Kamar Kenangan

  • Home
  • About Me
  • Disclosure
  • Sitemap

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Tak pernah bermimpi menjadi guru 
Kembali ke sekolah pun tak ingin 
Tapi Tuhan malah menakdirkan saya menjadi bagian dari apa yang tidak pernah saya mimpikan 

Menyesal?

Tidak!

Meski sempat terlintas kecewa sebab apa yang sangat saya mimpikan tak diwujudkan Tuhan 

Namun alangkah berdosanya saya bila sampai merutuk dan berburuk sangka pada Tuhan atas takdir yang telah Dia tetapkan untuk saya. 

Atas mauku yang tak sejalan dengan mau-Nya 

Sebab Tuhan selalu memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Dia tahu semua yang terbaik untuk kita, tidak demikan dengan kita. 

Pada akhirnya saya sangat bersyukur atas apa yang ditakdirkan untuk saya meski saya tak pernah memimpikannya

Tetap semangat menjadi guru yang tak sekadar mengajar dan mendidik, namun juga mampu menginspirasi dan memberi teladan yang baik untuk siswa-siswi generasi penerus bangsa

Guru adalah jalan terbaik yang Allah pilihkan untuk saya

Selamat Hari Guru untuk semua guru di Indonesia, wa bil khusus untuk guru-guru yang berada di Kepulaun Yapen. 

Serui, 25 November 2016 

***

Prolog di atas merupakan catatan kecil yang saya tulis tepat di hari guru tiga tahun silam saat saya masih menyandang status sebagai seorang guru di Serui, Kepulaun Yapen. 

Barangkali jika saya menyebutkan Serui atau Kepulaun Yapen, masih banyak pembaca Kamar Kenangan ini yang mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya, kira-kira dimanakah Serui, Kepulauan Yapen itu? Maka, selanjutnya saya sebut saja Papua.

Baca juga Surga Kecil yang Jatuh ke. Bumi itu Juga Ada di Kepulauan Yapen

Menjadi Guru di Papua

Foto kenangan saat mengantar beberapa murid saya yang mengikuti seleksi OSN SMP tingkat Kabupaten 
Saya pernah menjadi guru di Papua selama kurang lebih dua tahun. Singkat sekali memang, namun dalam waktu sesingkat itu sudah sejuta kenangan yang tercipta. Sayangnya, nyaris tidak ada kenangan semasa menjadi guru di Papua yang sempat saya abadikan di Kamar Kenangan ini.

Kenapa?

Karena saat itu saya lagi hiatus ngeblog. Boro-boro menulis, tengok Kamar Kenangan ini pun jarang. Padahal lumayan juga postingan yang bisa saya hasilkan ketika bisa merekam semua kenangan saya semasa menjadi guru di Ujung Timur Indonesia.

Baca juga Lama Hiatus, Ini Alasan Saya Kembali Ngeblog

Nah, karena saya belum pernah merekamnya dan berhubung kita baru saja memperingati Hari Guru saya jadi ingin berbagi sedikit cerita tentang kenangan (baca : pengalaman) saya saat menjadi guru di Papua.

Well, nggak usah heran ya kenapa saya bisa jadi guru di Papua. Asal saya memang dari sana. Saya lahir dan besar di sana. Menempuh pendidikan dari TK hingga SMA pun di sana. Bahkan saya baru menjejakkan kaki di luar tanah Papua selepas lulus SMA. Itu pun hanya dengan tujuan melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi yang ada di Pulau seberang. Otomatis setelah menyandang gelar sarjana saya kembali dong ke tanah kelahiran saya itu. Wong, rumah orang tua saya juga adanya di Papua.

Namun setelah kembali ke Papua bukan berarti saya langsung dapat kerja. Cari kerja di Papua juga nggak mudah, Gaes. Yup banyak yang mengira cari kerja di Papua itu mudah, nggak sama kayak di daerah-daerah lain yang pertumbuhan penduduknya pesat seperti di Jawa atau Sulawesi. Padahal nggak gitu juga.

Eh kalau dulu sih iya, masih agak mudah tapi seiring berlalunya waktu, semakin banyak pendatang yang setelah meraih gelar sarjana merantaunya ke Papua. Alhasil, saingan pun semakin buaanyaaak. Nggak sama kayak lulusan tahun 2000-an awal. Saat itu kalau mau daftar CPNS di Papua, saingannya masih sedikit jadi peluang untuk lulus juga besar. Lain hal dengan lulusan sekira tahun 2010 ke atas. Mau daftar CPNS, saingan sudah buanyak, peluang lulus pun jadi kecil.

FYI, saya lulus kuliah atau tepatnya diyudisium bulan Agustus 2014 dan diwisuda sebulan setelahnya. Setelah wisuda saya nggak langsung cari kerja dan nggak langsung juga pulang ke Papua. Di penghujung tahun 2014 barulah saya balik ke kampung kelahiran saya yang ada di ujung Timur Indonesia itu dan kembali menganggur selama kurang lebih setengah tahun. Jadi kalau dihitung sejak lulus kuliah, ada hampir setahunanlah saya jadi pengangguran. Lumayan lama juga ya, hehe

Baca juga Beginikah Rasanya Jadi Pengangguran

Sekalinya dapat pekerjaan nggak sesuai dengan jurusan yang saya ampuh. Jurusannya apa, kerjaannya apa. Saya ingat sekali, pertama kali saya dapat tawaran kerja sebagai staff Tata Usaha (TU) di MI Darussalam Serui.

Saya terima pekerjaan tersebut pun bukan karena keinginan sendiri tapi karena orang tua yang ingin sekali lihat anaknya bekerja. Ya, masa'  si anak sudah sudah disekolahkan tinggi-tinggi, pulang-pulang kerjaannya di rumah. Saya maklum jika orang tua beranggapan demikian. Lagipula orang tua mana yang tidak ingin anaknya sukses, mandiri dan punya penghasilan sendiri.

Singkat cerita, karena saya bukan dari jurusan administrasi atau TU jadi yang saya rasakan selama bekerja sebagai staff TU lumayan berat juga. Apalagi pas ada job mendata semua siswa yang jumlahnya ribuan. Maa syaa Allaah bikin kepala mumet. Syukurnya pekerjaan ini cuma saya jalani satu setengah bulan.

Setelahnya saya dapat tawaran kerja lagi masih di lingkungan yang sama, hanya saja tingkatannya berbeda. Tawaran kerja kali ini masih lebih mendinganlah daripada berkutat dengan administrasi. Tapi tetap bikin galau. Masalahnya, saya ditawari kerja jadi guru IPS sementara saya ini jurusan Matematika. Halloo, nyambung dimana guru matematika jadi guru IPS.

Benar-benar dilema banget tapi apa boleh buat. Orang tua menghendaki saya harus kerja, saya pun kurang nyaman jadi staff TU, maka tawaran tersebut dengan terpaksa saya terima. Duh, semoga saya nggak sampai menyesatkan anaknya orang,  hehe.

Menurut saya, jadi guru IPS itu susah-susah gampang. Materinya itu lho. Alaamaaak, padat bo'. Mana kalau ngajarnya setingkat SMP materinya masih campur aduk antara sejarah, ekonomi, sosial dan geografi. Dan saya kudu mempelajari kembali semua itu.  Ok, kalau kayak gini mah masih mending mengajar matematika, gampang-gampang susah, hehe.

Oya setelah beberapa bulan mengajar jadi guru IPS, saya dapat tawaran kerja lagi dari sekolah lain. Sekolah yang satu ini cukup menantang dan saya tidak punya alasan untuk menolak. Apalagi mata pelajaran yang ditawarkan sesuai dengan jurusan yang saya ampuh, yah meski ditambah dengan pelajaran lain.

Menerima tawaran menjadi guru di sekolah ini juga tidak mengharuskan saya keluar dari sekolah yang saya sudah saya tempati mengajar sebelumnya. Nah, ini enaknya jadi guru honorer, bebas mengajar dimana-mana, hehe asal pandai  mengatur waktu. Tapi nggak enaknya juga ada. Pastinya kamu sudah pada tahu kan nggak enaknya  jadi guru honorer itu apa?

Yup, gaji kecil nggak sebanding dengan gaji guru ASN, lebih-lebih guru yang sudah dapat sertifikasi. Padahal kalau dibandingkan dengan pembagian tugas yang didapat guru ASN dan guru honorer sama saja, sama-sama mengajar, sama-sama bikin perangkat pembelajaran, sama-sama ikut rapat, dll. Ya pokoknya nggak ada bedanya tapi kenapa penghasilan yang didapatkan antara guru ASN dan guru honorer bagaikan langit dan bumi.  Kenapa? Sungguh tidak adil.

Eh ini saya ngomong apa sih😅 ya intinya gaji guru honorer dalam sebulan itu kecil, masih jauh lebih besar gaji blogger  but honestly saya termasuk tipe guru yang tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Yang penting saya bisa menikmati pekerjaan saya. Toh, percuma juga kalau gaji besar tapi kitanya nggak nyaman, nggak enjoy, nggak hepi. Itu sama saja menyiksa diri.

Lagian masih mending lho penghasilan guru honor di Papua tempat saya bekerja dibanding daerah lain. Saya  sudah sering baca berita terkait guru honor yang bahkan tidak dapat gaji sama sekali. Miris, ya? Tapi kalau mau tinggal di Papua dengan mengandalkan penghasilan semata-mata dari gaji honorer juga berat. Biaya hidup di sana tinggi bo'. Kamu mungkin nggak akan sanggup. Eh tapi boleh dicoba, siapa tahu kamu berminat dan ingin mencoba hal baru dengan menjadi guru di Papua.

