Kamar Kenangan

  • Home
  • About Me
  • Disclosure
  • Sitemap
Bismillahirrahmaanirrahiim

Kalau kita adalah aktivis dakwah yang gigih berjuang di jalan Allah; bukan berarti kita adalah orang yang paling paham agama.

Kalau kita laki-laki yang berjenggot, dahi mencuat hitam, celana jingkrang atau perempuan berjilbab yang kerudungnya menjuntai sampai ke lutut atau bahkan bercadar; bukan berarti kita adalah orang yang paling alim.

Kalau kita adalah orang yang sering menunduk, tak mau menatap pun bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram; bukan berarti kita adalah orang yang paling suci.

Kalau kita adalah orang yang sering berceramah, sering menasihati, sering mengeluarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan hadis lewat lisan maupun tulisan dan menguasai kaidah-kaidah fiqh; bukan berarti kita adalah orang yang paling benar.

Kalau kita adalah orang yang tiap hari berkawan dengan Al-Qur'an, tidak sekadar membaca namun juga mentadabburi, menghafal, mengajarkan dan mengamalkannya; bukan berarti kita adalah orang yang paling ahli Al-Qur'an.

Kalau kita adalah orang yang suka berbagi, rajin bersedekah, rutin berinfak; bukan berarti kita adalah orang yang paling dermawan.

Kalau kita adalah orang yang giat menuntut ilmu di majelis-majelis, di masjid-masjid di mana saja di bumi Allah; bukan berarti kita adalah orang yang paling berilmu.

Kalau kita adalah orang yang shalat wajibnya selalu tepat waktu dan berjamaah di masjid (bagi laki-laki) juga tidak pernah meninggalkan shalat malam, dhuha dan puasa senin kamis, bahkan puasa daud; bukan berarti kita adalah orang yang paling ahli dalam beribadah.

Kalau kita tidak pernah mengeluh, selalu menerima dengan rela dan lapang dada segala ujian yang Allah berikan, baik ditinggalkan orang tercinta atau ditimpa musibah sebesar dan sebanyak apapun itu, bukan berarti kita adalah orang yang paling sabar.

Kalau kita senantiasa bersikap qana'ah, tidak pernah alpa mengucapkan kalimat hamdallah dan selalu bersujud ketika mendapat rezeki dari Allah walau sekecil apapun itu, bukan berarti kita adalah orang yang paling bersyukur.

Kalau kita adalah orang yang pernah naik haji dan umrah berkali-kali bukan berarti kita adalah orang yang paling mabrur.

Kalau kita adalah seorang pemimpin baik memimpin diri sendiri, keluarga, lembaga/organisasi atau negara sekalipun, bukan berarti kita adalah orang yang paling hebat.

Kalau kita adalah orang yang istiqomah dalam mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya bukan berarti kita adalah orang yang paling bertakwa.

Kalau kita adalah orang yang suka menolong orang lain yang kesusahan, membantu orang lain yang ditimpa musibah dan ramah pada semua orang, bukan berarti kita adalah orang yang paling baik.

Apapun dan bagaimanapun pandangan orang tentang kita, entah itu dicerca atau dipuji; janganlah sampai membuat diri lengah. Tetaplah merendahkan hati. Tetaplah tawadhu'. Belajarlah dari tanaman padi; semakin berisi semakin merunduklah ia.

Merasa "PALING" hanya akan membuat KITA lupa diri. Lupa, kalau bukan karena petunjuk Allah mana mungkin kita bisa melangkah di jalan yang diridhoi-Nya. Kalau bukan karena nikmat Allah mana mungkin kita bisa meneguk manisnya iman. Kalau bukan karena rahmat-Nya mana mungkin kita bisa menjadi hamba yang taat.

Merasa "PALING" hanya akan meninggikan hati lalu orang lain pun menjadi rendah dalam pandangan kita. Padahal mereka yang saat ini belum paham agama boleh jadi adalah orang yang amalnya lebih banyak daripada kita yang paham tapi dipenuhi rasa ujub. Mereka yang saat ini belum menutup aurat boleh jadi adalah wanita yang ketika mendapat hidayah akhlaknya jauh lebih karimah daripada kita yang meski sudah lama menutup aurat namun masih kerap memandang sebelah mata. Mereka yang saat ini terjerat dalam kubang kemaksiatan boleh jadi adalah orang yang akan meninggal dalam keadaan khusunul khatimah karena selalu terngiang dosa-dosanya sehingga ia senantiasa memohon ampun pada Allah dengan penuh pengharapan dan rasa takut daripada kita yang walau rajin beramal namun tidak sadar hati telah disesaki riya, sum'ah dan sejenisnya.

