriusan dan perjuangan laki-laki yang hendak meminang wanita bugis). Sayangnya belakangan ini budaya uang panaik ini seperti mengalami pergeseran makna, jadi semacam ajang gengsi-gengsiann, pamer-pameran, dsb.

Acara resepsi pernikahan pun diselenggarakan besar-besaran. Sampai menghabiskan uang puluhan hingga ratusan juta. Setelah selesai acara baru pusing tujuh keliling karena biaya hidup kedua mempelai sudah terkuras habis hanya dalam sehari, ckck. Bukankah hal yang seperti itu termasuk berlebih-lebihan atau pemborosan?

Tidak Mengisi Acara Resepsi dengan Perkara Maksiat


Tentunya pernikahan yang sesuai syariat juga akan menghindari perkara-perkara yang menjerumus pada maksiat. Dalam hal ini seperti adanya hiburan berupa musik atau tarian yang mengundang syahwat. Bukan berarti dalam konsep pernikahan islami sama sekali tidak dibolehkan adanya hiburan ya. Hiburan seperti nasyid, rebana atau shalawatan masih diperbolehkan kok.

Itulah beberapa hal terkait konsep pernikahan sesuai syari'at. Kalau kamu pengennya pernikahan sesuai dengan konsep apa nih? Share di kolom komentar, yuk?

Salam,

@siskadwyta

Posting Komentar untuk "Konsep Pernikahan Syari, Seperti Apa?"