Eniwei, setelah mengajar di dua sekolah berbeda lagi-lagi saya mendapat tawaran kerja kembali. Lebih tepatnya bukan tawaran sih melainkan kesempatan bekerja sebagai guru matematika di sekolah unggulan dan termasuk bergengsi di kota kelahiran saya. Sekolah tersebut juga yang pernah mewarnai masa putih abu-abu saya.

Tentu, itu kesempatan bagus yang sangat disayangkan jika dilewatkan. Tapi sebelum memutuskan untuk membawa surat lamaran kerja ke sekolah tersebut saya sempat galau. Pasalnya itu sekolah umum, bukan sekolah berbasis Islam seperti dua sekolah yang saya tempati mengajar. Jadi mungkin saja ada aturan yang ketat mengenai seragam guru. Tidak boleh menggunakan kerudung panjang, misalkan.

Sementara penampilan saya, you knowlah semenjak hijrah saya memutuskan untuk mengenakan kerudung yang panjangnya menutupi dada hingga bokong. Dengan penampilan seperti itu apakah bisa saya diterima bekerja di sekolah tersebut? Ah, saya gamang.

Akan tetapi pada akhirnya saya tetap datang membawa surat lamaran kerja dengan lampiran berkas lain yang dibutuhkan ke sekolah tersebut. Hasilnya, tidak lama kemudian saya dapat panggilan diterima sebagai guru di sekolah tempat saya menimba ilmu dulu.

Lalu bagaimana dengan dua sekolah yang saya tempati mengajar sebelumnya? Ya, masih lanjut meski belakangan ada satu sekolah yang terpaksa harus saya lepaskan. Padahal saya sudah merasa nyaman bekerja di sana. Apa boleh buat, jam mengajar saya banyak yang bertabrakan dan saya juga tidak bisa memaksakan diri.

Nah, dari tadi saya cuma singgung sekolah ini, sekolah itu, sekolah anu tanpa menyebutkan dengan jelas nama-nama sekolahnya. Jadi biar lebih jelas dan sebelum memaparkan bagaimana rasanya menjadi guru di Papua, yuk, intip dulu sekolah-sekolah tempat saya mengabdi sewaktu di Papua berikut ini;

MTs Darussalam Serui


Foto kenangan saat mengajar murid-murid saya di
MTS Darussalam Serui
Meski mayoritas penduduk di tanah kelahiran saya beragama nasrani, bukan berarti tidak ada sekolah Islam sama sekali. Kalau dihitung-hitung  dari TK hingga tingkat SMA/SMK lumayan juga sekolah berbasis Islam yang ada di sana. Salah satunya yang tertua adalah Madrasah di bawah yayasan Darussalam Serui.

Waktu saya masih kecil Madrasah yang dibangun di Yayasan Darussalam ini baru sebatas  TK Darussalam Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Sekarang jenjang Madrasahnya sudah lengkap dengan dibangunnya Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). 

Saya sendiri sempat dua tahun mengajar di MTS Darussalam serui, dari tahun ajaran 2015/2016 hingga tahun ajaran 2016/2017. Coba tebak saya ngajar mata pelajaran apa di sekolah ini?

That's right, Ilmu Pengetahuan Sosial. (IPS). Belakangan dikasih tugas juga untuk ngajar akidah akhlak. Nggak nyambung banget sih dengan basic saya yang dari eksak. Sempat merasa bersalah juga kenapa saya harus menerima pekerjaan yang nggak sesuai dengan ilmunya saya. Ini nih contoh guru yang nggak profesional. Please jangan ditiru yaak. 

Rasanya pengen mengundurkan diri saja tapi masalahnya, saya terlanjur nyaman mengajar di sini. Nyaman dengan lingkungannya yang hangat. Nyaman dengan rekan kerjanya yang friendly.  Nyaman dengan murid-muridnya yang kocak.

Bahkan sebagaian murid perempuan di MTs juga cukup lengket dengan saya, saking lengketnya, mereka tak sering curhat ke saya *oalah. Mungkin karena saya guru termuda di MTs kali ya jadi anak-anak juga cepat dekat dengan saya. Apalagi status saya waktu itu masih single.  Bayangkan, mereka sampai menawarkan diri mau carikan gurunya ini jodoh, haha dasar anak-anak.

SMP Muhammadiyah Serui

Selanjutnya sekolah di bawah naungan organisasi Muhammadiyah.  Boleh dibilang mengajar di sekolah ini tantangannya paling berat. Bagaimana tidak berat bila murid-murid yang saya hadapi kebanyakan masih buta huruf dan juga tidak pandai berhitung. Duh, ya ampun.

Tapi saya sungguh salut dengan semangat dan optimis pak Harianto (yang saat itu baru ditunjuk sebagai kepala sekolah menggantikan kepala sekolah sebelumnya) dalam membangun SMP Muhammadiyah Serui. Beliaulah yang menawari saya untuk mengajar di sekolah ini. Pertimbangan beliau memilih saya untuk mengabdi di sekolah ini karena saya merupakan kader Muhammadiyah. 

Yah, saya memang kader Muhammadiyah yang waktu sekolah aktif di IPM, pas kuliah aktif di IMM tapi selepas itu saya nggak aktif lagi di organisasi ortonom Muhammadiyah. Kekaderan saya seharusnya dipertanyakan. Seharusnya sebagai kader saya bisa berbuat sesuatu yang lebih, seperti menghidupkan kembali IPM di Kota Serui yang sudah lama mati suri, melanjutkan jenjang kekaderan ke Naisyiatul Aisyah dan lain sebagai tapi apa yang saya lakukan?

Eksistensi saya sebagai kader malah meredup. Saya merasa tidak layak dipilih sebagai guru di SMP Muhammadiyah hanya karena saya pernah aktif di organisasi ortonom Muhammadiyah. Saya belum melakukan banyak hal untuk Muhammadiyah. Apalagi selama ini yang saya tanamkan dalam benak adalah petuah dari Sang Pendiri, KH Ahmad Dahlan

"Hidup-Hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah"

Oke kalau saya bahas lebih lanjut tentang Muhammadiyah, postingan ini bakal melebar kemana-mana jadi kita skip saja ya. 

Back to the topic, jadi SMP Muhammadiyah ini diserahkan ke pak Harianto selaku kepala sekolah yang baru dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Boleh dibilang SMP Muhammadiyah termasuk sekolah buangan. Pasalnya murid-murid yang masuk di sekolah ini adalah murid-murid yang tidak diterima di sekolah tempat mereka daftar sebelumnya. Ibaratnya SMP Muhammadiyah menjadi pilihan sekolah terakhir bagi mereka, yah daripada tidak sekolah sama sekali. 

Mirisnya lagi, sekolah yang berada di bawah naungan Muhammadiyah ini justru didominasi oleh murid-murid mereka yang beragama nasrani.  Sebaliknya, murid-murid yang beragama Islam hanya segelintir. 

Bahkan kebanyakan murid-murid yang daftar di sekolah ini berasal dari kampung-kampung dengan skill yang sangat menyedihkan. Bagaimana tidak? Baca tulis saja tidak tahu. Lebih-lebih berhitung. Jangankan kali-kali, tambah kurang pun belum mahir. Entah apa yang mereka pelajari selama enam tahun bersekolah di Kampung.

Duh mengenaskan sekali ya, lebih mengenaskan lagi karena pihak sekolah tidak punya pilihan untuk menolak siswa-siswa tersebut, yah daripada tidak mendapatkan murid sama sekali. 

Begitulah kira-kira gambaran SMP Muhammadiyah saat diserahkan ke Pak Harianto dan saat saya bergabung menjadi tenaga pendidik di SMP Muhammadiyah pada tahun ajaran 2015/2016. Butuh perjuangan ekstra saat mengajar murid-murid dengan kemampuan setingkat anak SD itu, lebih parah dari anak SD malah. Anak SD kelas 1 saja banyak yang sudah bisa membaca lha anak-anak yang saya hadapi ini sudah duduk di bangku SMP dan masih belum tahu membaca. Pertama kali tahu kondisi mereka rasanya bikin saya pengen nangus di pojokan denga. Saya ngajarnya saja sampai ngos-ngosan.

Sayangnya, kebersamaan saya dengan SMP Muhammadiyah berlangsung singkat karena tidak lama setelah saya diterima menjadi guru matematika di sekolah tempat saya menuntut ilmu dulu, pak Harianto merelakan saya untuk keluar. Jujur, saya pun tidak sanggup mengajar di tiga sekolah sekaligus, apalagi dengan jadwal mengajar yang padat.

Akhirnya saya melepaskan SMP Muhammadiyah dengan berat hati. Waktu itu kondisinya masih memprihatinkan tapi lihatlah sekarang. Semangat dan optimis pak Harianto telah berbuah manis. Sekolah yang dianggap buangan itu kini telah maju dan bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Sekolah yang dulunya hanya menjadi pilihan terakhir itu kini masuk menjadi pilihan utama orang tua yang anaknya baru lulus SD. Kini, murid-muridnya juga sudah didominasi pendatang dan beragama Islam even SMP Muhammadiyah Serui tetap menerima murid-murid asal Papua yang beragama nasrani.

Fyi, adik saya juga melanjutkan sekolahnya di sekolah ini lho. Alhamdulillaah baru beberapa waktu lalu dia dan rombongan membawa pulang satu medali emas dari Olympic Ahmad Dahlan VI yang berlangsung tanggal 25-30 Oktober 2019 kemarin di Semarang. Sebelumnya SMP Muhammadiyah juga sudah pernah meraih olimpiade emas dalam ajang lomba robotik pada tahun 2017 lalu yang berlangsung di Cilacap.