Awal memang penting, namun akhirlah yang menentukan. Kita tidak pernah tahu akhir hidup seseorang akan seperti apa, jadi jangan pernah menjugdge, merendahkan atau meremehkan orang lain.

Kalau kata Almarhum Olga Syaputra; jangan pernah merendahkan orang lain karena kita tidak pernah tahu kapan seseorang itu diangkat derajatnya oleh Allah.

Jangan sampai nasib kita naas seperti iblis yang konon telah menyembah Allah beribu-ribu tahun namun akhirnya dikutuk dan terusir dari surga karena merendahkan manusia (Nabi Adam as) yang terbuat dari tanah liat kering hitam lagi berlumpur sedang ia tercipta dari api yang sangat panas.

Jangan sampai kita pun tergelincir dengan tipu daya dan bujuk rayu syaitan yang selama masa penangguhannya akan selalu berusaha menjerumuskan anak cucu adam ke jalan yang sesat.

Jangan mengira dengan menjadi orang shalih/shalihah kita telah terbebas dari gangguan syaitan. Justru di saat keimanan seorang hamba semakin kuat semakin kencang pula syaitan menggoda. Entah itu dengan memengaruhi hati agar condong melakukan amalan karena makhluk atau membisik-bisikkan sesuatu yang membuat diri merasa takjub dengan ibadahnya, dengan penampilann syar'inya, dengan hapalan Al-Qur'annya, dengan shalat malamnya, dengan puasa senin-kamisnya dan lain sebagainya.

Jangan sangka dengan banyaknya ibadah yang dilakukan kita pun merasa telah terbebas dari jilatan api neraka, bahkan merasa telah menggenggam surga.

Jangan sampai kita pun menganggap kuantitas ibadahlah yang akan memasukkan kita ke dalam surga, seperti sabda Rasulullah yang dikisahkan oleh malaikat jibril tentang si ahli ibadah yang telah beribadah selama 500 tahun. Ketika meninggal si ahli ibadah itu dihadapkan kepada Allah. Allah hendak memasukkannya ke dalam surga karena rahmat-Nya tetapi ia ngotot ingin masuk surga karena amal ibadahnya. Kemudian ditimbanglah antara amalan ibadahnya dan satu nikmat yang Allah berikan yaitu nikmat penglihatan. Sungguhn satu nikmat Allah itu jauh lebih berat daripada timbangan amalan ibadahnya selama lima ratus tahun. Allah pun memerintahkan malaikat agar menyeret si ahli ibadah itu masuk ke dalam neraka. Jika bukan karena pada akhirnya ia mengakui rahmat Allah-lah yang memasukkannya ke surga maka tentu akan sia-sia semua amal ibadahnya selama lima ratus tahun. Malah tiada artinya sama sekali bila dibandingkan dengan satu saja nikmat dari Allah.

Lalu bagaimana dengan kita? Berapa lama kita akan hidup? Sudah berapa banyak ibadah yang kita kerjakan? Jika seseorang yang menghabiskan masa hidupnya selama lima ratus hanya untuk beribadah kepada Allah azza wa jalla saja hampir di masukkan ke dalam neraka bahkan banyaknya amal ibadah yang ia lakukan selama itu tiada sebanding dengan satu nikmat Allah maka masih pantaskah kita memamer-mamer, memuji-muji, berbangga-bangga dan merasa ter-Paling.

Jangan sampai selama ini tubuh kita saja yang sibuk beramal lalu sedikit sekali kita menghadirkan hati dalam beribadah. Malah hati kita menyimpang sehingga yang timbul adalah perasaan semacam ujub, riya dan sombong. Ketahuilah, ketiga penyakit tersebut bukan menjangkiti pelaku maksiat, justru ketiganya menyerang orang-orang shalih/shalihah, para aktivis dakwah dsb. Bahayanya jauh lebih besar dari orang yang bermaksiat. Para pelaku maksiat mengetahui yang mereka lakukan adalah dosa dan ia mudah memohon ampun sementara orang-orang yang dijangkit rasa ujub, riya dan sombong tidak sadar dan mengira amalannya telah diterima oleh Allah Azza Wa jalla.

Jangan sampai karena anggapan merasa diri PALING, paling paham, paling alim, paling suci, paling ahli, paling baik, paling benar, paling dermawan, paling hebat, paling sabar, paling syukur, dan paling-paling yang lain membuat Allah pun ikut berPALING dari kita. Naudzubillahi min dzalik.

Tersebab demikian, maka sangat penting bagi kita untuk selalu berikhtiar menjaga hati dengan sebaik-baiknya dan menghalau kuat segala bisikan-bisikan syaitan. Beramallah dengan merunduk dan beribadahlah dengan tawadhu'. Sungguh, Allah menyukai mereka yang menghadap-Nya dengan penuh kerendahan hati, rasa takut dan harap. Bukan mereka yang meninggi hatinya, congkak lagi mengharap pujian dari manusia. Jika memang mau amal ibadah ibadah kita diterima maka lakukanlah segalanya dengan IKHLAS tanpa rasa ujub maupun merendahkan orang lain.

Dalam sebuah hadis Qudsi, Rasulullah bersabda, Allah berfirman; "Aku adalah sekutu yang Maha Kaya dari persekutuan. Siapa yang mengerjakan suatu pekerjaan, dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku padanya, Aku membiarkannya dengan sekutunya itu. Apabila hari kiamat tiba dihadirkan lembaran-lembaran yang telah distempel, ditegakkan dihadapan Allah lalu Allah berfirman kepada para malaikat-Nya. "Terimalah yang ini (masuk syurga) dan lemparkanlah yang ini (masuk neraka)." Para malaikat berkata "Demi keagungan-Mu, kami selalu melihat kebaikan padanya". Allah berfirman, "Ya, benar, tetapi itu selain Aku, dan pada hari ini, Aku hanya menerima orang yang hanya mengharap ridha dan pahala-Ku semata (ikhlas)"" (HR Muslim)

Rasulullah juga bersabda; "Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan UJUBnya seorang hamba terhadap dirinya sendiri" (HR at-Thobroni)

Sekian, segala kebenaran datangnya dari Allah Azza wa jalla dan segala luput khilaf datangnya dari diri pribadi.

Wallahua'lam bisshawab

Serui, 19 April 2015

#noteofmyself #selfreminder #justoshare

posted from Bloggeroid

Share
Tweet
Pin
No comments
#Berhentilah

Berhentilah mengejar dunia; kau takkan dapat apa-apa kecuali penyesalan.

Berhentilah merutuk diri dan mematut kesalahan masa lalu; Percuma! segalanya telah berlalu.

Berhentilah menuruti hawa nafsu; kalau tak mau celaka.

Berhentilah merendahkan orang lain; dirimu saja belum tentu baik.

Berhentilah berkhayal terlampau tinggi; bila jatuh sakitnya bukan main.

Berhentilah berharap pada manusia; pasti kan kecewa.

Berhentilah mencintai seseorang secara berlebihan dan terang-terangan, toh ia belum tentu jodohmu

Berhentilah beramal karena pujian; tak ada gunanya, sia-sia saja!

Berhentilah bertingkah pongah, membusungkan dada dan meninggikan hati; ketahuilah orang sombong pasti binasa.

Berhentilah menjadi orang yang tak paham agama, bisanya cuma ikut-ikutan; hati-hati nanti tersesat.

#Mulailah

Mulailah mengejar akhirat; niscaya kan beruntung.

Mulailah memperbaiki diri saat ini juga, jadikan kesalahan masa lalu sebagai ibrah; Masa depanmu in syaa Allah cemerlang.

Mulailah ikuti kata hati, turuti naluri; pasti kau selamat.

Mulailah menebar kebaikan pada semua orang: dengan begitu kau akan disayangi.

Mulailah mengukir mimpi yang indah; percayalah, suatu hari mimpimu akan menjelma nyata.

Mulailah menjulang harapan yang tinggi pada Allah; sungguh Allah tidak akan pernah mengecewakan hati.

Mulailah mencintai seseorang dengan sederhana dan diam-diam; Yakin! kalau jodoh pasti bertamu.

Mulailah beramal hanya karena Allah; balasannya nanti di syurga.

Mulailah bersikap tawadhu', merendahkan hati; Serupa padi, semakin berisi semakin merunduklah ia, semakin banyak pula yang cinta..

Mulailah belajar agama, cari ilmunya, pahami, amalkan dan bagikan; niscaya Allah akan menunjuki jalan yang lurus.

Aamiin Allahumma Aamiin

#Noteofmyself #Selfreminder

Serui, 15 April 2015

posted from Bloggeroid

Share
Tweet
Pin
No comments

Bismillahirrahmaanirrahiim


Apa kau tahu, berapa banyak dosa yang telah kuperbuat selama hidupku ini? Coba kau hitung ikan-ikan di lautan atau bintang-bintang di langit, sebanyak itulah dosa-dosa yang menyelimuti diriku. Bagaimana? Apa kau sudah menghitungnya? Aih, kau pasti mengira aku sekadar berguyon menyuruhmu menghitung sesuatu yang mustahil bisa kau hitung, iya kan? Tapi aku tidak sedang berkelakar, aku serius! Kalau kau tidak bisa menghitungnya, tidak mengapa, sebab kau maupun aku memang tidak akan pernah sanggup menghitung ciptaan Allah yang terhampar luas di langit dan di laut. Cukup kau tahu, seperti itulah dosa-dosaku. Tak berbilang jumlahnya.