Silakan baca Kisah Inspiratif ini Perjuangan Tak Pernah Lelah Guru SMP Muhammadiyah Serui

SMA Negeri 1 Serui


foto kenangan Hari Guru tahun 2016
(Karya murid SMA Negeri 1 Serui)
Tahun 2010 silam saya lulus dari sekolah ini. Dan tahu tidak apa yang sempat terbersit di benak saya kala itu. Saya tidak ingin kembali menginjakkan kaki di sekolah ini.

Barangkali bagi sebagian besar orang, masa putih abu-abu adalah masa yang paling indah tapi tidak dengan saya. Di mata saya sekolah ibarat penjara, tak heran bila saya begitu bahagia selepas pengumuman kelulusan. Ibarat menikmati kebebasan setelah tiga tahun mendekam di "penjara".

Begitu tidak sukanya saya dengan sekolah dan lingkungannya. Saya bahkan tidak pernah bercita-cita menjadi seorang guru. Bagi saya, guru adalah pekerjaan paling membosankan sedunia. Itulah sebabnya saat mendaftar kuliah, semua jurusan yang berkaitan dengan pendidikan saya hindari sejauh mungkin.

Bukan tanpa alasan, mengapa saya tidak suka dengan dunia sekolah. Saya punya pengalaman buruk semasa menjadi murid. Mulai dari SD hingga SMA, saya kerap jadi korban bullying. Hanya karena saya terlihat lemah, teman-teman yang sok 'berkuasa' itu seenaknya menindas. Jadilah sekolah yang seharusnya menjadi tempat menyenangkan menjelma penjara dalam pikiran saya.

Lantas mengapa saya akhirnya bisa menjadi guru?

Takdir. Yah, saya bisa bilang ini takdir. Allah yang takdirkan saya menjadi guru. Jadi ceritanya saya sempat melakukan satu kekhilafan saat mendaftar di salah satu kampus negeri yang ada di Makassar. Asal memasukkan jurusan pada pilihan kedua. Lagipula mana saya tahu kalau pilihan kedua itu yang bakal lulus. Harapan saya kan pilih pertama yang lulus tapi ternyata yang lulus malah pilihan kedua.

Apakah saya kecewa? Mulanya iya, namun belakangan satu kekhilafan itu malah sangat saya syukuri. Saya memang tidak pernah bercita-cita menjadi guru. Guru bukanlah impian saya. Namun rupanya guru adalah takdir terbaik yang Allah pilihkan untuk saya.

Pada akhirnya saya berhasil menempuh pendidikan guru matematika dan lulus dengan menyandang gelar S.Pd (Sarjana Pendidikan).

Dan siapa sangka, di antara sekian banyak teman seangkatan, saya-lah yang ditakdirkan menginjakkan kaki kembali ke SMA Negeri 1 Serui, bukan lagi sebagai murid. Pun dikelilingi dengan rekan-rekan kerja yang merupakan guru saya. Maa syaa Allaah, rasanya benar-benar mimpi.

Bersyukurnya lagi, apa yang sempat menjadi kekhawatiran saya tidak terbukti. Saya bisa bebas masuk dan mengajar di sekolah yang murid dan gurunya mayoritas nasrani ini tanpa harus mengubah penampilan dan memendekkan kerudung saya yang kelebihan bahan.

Senangnya mengajar di sekolah ini karena sesuai dengan jurusan yang saya ampuh. Jadi waktu itu saya baru tahu kalau di kurikulum 2013 pelajaran matematikanya dibedakan menjadi dua. Matematikan IPA dan Matematika umum. Pantesan guru matematika yang dibutuhkan lumayan banyak.  Saya sendiri waktu itu diamanahi mengajar matematika umum di kelas X IPA. Kurikulum 2013 ini penjurusannya rupanya sudah dari awal masuk, beda ya dengan zaman kita sekolah dulu. Naik kelas XI baru penjurusan.

Oya selama mengajar di SMA Negeri 1 saya  juga cukup terkenal sebagai guru yang disiplin yang walau hujan walau panas terik tetap rajin datang dan masuknya on time, hihi. Padahal aselinya nggak disiplin-disiplin amat sih, haha.

Saking disiplinnya, sampai-sampai kalau lihat saya muncul menuju kelas anak-anak spontan menyanyikan walau badai menghadang entah murid siapa yang memulainya sampai tersebar ke seluruh kelas yang saya ajar, ckck.

Itulah tiga sekolah tempat saya berbagi ilmu semasa di Papua. Tentunya masing-masing sekolah punya kenangannya sendiri. Lantas bagaimana rasaya menjadi Guru di Papua?

Rasanya Menjadi Guru di Papua



Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Siska Dian Wahyunita (@siskadwyta) pada 23 Mei 2017 jam 1:51 PDT

Ternyata menjadi guru itu tidak semembosankan yang saya kira dulu. Jadi guru itu asyik dan menyenangkan lho. Saking menyenangkannya , ketika mengajar saya sering merasakan begitu cepatnya waktu berlalu. Satu kali pertemuan bertatap muka rasanya singkat sekali.

Nah, kalau ditanya bagaimana rasanya menjadi guru di Papua. Ya rasanya sama saja seperti kita menjadi guru di daerah lain di luar Papua. Toh, kurikulum yang digunakan sama, kan?  Paling yang membedakan lingkungan dan murid-murid yang kita ajar saja.

Karena saya punya pengalaman mengajar di Papua sehingga mayoritas murid-murid yang saya hadapi ya murid-murid asal Papua, kecuali di MTs Darussalam yang muridnya memang rata-rata pendatang dan semua beragama Islam.

Kalau mau dibandingkan anak-anak Papua dan anak-anak pendatang skillnya juga nggak beda jauh. Anak-anak Papua tak kalah cerdas kok, plusnya lagi mereka punya semangat belajar yang tinggi.

Pastinya kamu sudah kenal dong dengan salah satu staff khusus milenial presiden Jokowi dari Papua, Gracia Billy Yoshapat Mambrasar.  Nah, Billy merupakan salah satu putra Papua kelahiran Serui, Kepulauan Yapen yang terbilang sukses meski lahir dari keluarga Menengah ke bawah.

Kisahnya dalam menunut ilmu juga inspiratif, bisa menempuh pendidikan ke ITB bahkan sampai ke luar negeri. Anak-anak Papua juga kalau punya jiwa dan karakter kayak pendiri yayasan Kitong Bisa ini, yakni pantang menyerah dan terus berusaha menggapai mimpi pasti bisa juga menempuh pendidikan hingga ke setinggi-tingginya dan kembali ke Papua dengan membawa kesuksesan.

Kecuali kalau murid-murid yang berasal dari Kampung-Kampung atau daerah pedalaman Papua, memang agak tertinggal. Tak heran bila setelah menempuh masa sekolah di SD selama 6 tahun, sebagian besar diantara mereka masih belum bisa baca tulis dan berhitung seperti murid-murid yang pernah saya ajar di SMP Muhammadiyah. Bagaimana nggak buta huruf kalau gurunya saja jarang masuk.

Yup, kondisi pendidikan di pedalaman Papua memang masih jauh dari ideal bila dibanding dengan kondisi pendidikan yang ada di kota. Tidak banyak guru yang mau mengabdikan diri di sana. Meski pemerintah sudah merekrut guru kontrak dan mengirim guru-guru yang terpilih namun masih saja ada guru yang tidak profesional menjalankan tugasnya. Hanya sehari dua hari di Kampung lantas berhari-hari di Kota.

Hal seperti inilah yang membuat anak-anak Papua yang sekolah di Kampung-Kampung tertinggal jauh. Jadi kalau kamu ingin merasakan tantangan berat menjadi guru, jadilah guru di  Pedalaman Papua. Kalau cuma jadi guru di Papua apalagi di kotanya mah sama tantangannya kecil.

Walau harus saya akui, profesi guru bukanlah profesi yang mudah. Tugas seorang guru bukan hanya semata-mata mengajar dan mendidik. Lebih dari itu, guru punya tanggung jawab yang besar. Harus bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya. Pun mampu berperan sebagai pengganti orang tua siswa di rumah. Belum lagi dengan seabreg tugas membuat perangkat pembelajaran dan lain sebagainya.

Apalagi yang mengajar lebih dari satu sekolah seperti saya. Rasa-rasanya waktu dalam sehari 24 jam itu benar-benar tidak cukup. Ah, bicara soal ini bikin saya beneran jadi kangen dengan masa-masa itu. Kangen sekolah. Kangen murid-murid. Kangen Papua. Kangen semua yang ada di sana. But this is my life and life is choice.

Menjadi guru memang takdir terbaik yang Allah pilihkan untuk saya namun saya  lebih memilih menjemput takdir saya yang lain. Menjadi ibu rumah tangga.

Jika ada yang bertanya kenapa saya lebih memilih menjadi ibu rumah tangga ketimbang guru, maka jawaban saya sederhana saja.

Saya tidak pernah bermimpi menjadi guru.
Mimpi saya adalah menjadi ibu rumah tangga. Sesederhana itu.

Lantas ketika saya akhirnya menjadi ibu rumah tangga, saya percaya itu karena takdir sekaligus mimpi yang diwujudkan Tuhan.