Karena itu, berhentilah menyanjungku, sudahilah mengeluarkan kata-kata fantastis seolah kau begitu takjub. Jangan lagi memujiku dengan kalimat apapun. Apa yang kau lihat pada diriku, mungkin hanyalah fatamorgana. Kau bahkan sama sekali tak tahu apa-apa tentangku. Yang kau tahu hanyalah apa yang kutampakkan. Padahal yang kutampakkan belum tentu yang sebenarnya. Namun, memang demikianlah adanya. Selama ini aku hanya menampakkan yang baik-baik di depanmu, layaknya tak punya cela sehelaipun. Berlagak pura-pura, selalu berusaha tampil sesempurna mungkin, bukan saja di hadapanmu tetapi juga di hadapan semua orang.

Nyatanya aku tidak pernah sesempurna itu, tidak pernah sebaik yang kau kira. Bahkan kebaikan yang melekat tidak seberapa bila dibanding dengan keburukan-keburukan yang tak pernah aku tunjukkan padamu. Ketahuilah, kebaikanku hanya secuil sedang keburukanku menggunung tinggi. Mungkin sama banyaknya dengan dosa-dosa(ku) yang tiada bisa kau hitung itu.

Andai saja kau mengetahui segala keburukan yang kumiliki maka lidahmu itu pasti akan tertahan dan kau takkan lagi memuji-muji sedemikian rupa, sebaliknya kau akan menghujatku, menghina sejadi-jadinya atau malah berpaling, meninggalkanku selama-lamanya.

Dan bila hal itu benar terjadi, aku mungkin akan kehilangan muka. Namun, kini aku tiada peduli. Entah kau atau siapapun tahu atau tidak nantinya. Aku tiada akan peduli dengan semua hujatan, hinaan dan cacian yang dilemparkan manusia padaku. Bahkan sekalipun kau dan semua orang meninggalkanku, sungguh aku tiada peduli. Walau sesakit bagaimanapun rasanya. Aku benar-benar tiada lagi ingin peduli dengan semua itu.

Kau tahu, kenapa?

Karena aku tidak punya alasan apapun untuk malu padamu atau pada sesiapapun. Mungkin, aku telat menyadari ini. Setelah seringnya pujian datang silih berganti, barulah aku tersentak, menyadari bahwa sesungguhnya segala pujian itu tidak layak kuterima. Pujianmu saat ini hanya akan membuatku bersedih. Akan lebih baik bila kau caci maci diriku saja.

Sungguh, aku lebih rela bila kau menghinaku sepuasmu daripada mendengar ucapan yang tidak semestinya kau alamatkan padaku. Tersebab, setiap pujian yang kau layangkan kerap mengubah mimikku seketika. Entah tersipu atau merona. Kadang-kadang malah salah tingkah. Perubahan itu jelas mengundang resah gelisah, pun rasa takut.

Tahukah kau, pujianmu tampak begitu menyeramkan. Jauh lebih seram dari sekadar menonton film horor tengah malam. Bukan membuat senang, hatiku justru ketar-ketir ketakutan. Sayangnya kau tidak akan pernah tahu, seberapa kerasnya aku berjuang menghalau bisikan-bisikan syaitan agar tak sampai hatiku meninggi. Aku takut, takut sekali bila karena pujianmu diriku melambung. Ya, kau memang tidak akan pernah tahu apa yang selalu kurahasiakan darimu.

Sampai di sini, masih tidak sadarkah kebaikan siapa yang sedang kau puji itu? Atau janganlah terlalu jauh menyinggung kebaikan, apa saja yang kau lihat pada diriku. Paras, penampilan, kecerdasan atau apa? Sebutkanlah semua hal yang membuatmu lancang menyanjungku. Lantas setelah itu masih tidak sadarkah kau, milik siapa yang sedang kau puji itu? Jangan bilang kau juga mengira semua itu adalah milikku. Bukan, itu semua bukan milikku.

Sejatinya, semua yang melekat pada diriku ini adalah titipan dan nikmat yang Dia anugerahkan kepadaku. Jadi, jika kau ingin memuji maka jangan puji diriku, tetapi pujilah Dia yang telah mencurahkan segala kebaikan dan menutupi segala aib yang terselubung dalam setiap diri manusia. Dia-lah satu-satunya yang berhak menerima segala pujian, bukan aku pun kau. KITA hanyalah hamba-Nya yang dhoif lagi kerdil. Sedang Dia adalah Sang Penguasa yang Maha Besar.

Dialah ALLAH Azza Wa Jalla

"Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat kepada mereka. Bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat ( Al-Fatihah: 2-7)"

~

Apa kau tahu, berapa banyak nikmat yang Allah curahkan selama hidupku ini? Tenang saja, aku tidak lagi memintamu menghitung sesuatu yang mustahil bisa kau hitung. Tetapi coba kau perkirakan, jika jumlah ciptaan Allah yang ada di langit dan laut kau gabungkan, ditambah dengan yang ada di daratan dan di seluruh alam jagat raya ini maka semua itu masih sangat kurang untuk menyamai jumlah nikmat yang telah Allah berikan padaku. Nikmat-Nya sungguh lebih tak berhingga dibanding jumlah dosa-dosaku selama ini. Karunia-Nya sungguh jauh tak terkira dibanding segala aib yang melekat pada diriku.
Rahmat-Nya bahkan jauh lebih luas dari yang tak pernah kau bayangkan.

Aku pun tak kuasa melukiskannya. Oleh karena itu, ijinkanlah aku membagi beberapa kisah yang pernah aku temui kala menjelajahi dunia maya. Jika kau sudah pernah mendengar kisah ini sebelumnya, maka aku sekadar ingin mengingatkan kembali, jikapun tidak pernah kau mendengarnya, maka aku sekadar ingin agar kau pun tahu. Bacalah kisahnya dengan penuh penghayatan dan rasailah betapa deras kasih-Nya Allah kepada kita. Kalau perlu basahilah pipimu dengan air mata. Semoga dengan begitu, hatimu kian melembut.

#Kisah Pertama

Di masa nabi Musa as suatu kali lama tidak turun hujan dan menyebabkan musim kemarau berpanjangan. Orang-orang datang menghadap nabi Musa as dan mengatakan,

Dirikanlah shalat hujan bagi kami!”

Nabi Musa as mengajak kaumnya mendirikan shalat hujan dan memohon kepada Allah swt agar menurunkan rahmat-Nya bagi mereka. Orang yang shalat bersama nabi Musa as lebih dari 70.000 orang. Sekeras apapun mereka berusaha berdoa hujan tak kunjung turun.

Nabi Musapun bertanya pada Allah ; Ya Allah mengapa hujan tidak turun? Apakah kedudukanku di sisi-Mu tidak ada artinya ?”

Allah mewahyukan kepada nabi Musa as, Engkau mulia di sisi-Ku. Akan tetapi di tengah kalian terdapat seseorang yang telah bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun. Katakanlah padanya agar ia keluar dari barisan shalat sehingga
Aku menurunkan rahmat-Ku.

Namun Musa as berkata,“Ya Allah, suaraku amat lemah. Bagaimana mungkin suaraku dapat terdengar oleh 70.000 orang?”

Allah taala berfirman,“"Wahai Musa, sampaikan apa yang Kuperintahkan padamu. Aku akan jadikan mereka semua mendengar suaramu". Dengar suara lantang, nabi Musa as menyampaikan,

Barangsiapa di antara kalian yang telah bermaksiat kepada Allah taala selama 40 tahun maka hendaklah dia berdiri dan meninggalkan tempat ini. Dikarenakan perbuatan dosa dan
keburukannya Allah enggan menurunkan rahmat-Nya kepada kita.

Orang yang berbuat maksiat itu menoleh ke sekitarnya. Dia tidak melihat seorangpun yang keluar dari barisan shalat. Dia sadar dirinyalah yang dimaksud. Dia berkata pada diri sendiri,

Apa yang harus kulakukan? Jika aku bangkit berdiri maka orang-orang akan melihatku dan mengenalku. Aku akan malu di hadapan mereka Tetapi jika aku tidak keluar maka Allah tidak
akan menurukan hujan.

Pada saat itulah orang itu benar-benar bertaubat kepada Allah dari kedalaman hatinya dan menyesali segala perbuatan dosanya.

Tiba-tiba awan mendung datang dan hujan turun dengan lebatnya. Dengan penuh keheranan nabi Musa as bertanya kepada Allah,

Ya Allah tak seorangpun yang keluar dari barisan namun mengapa hujan turun juga?” Allah taala mewahyukan, Aku menurunkan hujan kepada kalian dikarenakan taubat orang yang telah menghalangi rahmat-Ku turun pada kalian.