Baca juga Tentang Mimpi yang Sederhana

Sekian, sharing saya kali ini. Semoga bermanfaat😊

Share
Tweet
Pin
33 comments

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Di era digital ini aktivitas mengunjungi berbagai macam situs sudah menjadi kebutuhan para pengguna internet. Ada banyak sekali situs yang dapat kita temukan di mesin pencarian. Namun tentunya dari sekian banyak situs tersebut, hanya ada beberapa situs yang paling sering kita kunjungi. 
Penasaran situs apa saja yang paling sering dikunjungi owner Kamar Kenangan ini? Nah, terkait dengan tema tantangan hari ke-29, ini dia lima situs yang paling sering saya kunjungi;

Google
Situs yang menempati urutan pertama paling sering saya kunjungi adalah Google. Siapa yang tidak kenal dengan situs mesin pencarian terbaik di dunia ini. Mesin pencari yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin ini selalu menjadi pilihan saya ketika hendak mencari informasi apapun. Apalagi google ini seolah bisa membaca apa yang pengen saya cari padahal saya biasanya sering typo saat memasukkan kata kunci.
Well i think, google ini layaknya sudah seperti jendela dunia maya. Buktinya, tak sedikit pengguna internet terutama masyarakat indonesia yang menjadikan aktivitas googling sebagai cara instan dan mudah untuk mendapatkan berbagai referensi yang dibutuhkan ketimbang membaca buku-buku. Barangkali itu juga yang menjadi sebab minat baca buku orang Indonesia terbilang rendah. Wong, sumber rujukan utamanya google. 
Sebenarnya tidak salah sih mencari ilmu atau informasi apa pun di google, tapi kalau menjadikan hasil pencarian tersebut sebagai satu-satunya sumber atau rujukan utama amatlah keliru. Masalahnya, informasi yang didapat di google tidak sepenuhnya benar sesuai fakta. 
Instagram
Selanjutnya ada instagram, jejaring sosial yang digandrungi banyak kalangan muda ini jadi situs paling sering saya kunjungi saat ini setelah google. Padahal saya pernah beberapa kali uninstall applikasi ini dan sebatas membukanya lewat web. Sengaja sih. Karena kalau udah buka instagram lewat applikasi di smartphone kayak nggak ada habis-habisnya. Yang ada malah kuota internet saya yang cepat habis, bisa dipastikan isi tabunganku juga bisa segera ludes.

Gimana nggak? Akun-akun yang sering saya follow dulu di situs jejaring sosial ini kebanyakan olshop. Tak heran kalau setiap buka home IG, mata saya langsung diracuni dengan berbagai macam produk jualan dari akun-akun tersebut. Jadi saya sempat mikir, kayaknya eksis di IG bikin tabungan saya nggak sehat deh. Pikiran yang keliru sih. Seharusnya yang saya lakukan bukan uninstall applikasinya melainkan unfollow akun-akun yang bikin mata saya sering kelaparan itu.
Toh, meski berkali-kali 'menyingkirkan' instagram dari smartphone saya, ujung-ujungnya pun bakal saya install kembali. Kenapa? Karena situs jejaring sosial yang satu ini sudah jadi primadona di hati *ce'ileh, saking primadonanya sampai mengalahkan jejaring sosial yang pertama kali saya kenal selain friendster.
Nah, kalau sekarang mah akun-akun yang sering saya follow di IG adalah akun-akun yang bertema dakwah, sastra, parenting dan tentu saja akun-akunnya para blogger 😊

Blogger


Menempati blogger sebagai situs yang paling sering saya kunjungi di urutan ketiga, bukanlah hal yang mengherankan. Secara saya kan ngeblognya di platform blogspot. Wajar sih, rumah maya saya kan ada di situs ini. Yah, meski tidak tiap hari posting tulisan di blog, mengunjungi blogger sudah menjadi aktivitas harian saya. 

Facebook
Nah, ini situs jejaring sosial yang paling lama saya gunakan. Ada sekitar sepuluh tahunan-lah. Selama itu pula saya udah berapa kali gonta-ganti akun. Terakhir, saya ganti akunnya di awal tahun 2018 ini. Yup, akun facebook yang saya gunakan sekarang adalah akun baru, jadi keliatan newbie banget yah jadi facebooker padahal ownernya sendiri udah lama berkecimpung di dunia facebookan😅

Tapi sekarang sih saya jarang main facebook. Padahal di akun sebelumnya saya cukup eksis pasang status, sekarang ini mah kalau buka facebook paling cuma share postingan yang bermanfaat dan menginpirasi saja atau cek grup komunitas blogger yang saya ikuti, termasuk komunitas blogger perempuan. Soalnya kebanyakan komunitas blogger aktifnya di grup facebook, kan? Selain grup komunitas ada juga grup yang menurut saya penting banget dan aktifnya memang cuma di facebook. Grup apakah itu? Hayoo ibu-ibu menyusui harus tahu dong, para calon ibu jug. Nih saya recommended banget kamu untuk gabung di grup AIMI facebook.

Canva

Ada yang penasaran nggak dengan gambar-gambar yang belakangan ini menghiasi wall Instagram maupun laman Kamar Kenangan ini? Kok cakep-cakep, gimana cara ngeditnya? Gampang banget! Kunjungi aja situs yang satu ini.

Yup, canva merupakan situs desain web grafis yang bisa digunakan oleh non-desainer maupun yang udah profesional. Saya juga baru-baru ini tahu ada situs desain yang super keren kayak canva. Tahunya pun dari blogger perempuan. Pokoknya situs ini recommended banget dikunjungi para blogger, karena bisa bikin visualisasi blog kamu makin cakep.

Nah, itulah dia lima situs yang paling sering saya kunjungi. Kalau situs yang sering kalian kunjungi apa-ap aja nih? Share yuk di kolom komentar😊

Share
Tweet
Pin
No comments

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Masa kecil saya dihabiskan di kota Serui. Salah satu kota yang terletak di ujung timur Indonesia atau lebih dikenal dengan kota kembang-nya Papua. Kalau kamu pernah intip postingan saya yang berjudul surga kecil yang jatuh ke bumi itu juga ada di Yapen Islands, pasti sudah tahu dong seperti apa keindahan alam yang terbentang di kota Serui dan sekitarnya. Kira-kira masih sebelas dua belaslah dengan kepalauan Raja Ampat. (Haha ngakunya😁)

Berhubung tema tantangan hari ke-duapuluhlima ini tentang Kenangan Masa Kecil jadi pengen bernostalgia, menengok kembali masa kecil saya yang penuh dengan kenangan manis. Eh, nggak semua kenangan di masa kecil saya manis sih, ada juga yang pahit. Kenapa? Karena saya pernah jadi korban bully, bahkan nyaris pula jadi korban pedofil😱 tapi di-skip saja kenangan yang pahit itu yaak dan mari simak lima kenangan manis saya di masa kecil yang begitu ngangenin.

Kumpul Bareng Keluarga dengan Personil Lengkap

Momen manis yang satu ini merupakan momen yang saya rasakan setiap hari semasa kecil. Waktu itu rumah ortu selalu ramai, diwarnai dengan kelakuan tiga anak perempuan yang doyan berantem kecil-kecilan. Tak ketinggalan mama juga hobi ngomel-ngomel menghadapi tingkah anak-anaknya yang bikin esmosi dan tentu saja cuma papa satu-satunya lelaki di rumah kami yang paling 'kalem', hehe. Sekarang mah, nggak ada lagi acara berantem-beranteman , sudah pada gede semua, malu dong kalau masih ada yang suka jahil sesama saudara😅 Apalagi dua dari kami sudah berkeluarga, sudah beranak pula, satunya masih mahasiswi, tersisa si bungsu yang masih sekolah.

FYI, ketiga anak perempuan mama dan papa kini hidup merantau. Jadilah di rumah yang penuh dengan 'kenakalan' masa kecil kami hanya tinggal ortu dan si bungsu yang umurnya memang terpaut belasan tahun dengan kakak-kakaknya.

Baca juga OMG Mamaku Lebih Jago

Ah, hati saya mendadak mellow mengenang masa kecil bersama papa-mama dan dua saudari saya (saat itu si bungsu belum ada)😢Sejak kak Vhie masuk kuliah, kemudian saya dan disusul Aya, momen kumpul bareng keluarga dengan personil lengkap menjadi hal yang langka banget. Malah seingat saya baru dua kali selama duabelas tahun terakhir ini keluargaku dapat berkumpul dengan personil lengkap. Itu pun kejadiannya baru tahun lalu, saat momen pernikahan saya di bulan April dan momen liburan akhir tahun kemarin (saat saya masih hamil muda). 

Baca juga Beginikah Rasanya Hamil Trimester Pertama

Yah,  semoga esok-esok Allah masih ngasih kami kesempatan lagi tuk bisa berkumpul bareng keluarga dengan personil lengkap plus mantu-mantu dan cucu-cucunya ortu. Aamiin allaahumma aamin.

Tiada hari tanpa bermain

Manisnya kenangan masa kecil saya pun tidak terlepas dari momen yang satu ini. Tentunya setiap anak pasti suka bermain. Tak heran kalau yang ada dalam pikiran anak-anak cuma bermain. Wong dunia anak memang bermain. Bedanya, kalau anak zaman sekarang doyannya main gadget, zaman saya kecil dulu boro-boro main gadget kenal yang namanya hp saja nggak. 

Tapi alhamdulillaah, bersyukur banget masa kecil saya dihiasi dengan macam-macam permainan tradisional yang sangat seru dan mengasyikkan, seperti petak umpet, lompat tali, sarang benteng /benteng-bentengan, main kelereng, engklek (kalau di Serui nama permainan lompat dalam kotak ini disebut guci), wayan, dll. Lebih-lebih yang namanya main mandi hujan, becek-becek, favorit saya banget tuh. 

Karena saking sukanya main hujan dan becek-becek, sekujur kaki saya sempat kena penyakit kulit yang orang Papua sebutnya kaskado. Pokoknya jelek banget kaki saya waktu kecil dulu.😁Penuh dengan luka-luka. Untungnya mama segera bawa saya ke dokter, dan sama dokternya dikasih sebotol obat cair yang berwarna ungu. 