Nabi Musa as memohon, Ya Allah, tunjukkanlah padaku siapa orang itu?” Allah taalag mewahyukan, Wahai Musa, ketika hamba itu bermaksiat pada-Ku, Aku menutupi dosa-dosanya. Dan ketika dia bertaubat pada-Ku maka Aku pun merahasiakan dirinya.

#Kisah Kedua

Ustadz Salim A Fillah dalam sebuah acara di masjid Sunda Kelapa pernah bercerita tentang orang-orang yang berjuang move on dari berbagai ujian yang datang kepada mereka.

Beliau bercerita tentang Nabi Yusuf a.s. Di tengah-tengah cerita, beliau bertanya kepada jama'ah, Siapa nama perempuan yang menggoda Nabi Yusuf as?”

Zulaikha,” jawab jama'ah kompak.

Dari mana tahunya bahwa nama perempuan itu Zulaikha? Allah tidak menyebutnya dalam Qur'an.”
Reflek jama'ah menjawab, “Dari hadits. Hadits mendukung kisah yang ada dalam Qur'an dengan lebih detil.

Mengapa Allah tidak menyebut nama Zulaikha dalam Qur'an?”

Semua jama'ah diam. Ustadz Salim melanjutkan
penjelasannya.

Karena perempuan ini MASIH MEMILIKI RASA MALU. Apa buktinya bahwa ia masih memiliki rasa malu? Ia menutup tirai sebelum menggoda Yusuf. Ia malu dan tidak ingin ada orang lain yang tahu tentang perbuatannya.

Dan Allah menutupi aib orang-orang yang masih memiliki rasa malu di hatinya, dengan tidak menyebut namanya dalam Qur'an.”

Betapa Allah Maha Baik. Tak hanya sekali, namun berulang kali Allah menutup dosa-dosa kita. Hanya karena masih memiliki rasa malu, Allah tidak membuka identitas kita.

Pernahkah ada seseorang yang nampak baik di hadapan orang lain? Apakah semua karena begitu banyaknya kebaikan yang dilakukan orang itu?
Atau karena Allah telah menutupi aib orang itu?
Mungkin ada yang mengganggap saya, kamu, kita adalah orang yang baik.

Jika saja mau jujur, sungguh itu bukan karena kebaikan kita. Itu semata karena Allah masih menutupi segala aib kita. Jika tidak, maka
habislah kita. Terpuruk, seterpuruk-terpuruknya. Malu, semalu-malunya. Hina, sehina-hinanya. Seperti tak ada lagi tempat tersedia untuk menerima kita.

Kita harus berusaha menutupi aib orang lain sebagaimana Allah yang Maha Baik telah menutupi aib kita selama ini. Mari berdoa seperti yang dicontohkan sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq r.a,

"Ya Allah, jadikan diriku lebih baik dari sangkaan mereka. Janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah aku lantaran ketidaktahuan mereka."

Sekian, catatan ini tergores. Petiklah apa yang bisa dipetik. Adapun segala kebaikan datangnya dari Allah swt dan segala keburukan berasal dari diri yang kerdil ini.

Wallahu a'lam bisshawab

Share
Tweet
Pin
No comments
Bismillahirrahmaanirrahiim


27 Juli 2013. Seseorang mengirim sebuah pesan yang ia layangkan ke inbox facebook saya. Saya lalu menelusuri rangkaian kata yang tertera di sana dengan napas seketika sesak sambil sesekali menelan ludah. Isinya berupa curahan hati seorang lelaki menyoal wanita. Wajah saya sempurna pias ketika sampai di baris terakhir dan mendapati pertanyaan yang menghentakkan naluri saya sebagai seorang wanita yang mengaku diri muslimah. Malu? Tentu saja. Apalagi yang menyampaikan pesan tersebut adalah seseorang yang juga lelaki. Bagai kedapatan dipergoki tengah melakukan kesalahan. Saya seolah ditegur, dinasehati baik-baik olehnya. Saya tahu, lelaki itu sama sekali tidak bermaksud menyudutkan terlebih menghakimi namun pesannya jelas-jelas membuat saya tersinggung. Sangat. Saya malu, malu sekali.

~

Pernah ada seorang laki-laki curhat, Beliau GELISAH dengan kondisi "Wanita-Wanita" yang
suka menampakan foto-fotonya di FB. Terlihat begitu kecewa melihat realita yang terjadi di
kalangan kaum hawa saat ini. Dengan nada lirih, mungkin dari lubuk hatinya yang terdalam,
beliau menyampaikan "saya tidak TERTARIK dengan Wanita-wanita yang memajang fotonya di FB, harusnya mereka bisa lebih menjaga, bukan calon pasangan IDEAL karena BELUM BISA menjaga IZZAHNYA (Kehormatannya) dan membiarkan kecantikanya dinikmati oleh orang-orang yang TIDAK BERHAK"

Seorang Wanita yang menampakkan foto dirinya di internet mungkin telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur.

Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di
hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampak kan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.

Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al- Qur’an dan juga hadits, antara lain : “"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok


kepala mereka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian. (H.R Muslim no. 3971 & 5098)

Apabila seorang Wanita menampakkan gambar dirinya di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (RASA MALU). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian.


Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: "Sesungguhnya setiap
agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu"” sabda beliau yang lain; “"Malu adalah
bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga".
Allah Azza wa Jalla juga menjadikan kewajiban berhijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan
diri dari maksiat) dalam firman-Nya; "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu , anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59

Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan
jelek (dosa), karena itu “mereka tidak diganggu. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah ; karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka. Wallahua'lam

Maka pertanyaan terakhir, Sudah siapkah anda MENEKAN DELETE BUTTON di FB anda (saudariku)? Redhakah laki-laki yang sudah
dipersiapkan Allah untuk menjadi pasangan hidupmu? karena mereka lah yang berhak terhadap kecantikan yang kamu miliki.
Ataukh lebih redha fotomu dilihat jutaan mata? Jawabnya: ITU HAK SAUDARIKU MUSLIMAH, KAMI HANYA IKUT MENYAMPAIKAN

~

Demikian isi pesan tersebut. Bagaimana tidak tersinggung bila isinya terang-terangan menyangkut kebiasaan saya selama ini yang begitu hobi memajang foto di FB? Bagaimana tidak malu bila teguran itu justru berasal dari kaum adam bukan datang dari kaum hawa? Lantas bagaimana reaksi saya setelahnya?

Diam, acuh saja, tidak peduli atau bersikap antusias menanggapi. Ah, nyatanya rasa malu dan ketersinggungan yang muncul tidak serta merta menghentikan kebiasaan saya mengunggah foto di FB. Walau hati kecil berkata iya, membenarkan pesan tersebut. Seharusnya sebagai wanita yang mengaku muslimah, saya lebih bisa menjaga izzah dan tidak menampakkan apa yang bisa menarik perhatian lelaki. Toh, kalau pun pesan tersebut tidak benar mana mungkin saya tersinggung? Bukankah orang-orang hanya akan tersinggung bila memang benar adanya demikian.

Awalnya memang saya malu dan tersinggung. Karena itu untuk beberapa saat setelah menerima pesan tersebut saya sengaja mengganti foto profil dengan foto yang bukan foto diri saya, sesaat pula saya tidak lagi mengunggah foto yang menampakkan diri saya. Namun sesaat kemudian, sehari setelahnya akal saya mulai memungkiri kata hati yang sempat terselip.

Apa salahnya menggunggah foto di FB, FB kan cuma dunia maya, apalagi foto yang saya unggah juga tidak menampakkan aurat kok?

Akhirnya saya berdalih. Mencari-cari pembenaran. Mengabaikan pesan tersebut. Layaknya nasehat yang sekejap masuk melalui telinga kanan sekejap pula keluar lewat telinga kiri. Bahkan saya hampir lupa dengan pesan tersebut hingga kini, dua tahun sudah berlalu.

Dan di sinilah saya sekarang. Setelah beberapa hari lalu sengaja mengubek-ubek pesan masuk di FB demi mencari keberadaan pesan tersebut. Bersyukur, karena pesan dari lelaki itu masih bisa saya temukan dalam keadaan utuh.

Dan di sinilah saya hari ini. Setelah berulang-ulang membaca kembali nasehat yang ditujukan pada saya (dan seyogyanya juga tertuju pada setiap wanita yang mengaku muslimah) otak saya seperti direcoki berbagai rupa pikiran perihal kebiasaan memajang foto diri di FB.

Lalu pertanyaan yang dua tahun lalu sempat terbesit tetiba menyergap...

Apa salahnya?