Obatnya nggak diminum tapi ditetesin mama ke baskom yang berisi air. Trus sama mama saya disuruh berendam di air yang telah berubah ungu itu. Hasilnya, benar-benar mujarab. Tidak berapa lama, kaki saya kembali mulus. Sejak saat itulah, mama larang saya main hujan-hujanan dan becek-becek lagi. Tapi dasar kenakalan anak kecil, tak ada rotan akar pun jadi. Karena saya senang banget mandi hujan jadi meski pun dilarang mandi hujan di luar rumah, saya tetap ngotot pengen mandi hujan, di belakang rumah tapinya😅 Waktu itu bagian belakang rumah kami yang ditempati untuk cuci piring dan pakaian belum diatapi jadi kalau hujan turun ya basah semua. Di situlah, saya biasa mandi hujan diem-diem, tanpa sepengetahuan mama😆

Tak ketinggalan saya juga demen main permainan anak perempuan seperti main boneka, bongkar pasang dan masak-masak. Bahkan kadang-kadang saya juga hobi main dengan diri sendiri lho. Entahlah kalau anak laki-laki, tapi kalau anak perempuan pasti pernah ya main-main dengan dirinya sendiri. Mengarang cerita dalam dunia khayalnya lalu bicara sendiri atau bicara dengan kembarannya di cermin😅

Hari Ahad Pagi Waktunya Nongkrong di Depan TV

Yeah, bagi anak-anak yang se-generasi dengan masa kecil saya pasti tahu dong kalau ahad pagi waktunya puas-puas nonton film kartun secara marathon. Kalau saya mah dari jam 7 pagi sampai sekitar jam 12 siang sudah nongkrong di depan TV. Remote TV pun saya kuasai sepenuhnya. Saking tidak inginnya diganggu selama film kartun kesayangan saya tayang.

Waktu itu hampir semua siaran televisi menayangkan film kartun atau boleh dibilang tayangan TV di ahad pagi memang dikhususkan untuk anak-anak. Tapi stasiun TV dengan tayangan film-film kartun favorit ini saja sih yang sering saya puter. Diantaranya ad doraemon, crayon sinchan, detektif conan, digimon, hamtaro, ninja hatori, ninja boy, P-Man, Pokemon, soilor moon, dan selebihnya saya lupa😅 Pokoknya anak-anak di zamannya saya dimanjakan banget deh dengan film-film kartun. Makanya, kalau sudah tiba di hari ahad, anak-anak seusia saya lebih suka duduk manis di depan TV daripada main di luar rumah.

Jauh beda ya dengan anak-anak zaman sekarang, lebih doyan nonton video di youtube ketimbang nonton tayangan di TV. Kalau nonton di TV tayangannya pun tayangan orang dewasa. Kalau nonton di youtube, bagus juga sih, banyak pilihan video anak-anak yang bagus-bagus, tapi bila tanpa pengawasan orang tua bisa berabe. Akibatnya, tidak sedikit anak-anak masa kini yang akhirnya tumbuh dewasa sebelum waktunya. Gimana nggak cepat dewasa coba? Yang jadi tontonan dan tuntunannya juga video-video dewasa di atas 18 tahun. Na'udzubillaah.

Mengaji di Pak Guru Beta Rahimahullah

Kenangan yang tak kalah manisnya juga saya rasakan saat belajar mengaji di Pak Guru Beta rahimahullah. Jangan bayangkan pak Guru Beta ini masih berusia separuh baya. Karena pak guru yang pertama kali mengenalkan saya huruf hijaiyyah ini adalah seorang kakek-kakek yang saya taksir umurnya kala itu sudah lewat dari setengah abad. Tampak dari rambutnya yang memutih dan kulit yang mengeriput. Tapi dedikasinya tuk mengajar mengaji pada anak-anak seusia saya saat masih SD maa syaa Allah, begitu luar biasa. Jarang banget kan ada kakek-kakek yang sudi meluangkan masa tuanya tuk mengajar ngaji anak-anak, entahlah kalau daerah di luar Serui.

Sebenarnya selain pak Beta ada juga guru-guru lain tapi yang paling membekas dalam ingatan saya cuma beliau. Meski beliau rahimahullaah terkenal sebagai sosok guru yang killer dan tegas, tapi saya suka cara beliau mendidik kami santri-santrinya. Bahkan masih terngiang jelas pepatah yang berulang-ulang beliau keluarkan setiap kali menyuruh kami, santri-santrinya menghapal Al-Qur'an maupun hadis-hadis Nabi. Kira-kira begini bunyi pepatahnya "belajar di waktu kecil bagaikan melukis di atas baru, belajar di waktu besar bagaikan melukis di atas air"

Waktu itu saya nggak terlalu mudeng dengan makna pepatah beliau tersebut. Menginjak dewasa baru saya paham dan rada menyesal juga. Coba kalau dulu saya rajin dan patuh dengan nasihat pak Beta, tidak malas-malasan menghapal, mungkin saat ini hapalan saya sudah banyak.

Baca juga Nasi yang Telanjur Jadi Bubur Masih Bisa Kok Dibikin Bubur Ayam yang Lezat

Oh ya, jangan bayangkan juga kalau tempat saya belajar mengaji ini sama seperti tempat belajar mengaji umumnya, atau mengira tempat belajar mengaji saya di pak Beta ini berlangsung di surau, masjid, atau rumah beliau. Ah, tidak seperti itu. Yang ada malah saya dan santri-santri lain belajarnya di gedung yang sama dengan gedung yang dipakai anak-anak Madrasah Ibtidaiyah pada pagi harinya. Ada kelas-kelasnya gitu, buku modulnya juga ada lho. Jadi, kami nggak cuma belajar ngaji tok, tapi juga diberikan beberapa pelajaran tambahan. Kurang lebih, tempat belajar saya mengaji dulu miriplah dengan sekolah.

Seingat saya, ada tiga kelas yang dipakai waktu itu. Masing-masing kelas bedatingkatannya. Satu kelas khusus bagi santri yang baru belajar iqro' sedangkan dua kelas lainnya diisi oleh santri yang bacaannya sudah di Al-Qur'an besar. Beidewei, selain belajar mengaji pelajaran tambahan yang diberikan antara lain; bahasa arab, ilmu fiqih, tauhid, akidah akhlak, sejarah nabi dan hadis-hadis. Banyak banget kan ilmu yang didapat. 

Nah, saya benar-benar tidak menyangka kalau suatu hari setelah lulus kuliah, Allah menakdirkan saya kembali ke 'sekolah' itu tapi bukan lagi sebagai santri melainkan menjadi guru mengaji. Saat itu-lah baru saya tahu kalau tempat belajar mengaji yang dirintis pertama kali oleh pak guru Beta namanya adalah Madrasah Diniyah Awaliyah Darussalam Serui. Pantesan banyak ilmu agama juga yang dipelajari. Sayangnya, sekarang ini namanya saja yang masih Madrasah Diniyah Awaliyah,  tapi konsep belajarnya kini seperti tempat belajar mengaji pada umumnya. Tidak lagi seperti zamannya saya mengaji waktu kecil dulu, waktu masih ada sosok seperti pak Guru Beta rahimahullah. 

Baca juga Semakin Mengenalnya Saya Semakin Cinta

Naik Motor Bareng Papa

Momen naik motor bareng Papa juga jadi kenangan yang lekat di ingatan saya semasa kecil. Secara anak kecil kan paling suka diajak jalan-jalan, walau jalan-jalannya cuma keliling-keliling kota doang pake motor. Well, papa saya termasuk tipe ayah yang tahu banget cara membahagiakan keempat anak perempuannya saat masih kecil-kecil. Cukup dengan mengajak kami jalan-jalan pake motor buntutnya. 

Karena masa kecil saya barengan dengan Aya (adik yang umurnya terpaut dua tahun di bawah saya) jadi papa sering bawa saya dan Aya sekaligus kalau mau jalan-jalan. Entah itu sekadar ke taman kota untuk bermain ayunan, perosotan, dsb atau ke pantai untuk mandi-mandi. Apalagi saat bulan Ramadhan, hampir tiap sore saya dan Aya langganan diajak jalan-jalan ke taman bermain dan baru pulang ketika waktu berbuka sudah dekat. Begitulah 'akal-akalan' papa agar dua anak kecilnya itu tetap semangat menjalankan puasa. 

Baca juga Untukmu Lelaki Terhebatku

Tapi kenangan yang satu ini bukan hanya tentang masa kecil saya. Lebih dari itu. Bagi saya, kenangan naik motor bareng papa merupakan kenangan yang paling membekas tidak hanya di pikiran tapi juga di hati, bahkan sampai saat ini pun saya masih sering kangen, kangen dibonceng sama lelaki terhebatku itu. Bagaimana tidak? Satu-satunya lelaki yang ada di rumah kami hanya papa, otomatis saat kami belum ada yang tahu naik motor, beliau-lah yang berperan sebagai "ojek", selalu siap sedia mengantar kelima perempuannya (termasuk mama) kemanapun mereka mau. Mungkin peran papa sebagai ojek bagi keluarganya terkesan receh ya, tapi di mata saya itu adalah peran yang sangat bermakna. 

Yang antarin saya tiap pagi ke sekolah, ke tempat mengaji sore harinya, rajin pula menjemput adalah papa. Kalau saya sakit, papa yang selalu kebagian job antar saya periksa di rs, kalau penerimaan raport, papa juga yang selalu hadir di sekolah, membersamai saya. Setelah kerja pun kalau motor yang biasa saya gunakan tetiba mogok atau harus masuk bengkel, saya cukup sms atau telpon papa saja. Minta diantarin ke sekolah/yayasan atau minta dijemput pulang. Tak perlu menunggu lama, hanya sekian menit saja, walau sesibuk apapun, beliau pasti datang memenuhi permintaan saya.

Apalah saya ini, kalau bukan naik motor sendiri pengennya dibonceng sama papa saja. Padahal saya bisa naik ojek tanpa perlu merepotkan beliau. Tapi setidaknya sekarang saya tidak pernah minta diantar jemput beliau lagi (toh tidak ada seorang ayah yang merasa direpotkan oleh anaknya sendiri), karena sudah ada lelaki yang mengambil peran itu. Dan meski kini, ada dua lelaki baru dalam hidup saya, tetap saja kehadiran keduanya tidak mengganti posisi papa. Sekalipun telah menikah, saya tetaplah anak perempuannya papa dan papa tetap menjadi lelaki pertama dalam hidup saya. 

Ah, papa . . . anakmu di sini sungguh sedang dilanda rindu yang berat. 

😢😢😢

Nah, itu dia lima kenangan manis di masa kecil saya yang begitu ngangenin. Bisa tebak sendiri kan, saya masuk generasi tahun berapaan? Hehe. Kalau kenangan masa kecil yang masih membekas di ingatan kamu, apa? Boleh dong share di kolom komentar.
Share
Tweet
Pin
No comments

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Apa kabar resolusi?

Tahun lalu saya nggak sempet bikin resolusi, eh ada ding, cuma dengan dua wishlist tapinya. Dua keinginan itu saya selipkan di akhir postingan yang berjudul Ketika Mood Swings Melanda di Kamar Kenangan ini. Postingan yang isinya didominasi oleh curcolan tentang syndrome yang sempat saya alami pasca nikah itu saya tulis di awal tahun ini. What? syndrome pasca nikah? Haha iya, saya sempat mengalami syndrome semacam wedding blues gitu. Wedding blues yah bukan baby blues. Lho kok bisa? Jawabannya sudah saya tulis panjang lebar di postingan tersebut tapi nggak papa deh saya bocorin dikit di sini.

Karena saya tidak menginginkan apa-apa lagi. Ini seperti saya merasa semua mimpi saya telah diwujudkan Allah dan apa yang saya dapatkan semua sudah lebih dari cukup. Seolah saya telah kehilangan stok mimpi yang lain atau persisnya merasa tak punya lagi mimpi yang tersisa. Seakan menikah, menjadi istri sekaligus mengurus rumah tangga adalah mimpi saya yang terakhir. Saya bahkan tidak bisa mengingat mimpi-mimpi saya yang belum Allah perkenankan hanya karena mimpi saya yang tiga itu telah terwujud lalu berlagak seperti tidak membutuhkan mimpi-mimpi yang lain.

See! Alasan dibalik syndrome yang saya alami karena mimpi-mimpi yang saya sudahi setelah impian menikah saya terwujud. Saya juga tidak menginginkan apa-apa lagi. Alasan yang aneh dan tampak sepele sekali. Tapi dari situ saya jadi belajar; betapa berartinya memupuk dan menumbuhsuburkan mimpi-mimpi dan keinginan dalam hati. Pun jadi tahu betapa pentingnya menuliskan  resolusi sekalipun mimpi-mimpi maupun keinginan-keinginan yang kita tuangkan ke dalamnya tak menjelma nyata.

Oh ya, sebelum lanjut saya pengen samakan persepsi dulu nih dengan pembaca Kamar Kenangan ini. Menurut kamu, mimpi dan keinginan sama nggak? Banyak yang mengartikan makna keduanya sama tapi kalau kamu beranggapan makna mimpi dan keinginan berbeda berarti kita sama dong. Kalau keinginan itu ya aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini itu banyak sekali. Semua semua semua dapat dikabulkan, dapat dikabulkan dengan kantong ajaib. Eh, ini kok malah nyanyi lagunya doraemon😅

Baiklah, kalau berbicara tentang keinginan pasti setiap orang punya banyak sekali keinginan. Saya ingin cerdas, saya ingin rajin, saya ingin tajir, saya ingin jadi juara, saya ingin punya mobil, saya ingin punya rumah sendiri dan bla bla bla. Sebatas ingin saja. Sementara mimpi lebih dari sekadar ingin semata. Orang yang bermimpi lebih bersungguh-sungguh menggapai keinginannya itu. Simply, keinginan belum tentu mimpi tapi mimpi sudah pasti merupakan keinginan. Bingung ya?

Contoh nih; saya ingin punya mobil. Siapa sih yang nggak pengen punya mobil, tapi kalau ditanya apakah memiliki mobil itu adalah impian saya, jawabannya tidak. Kalau saya bermimpi pengen punya mobil sudah pasti saya akan berusaha menggapainya dengan mencari tahu harga, merk serta spesifikasi lainnya dari mobil yang ingin saya beli dan tentunya sudah mulai menabung dari sekarang, misal. No credit yaak😀

Gimana? Sudah paham kan? Kalau begitu mari kita bahas tema tantangan hari ke-duapuluhempat ini, lima keinginan yang belum tercapai. Baiklah, setelah berhasil menyembuhkan diri dari syndrome pasca nikah, saya punya buanyak sekali keinginan tapi karena waktu itu telat bikin postingan terkait resolusi jadi cuma dua wishlist yang sempat saya tuangkan dalam resolusi tersebut.

Alhamdulillaahilladzi bini'matihi tatimusshalihat, keinginan untuk bisa merasakan proses yang pasti dialami setiap perempuan untuk menjadi seorang ibu diperkenankan Allah di tahun 2018 ini. Mulai dari bisa menjalani sembilan bulan masa kehamilan dengan lancar, bisa melahirkan secara pervaginam dengan konsep gentle birth (nyaman, tanpa rasa takut dan minim trauma), bisa memberikan ASI Eksklusif pada bunay (yang ini masih tersisa dua bulan lagi) hingga merasakan ujian dan nikmatnya menjalani peran sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Namun tentu saja masih banyak keinginan lainnya yang belum tercapai. Nah, berikut lima keinginan sekaligus merupakan mimpi saya yang belum tercapai di tahun ini;

Nulis Buku

Nulis buku dan mengirimkannya ke penerbit mayor (mudah-mudahan bisa tembus). Minimal tahun ini saya harus punya satu buku solo. Kalau pun nggak tembus di penerbit solo, harus bisa terbit lewat penerbit indie.

Nah, ini merupakan salah dua dari resolusi 2018 yang saya tuangkan di Kamar Kenangan ini. Tapi gimana mau nerbitin buku kalau mulai menulis buku saja nggak? Payah, kan! Padahal dari sebelum nikah selalu ngaku-ngaku punya impian jadi penulis buku best seller tapi sampai jadi ibuk-ibuk belum jua kesampaian. Well, sepertinya impian saya yang satu ini patut dipertanyakan? Apakah saya benar-benar memimpikannya atau sekadar keinginan saja?

Kalau memang benar-benar mimpi, seharusnya saya sudah gigih berjuang tuk menggapainya. Lagipula apalah artinya gabung di organisasi kepenulisan, punya banyak teman penulis, follow akun-akun kepenulisan sampai rajin pula ikut kelas menulis online tapi untuk memulai menulis buku saja belum sama sekali.

Oh ya, di penghujung tahun 2017 lalu - awal tahun ini saya sempat ikut kelas menulis online. Mulai dari kelas menulisnya ust. Cahyadi Takariawan dan istri hingga kelas menulis yang menghadirkan ayah Isa Alamsyah, bunda Asma Nadia dan Helvy Tiana Rosa. Sempat pula nulis ikrar lho, isinya berupa pernyataan saya yang akan menulis buku dan selambat-lambatnya sudah punya buku solo di akhir tahun 2018. Tapi jangan tanyakan mana buku solo saya yang berhasil terbit. Boleh dibilang ikrar yang saya tuliskan itu hanya omong kosong belaka, ckckc.

Baca Buku

Sebagai penunjang resolusi di atas, tahun ini saya kudu meningkatkan kuantitas buku yang harus saya khatamkan tiap bulan. Minimal tiga buku dalam sebulan.

Sama. Resolusi yang satu ini juga gagal tercapai. Boro-boro baca tiga buku, bisa tuntaskan satu buku dalam sebulan pun nggak. Menyedikah sekali. Di awal-awal tahun saja semangat membaca saya menggebu-gebu, sampai-sampai saya sengaja buat blog khusus di platform wordpress yang kemudian saya namai Kamar Buku, kamar yang rencananya bakal menampung ulasan buku-buku yang pernah saya baca. Namun baru juga mengulas dua buku di kamar itu eh saya sudah hiatus duluan. Pertengahan hingga penghujung tahun semangat membaca saya turun drastis. Miris banget, kan? 

Pergi Umroh

Kok yang pengen dijalankan pertama sunnah dulu, bukan yang wajib? Alhamdulillaah, kalau bisa jalan dua-duanya tapi keinginan saya dalam waktu dekat ini ya pengen pergi umroh saja dulu. You know lah, daftar tunggu haji reguler berapa tahun? Ada yang daftar nunggunya sampai belasan tahun, kan? Oke fix menunggu hingga belasan tahun itu terlalu lama sementara saya sudah sangat rindu ke Baitullah.

Hidup Minimalis

Kalau pengen punya rumah minimalis sudah dari lama, tapi pengen hidup minimalis ya terbersitnya baru-baru ini. Memangnya rumah minimalis dan hidup minimalis beda ya? Ya, bedalah. Kalau punya rumah minimalis belum tentu hidupnya minimalis, sebaliknya yang hidup minimalis sudah pasti rumahnya juga minimalis, iya nggak?

Banyaklah hal yang bikin saya akhir-akhir ini tertarik dengan hidup minimalis. Salah duanya karena barang-barang yang terlalu banyak itu sering bikin saya pusing tujuh keliling (beresinnya itu lho) dan kadang merasa bersalah juga karena suka menumpuk barang-barang yang nyatanya jarang saya gunakan. 

Nah, setidaknya dengan menerapkan gaya hidup minimalis, barang-barang yang saya punya di rumah hanyalah barang-barang yang benar-benar saya butuhkan. Jadi nggak ada lagi tuh istilah belanja macem-macem hanya karena menuruti laparnya mata. Hidup minimalis juga bisa bikin kita merasa lebih bahagia lho. Saya belum merasakan sih, tapi sudah kebayang gimana nikmatnya hidup dengan barang-barang yang sedikit, makanya pengen ngerasain juga. Sayangnya, keinginan untuk hidup minimalis belum bisa terwujud di tahun ini. 

Liburan ke Serui

Last but not least, saya pengen pulang ke kampung kelahiran saya di Papua. Dimana lagi kalau bukan di Serui. Padahal baru juga setahun tidak menginjakkan kaki ke sana tapi rinduku sudah menggebu-gebu. Entah kapan bisa injakkan kaki kembali ke kota dengan sejuta kenangan itu? Tahun ini belum bisa pulang karena kondisi yang memang tidak memungkinkan tapi harapan saya sih, mudah-mudahan bisa tahun depan. Sekaligus bawa bunay liburan ke kampung kelahiran bundanya. Pasti seru dan mengasyikkan!

Demikian lima keinginan saya di tahun ini yang belum tercapai, bagaimana dengan kalian? Share yuk di kolom komentar😊

Share
Tweet
Pin
No comments

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

  Makassar, 04 Desember 2013

Dear Suamiku di Masa Depan

Hai, Bagaimana kabarmu di sana? Kuharap Tuhan senantiasa melindungimu dengan kasih-Nya. Tadinya aku ragu hendak menulis surat cinta ini. Abisnya banyak yang bilang, di era modern ini udah nggak level  nulis surat cinta. Mungkin lebih baik yah, kalau langsung kuungkapkan via bbm, line atau whatsapp atau biar kuumbar saja rasa ini lewat  status di facebook sekaligus pasang tweet? Biar dunia tahu aku sedang belajar mencintaimu lebih dulu sebelum kita bersua di pelaminan

Kau tahu kan,  jarak bukan lagi penghalang, apalagi waktu. Sejauh apapun dirimu berpijak hanya butuh sepersekian detik kala cinta yang tergores lewat tarian tanganku di atas keyboard ini sanggup melesat menempuh ribuan kilo lalu mendarat tepat di matamu. Tapi masalahnya, aku mungkin tak punya nomor hapemu, tak kutemui id mu di line maupun whatsappku, terlebih BBM. Mungkin  kita tidak berteman di facebook, mungkin pula aku bukan followermu di tweet. Jadi, bagaimana caranya, agar rasaku tersampaikan, bila mungkin diantara kita tak pernah terjalin komunikasi, atau mungkin pernah hanya saja?

Baca juga Media Sosia; Before and After Married

Ah, terlalu banyak kata mungkin. Dan teknologi yang terlalu canggih itu  bahkan tak kuasa mempertemukan kita. Dunia maya yang disanjung-sanjung dapat menembus ruang dan waktu pun tak mampu mempersatukan kita. Apa hebatnya coba? Mending kuabadikan rasa yang kupelihara diam-diam teruntuk kau yang ku damba lewat sepenggal surat cinta. Dan nanti, bila kau muncul, aku pasti menunjukkannya, menunjukkan surat cinta ini yang kutulis dengan senyum dan ketulusan.

Teruntuk kau yang kuterka-terka adalah A, B, C, D, M, R atau S. Entahlah, sulit memastikan huruf awal dari namamu yang masih tersembunyi dalam catatan takdir-Nya. Aku tak tahu kapan, dimana dan bagaimana cara Tuhan kan mempertemukan kita, sebab sosokmu masih menjadi rahasia yang hanya terungkap di waktu yang tepat. Bukan detik ini, mungkin  besok, lusa, dua sampai tiga tahun kedepan atau kapan?

Seperti apakah sosokmu? apakah kita pernah bertemu sebelumnya, apa kita pernah berpapasan sesekali atau tidak sama sekali. Kau tahu, aku kerapkali mimpi berjumpa dengan lelaki yang belum pernah kulihat di nyata, aku menangkap bayangannya, namun wajah lelaki itu tampak begitu buram hingga sulit kuterka. Kadang ketika terjaga aku sempoyongan menebak lelaki itu adalah kau, wahai lelaki yang ditakdirkan Tuhan menjadi imam dalam mahligai rumah tanggaku kelak.

Sekarang, aku hanya sedang berusaha memantaskan diri dengan meneguk setetes sabar sembari berikhtiar penuh harap pada-Nya. Tak peduli apa kata orang di luaran sana. Mungkinkah ada yang mengira pilihanku ini adalah sesuatu yang tolol? Memilih sendiri hingga  kau datang tuk menjadikanku halal di mata mereka. Sekali lagi kau, Siapa? kapan? Dimana? Mungkinkah yang terbersit, bagaimana bisa aku berharap sesuatu yang tak pasti, sesuatu yang tak jelas, sesuatu yang mungkin sekadar khayalan?

Tidak, kau bukan khayalku. Kau adalah takdir yang ditetapkan Allah untukku. Allah sendiri yang berjanji  dalam surat cinta-Nya, “lelaki yang baik untuk perempuan yang baik, begitu pula perempuan yang baik untuk lelaki yang baik”. Bukankah jodoh adalah cerminan diri? Baiklah, aku tidak merasa diriku baik, pun tak tahu bagaimana perangaimu. Yang bisa kulakukan hanya berusaha menjadi  pribadi yang baik. Bila aku mendamba jodoh yang baik, aku harus jadi baik dulu, kan? Tapi tentu saja bukan kau yang menjadi alasan. Aku ingin menjadi baik karena itu perintah Rabbku, Rabb kita. Walau tak kupungkiri, aku pun julangkan harap pada-Nya. Semoga Dia sudi mempertemukan kita dalam keadaan yang sama baiknya.

  Dari istrimu di masa mendatang


*note

Tema tantangan hari ke-sembilas ini sebenarnya tentang 10 daftar lagu di playlist tapi karena saya sudah lama tidak dengar music, applikasi pemutar musik di smartphorne pun nehi, so saya pilih tema pengganti saja. Dan kali ini tema pilihan saya jatuh pada menulis surat untuk seseorang (siapapun)

FYI, sepucuk surat yang saya temukan tergeletak di draft Kamar Kenangan ini adalah surat cinta yang sudah saya tulis dari lima tahun lalu, tepatnya empat tahun sebelum bertemu sang jodoh (baca: suami). Kalau pun sekarang, sengaja saya publish biar bisa dibaca sama pemabacakamarkenanganini suami.

Nah, kira-kira apa ya reaksi ayahnya bunay setelah membaca surat cinta ini?😂
Share
Tweet
Pin
No comments

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Tak terasa sudah di penghujung tahun lagi. Begitu cepat waktu berlalu. Padahal rasanya baru kemarin saya menggenapkan separuh dien bersama lelaki yang jauh-jauh datang ke Papua, hanya untuk menjemput jodohnya ini lalu membawaku kembali ke Sulsel. Rasanya baru kemarin saya dan suami menanti kehadiran buah hati dengan segenap doa dan ikhtiar yang akhirnya diperkenankan Allah di tujuh bulan pernikahan kami.


Baca juga Reminder di Tujuh Bulan Pernikahan

Rasanya baru kemarin pula si bunay masih ada dalam perut saya dan tahu-tahu kini dia sudah menjelma bayi empat bulan yang lucu nan menggemaskan. Yang dua bulan kemarin kerjaannya cuma tidur, nangis dan nenen saja eh sekarang sudah pinter diajak main. Yang sejak usia tiga bulan sudah hobi teriak-teriak, narik-narik dan tendang-tendang. Maa syaa Allah. Bahkan sampai detik ini, saya kadang-kadang masih merasa seperti sedang bermimpi, telah menjadi seorang ibu.

Qadarullaah, satu persatu keinginan yang kusenyapkan dalam doa dan tertuang dalam buku catatan kecilku dari dua tahun lalu akhirnya terwujud. Mulai dari ingin menikah sebelum menginjak umur seperempat abad, hamil di usia seperempat abad hingga akhirnya resmi menyandang gelar IRT di usia yang telah menyentuh angka 26 ini. Namun, meski status sebagai seorang istri dan ibu telah melekat pada diri ini, bukan berarti impian saya untuk menjadi seorang istri shalihah dan ibu yang mencetak anak-anak yang shalih(ah) telah tergapai. Demi menggapai kedua impian tersebut, PR saya masih banyak.


Jadi jika ditanya lima hal apa saja yang ingin saya lakukan di tahun 2019 sesuai tema tantangan hari ke-tujuhbelas ini, maka keinginan saya tidak muluk-muluk dan jauh-jauh dari kedua impian tersebut. Tentunya, setiap orang selalu ingin menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, begitupula dengan saya. So, untuk menjadi lebih baik di tahun 2019, lima hal ini yang ingin saya lakukan sebagai seorang  ibu rumah tangga yang doyan ngeblog

Shalihah


Jadi istri shalihah ternyata nggak gampang ya. Well, saya baru menyadarinya semenjak menjadi seorang istri. Dari dulu impian terbesar saya memang ingin menjadi istri shalihah. Kenapa? Jawabannya simple saja. Saya ingin masuk surga dan selama ini (sebelum menikah) yang tertanam dalam pikiran saya, cara paling gampang masuk surga adalah dengan menjadi istri shalihah. Kenapa harus jadi istri shalihah? Biarlah Sabda Rasul di bawah ini yang menjawabnya. 

Rasulullah shallallahu 'alaihiwassalam bersabda ;
"Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suami ridho padanya maka ia akan masuk surga" (HR Tirmidzi)

Yup, karena surga seorang istri ada pada keridhoan suaminya dan syarat untuk mendapatkan keridhoan suami ya harus shalihah, kan? Lagipula mana mungkin suami ridho dengan istri durhaka yang sifatnya seperti istri nabi Nuh dan nabi Luth.

Bahkan saking mudahnya, seorang istri bebas memilih pintu surga manapun yang ia mau hanya dengan menjalankan empat hal ini.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda ;
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad).


Right, dua hadis tersebut yang saya jadikan dalih kemarin-kemarin, namun setelah menikah dan merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi seorang istri, saya baru tersentak dengan hadis yang satu ini.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda ;

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari  ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).

See! Seorang istri dengan mudah bisa masuk surga karena ketaatan pada suaminya, pun dengan mudah tergelincir ke neraka karena kekufuran pada suaminya.

Sekali lagi ini yang baru saya sadari, jadi istri shalihah ternyata nggak gampang. Tadinya saya pikir, setelah menikah impian saya menjadi istri shalihah bakal segera terwujud. Nyatanya setelah jadi istri pun, saya masih jauh dari sosok shalihah. Masih teseok-seok menggapai shalihah. Apalagi jika throwback sikap saya terhadap suami semenjak menikah. Hiks😢 Tak perlulah saya jelaskan detailnya seperti apa, yang jelas di tahun 2019 dan tahun-tahun mendatang saya akan berusaha untuk menjadi shalihah. Jadi istri yang ketika dipandang menyejukkan mata suami. Yang taat ketika diperintah lagi pandai memelihara diri. In syaa Allaah.

Bukan lagi semata-mata karena saya ingin masuk surga, tapi karena semenjak menikah saya mulai paham akan satu hal. Menjadi shalihah adalah kewajiban seorang istri terhadap suaminya.

Baca juga Impian Gadis Pemimpi

Cerdas

Jadi bunda yang cerdas untuk bunay. Yup, seorang ibu baik yang bekerja di rumah maupun di luar rumah dituntut harus cerdas, kan?  Kalau nggak cerdas, apa jadinya nasib generasi penerus bangsa ini, eh pengibaratannya nggak usah jauh-jauh deh. Saya juga nggak bisa bayangkan apa jadinya bunay kalau bundanya nggak cerdas. Mau mengajar pake apa? Mau mendidik bagaimana? Untuk bisa mengajar dan mendidik anaknya orang (baca: siswa) saja seseorang dituntut harus jadi sarjana dulu apalagi mendidik anak sendiri. Trus mau bilang, ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau cita-citanya cuma jadi ibu rumah tangga. Apa gunanya sarjana kalau nggak kerja di kantoran?

Wong, ibu-ibu yang sudah sarjana saja masih banyak yang belum becus mengurus anak apalagi yang nggak sarjana. Meski sudah menyabet gelar sarjana pun saya masih merasa belum jadi ibu yang cerdas, bahkan ilmu saya tentang parenting masih sangat-sangat minim. Saya masih perlu belajar lebih banyak lagi. Dan memang untuk menjadi cerdas, seorang ibu harus selalu belajar, belajar dan belajar, kan?

Produktif


Jadi ibu rumah tangga yang produktif. 
Sebenarnya saya sudah pernah nulis tips agar IRT tetap bisa produktif, meskipun pekerjaannya hanya di rumah. Namun tahun ini terasa benar, produktivitas saya menurun banget, hiks. Entah karena pengaruh hormon saat saya hamil atau perubahan yang saya alami setelah melahirkan. Apapun itu, yang jelas tahun 2019 saya harus bisa kembali jadi IRT yang produktif. Kalau bisa jauh lebih produktiflah, karena semenjak kehadiran bunay, tugas saya telah bertambah berkali-kali lipat.

Baca juga Agar Pekerjaan Istri di Rumah Tetap Produktif, Lakukan Lima Hal Ini

Konsisten


Jadi Perempuan yang Konsisten. 
Harus saya akui, saya termasuk perempuan yang nggak konsisten. Meski tiap tahun selalu bikin target harus konsisten ngaji minimal satu hari satu juz, konsisten nulis minimal satu tulisan tiap pekan, konsisten ngeblog minimal dengan blogwalking tiap hari, konsisten membaca buku minimal satu buku satu bulan dan bla, bla tapi nyatanya. Aih, saya selalu gagal menjalankan hal yang satu ini. Di awal-awal saja semangat banget, ujung-ujungnya cuma bisa gigit jari. Nyatanya untuk bisa konsisten memang sangat sangat sulit, yah meskipun sulit  poin ini bakal tetap menjadi keinginan saya di tahun 2019 dan tahun-tahun setelahnya. 

Baca juga Bikin Blog Itu Mudah, Konsisten Ngeblog yang Susah

Profesional


Jadi Blogger yang Profesional. 
Nah, karena saya seorang ibu rumah tangga yang doyan ngeblog, maka poin yang satu ini juga cukup penting buat saya. Tentunya motif saya untuk jadi blogger yang professional bukan semata-mata untuk memonitize blog, tapi karena saya pengen ke depannya Kamar Kenangan ini bisa jadi lebih baik, bisa meningkat traffic-nya, bisa lebih bagus konten-kontennya, bisa lebih banyak pengunjungnya dan lain sebagainya. Dan semoga semua itu bisa terwujud di tahun 2019.

Baca juga Ngapain Gabung di Komunitas Blogger Perempuan Network? 5P Ini Alasannya

Demikian my wishlist to do in 2019, kalau wishlist kamu tahun depan apa nih? Share yuk di kolom komentar






Share
Tweet
Pin
3 comments
Older Posts

About me

About Me

Hallo, perkenalkan
Nama saya Siska Dwyta
Seorang ibu rumah tangga
yang doyan ngeblog.

Ingin bekerja sama?
Contact me : dwy.siska@gmail.com

Read More About Me

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram

Labels

artikel Birth Story blogging fiksi jodoh keluarga kesehatan lomba blog media sosial menyusui Motherhood MPASI muslimah opini pernikahan personal Pregnancy reminder review tips

recent posts

Blog Archive

  • ►  2013 (54)
    • ►  March (1)
    • ►  April (2)
    • ►  May (5)
    • ►  June (4)
    • ►  July (7)
    • ►  August (4)
    • ►  September (6)
    • ►  October (5)
    • ►  November (8)
    • ►  December (12)
  • ►  2014 (76)
    • ►  January (9)
    • ►  March (2)
    • ►  April (8)
    • ►  May (8)
    • ►  June (14)
    • ►  July (11)
    • ►  August (5)
    • ►  September (1)
    • ►  October (3)
    • ►  November (8)
    • ►  December (7)
  • ►  2015 (16)
    • ►  January (1)
    • ►  February (2)
    • ►  April (5)
    • ►  May (1)
    • ►  June (2)
    • ►  July (1)
    • ►  October (1)
    • ►  December (3)
  • ►  2016 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2017 (41)
    • ►  September (4)
    • ►  October (26)
    • ►  November (7)
    • ►  December (4)
  • ►  2018 (48)
    • ►  January (1)
    • ►  February (2)
    • ►  March (1)
    • ►  May (2)
    • ►  July (2)
    • ►  September (3)
    • ►  October (2)
    • ►  November (13)
    • ►  December (22)
  • ▼  2019 (151)
    • ►  January (11)
    • ►  February (11)
    • ►  March (13)
    • ►  April (6)
    • ►  May (35)
    • ►  June (6)
    • ►  July (3)
    • ►  August (3)
    • ►  September (24)
    • ►  October (17)
    • ►  November (19)
    • ▼  December (3)
      • Arti Dibalik Nama Zhafran Assyauqi Muhammad
      • Umroh.com, Marketplace dengan Paket Umroh Termurah...
      • Ketahuilah Cara Mencegah Penyakit Jantung Koroner ...

Popular Posts

  • Semakin Produktif dan Tampil Stylish dengan Fossil Gen 5 Smartwatch
    Bismillaahirrahmaanirrahiim Semakin Produktif dan Tampil Stylish dengan Gen 5 Fossil Smartwatch . Pekerjaan sebagai ibu rumah tan...
  • Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus
    Bismillaahirrahmaanirrahiim Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus . Setiap rumah tangga punya ujiannya masing-masing. Ujiannya...
  • Parent Session #MenjagaKasihIbu bersama Nakita dan Asifit di Hotel Santika Makassar
    Bismillaahirrahmaanirrahiim Parent Session #MenjagaKasihIbu bersama Nakita dan Asifit di Hotel Santika Makassar   - Pekan lalu say...
  • Tentang Anging Mammiri, Komunitas Blogger Makassar yang Berembus Sejak Tahun 2006
    gambar latar : pxhere.com Bismillaahirrahmaanirrahiim "Kemana saja saya selama ini. Ngakunya Blogger Makassar kok baru gabung ...
  • Cerita MPASI Bunay 6 Bulan : Belajar Makan
    Tak terasa sudah genap sebulan Bunay makan makanan selain ASI. So, di postingan kali ini saya pengen cuap-cuap dulu mengenai MPASI Bunay ...

MEMBER OF

Blogger Perempuan

Followers

Facebook Twitter Instagram
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by Siska Dwyta @copyright 2019 BeautyTemplates