Dari Usmah bin Zaid radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalanku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita.” [HR. Muslim
(2740)]

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wassalam bersabda, Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah dunia dan takutlah kalian akan fitnah kaum wanita. Karena sesungguhnya fitnah pertama di kalangan Bani Isra’il adalah
dalam masalah wanita.” [HR. Muslim (2742)]

Di masa lalu, saya pernah menyalahkan lelaki menganggap mereka semua brengsek, lantas berkesimpulan bahwa tidak ada lelaki yang benar-benar baik dan begitu tulus mencintai wanita. Statmen itu sekonyong-konyong saya tumpahkan lewat tulisan karena hati yang sudah terlanjur sering kecewa dan disakiti oleh beberapa orang dari jenis mereka. Tidak semuanya memang. Tetapi ah, sama saja. Mereka kerap bilang begini; jangan samakan saya dengan yang lain, lalu apa bedanya bila akhirnya yang selalu saya temui adalah lelaki yang hanya datang menawarkan cinta dan pergi meninggalkan luka.

Dan lihatlah apa yang saya lakukan. Berkali-kali disakiti tidak membuat saya jera untuk kembali menjalin hubungan dengan lelaki lain. Berulang-ulang kecewa pun tidak menghentikan saya untuk berharap dan memintal asmara yang baru? Bukankah itu berarti saya sendiri yang membuka peluang untuk disakiti?

Seringpula saya turut melimpahkan semua kesalahan pada lelaki yang tidak mau bertanggung jawab setelah menghamili wanita yang diklaimnya sebagai kekasih. Seperti pandangan pada umumnya, mana ada wanita yang memperkosa lelaki, selama ini kan yang paling sering menjadi korban dalam kasus pemerkosaan adalah wanita. Jelas dong, lelaki yang paling patut dipersalahkan bila terjadi kasus pemerkosaan maupun married bye accident yang menimpa wanita. Dan selama itu, saya selalu lebih memihak pada wanita, walau sebenarnya di antara keduanya (terutama bagi lelaki dan wanita yang melakukan hubungan intim di luar pernikahan atas dasar suka sama suka) tidak ada yang paling patut dipersalahkan karena keduanya sama besar salahnya.

Namun sekarang, saya hendak mengemukakan pandangan berbeda. Mungkin lebih tepatnya saya tidak lagi berpihak pada wanita yang selama ini diberitakan paling banyak menjadi korban seksual laki-laki. Lewat catatan ini saya ingin menyatakan keberpihakan saya pada kaum lelaki meskipun saya sangat membenci perilaku mereka yang seenaknya merengut kehormatan wanita begitu saja.

Sungguh, wanita yang menyerahkan kehormatan dirinya pada lelaki itulah yang bodoh. SANGAT BODOH. Mana ada api kalau tidak ada asap. Mana ada semut kalau tidak ada gula. Mana ada lelaki yang berani mendekat kalau bukan karena wanita itu sendiri yang memberi peluang agar dirinya bisa didekati? Mana mungkin seorang lelaki berani menyentuh wanita kalau bukan karena wanita itu sendiri yang membiarkan dirinya untuk disentuh?

Coba deh pikirkan, mengapa gula selalu dimasukkan ke dalam sebuah toples atau tempat yang tertutup rapat? Jawabannya tentu karena gula rasanya manis dan semut selalu suka dengan yang manis-manis. Pesona manisnya gula yang begitu menggodalah yang mampu mengundang datangnya semut. Sehingga apabila penutup tempat berisikan gula dibiarkan terbuka, maka tunggulah, tidak perlu waktu lama bagi semut untuk datang mengerubungi dan mencicipi manisnya gula itu.

Jika diibaratkan; wanita adalah gula dan semut adalah lelaki. Maka seperti halnya gula yang memiliki pesona manis, dalam diri wanita pun tersimpan pesona yang begitu indah nan memukau yang bila ia dibiarkan terbuka akan mengundang datangnya sembarang lelaki.

Sayangnya, gula cuma benda mati sehingga ia tidak bisa memberontak atau mempertahankan diri bila dikeroyoki semut. Semut pun meski tergolong makhluk hidup namun ia tidak dianugerahi akal serupa manusia. Semut hanya mengikuti instingnya saja tanpa peduli boleh tidaknya mencicipi manisnya gula yang bukan miliknya.

Sedangkan lelaki dan wanita adalah sama-sama makhluk hidup dan juga sama-sama memiliki akal, yang dengan akalnya itulah mereka seharusnya mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Wanita yang berakal tentu tidak akan membuka dirinya sendiri. Membuka diri yang saya maksud di sini adalah menampakkan aurat dengan berpakaian seksi, bersikap tabbaruj (berhias demi menarik perhatian kaum adam) serta membiarkan dirinya didekati dan disentuh oleh para lelaki. Karena ia tahu perbuatan membuka diri adalah perbuatan yang salah. Lelaki yang berakal pun akan berusaha menahan godaan untuk tidak menyentuh wanita yang bukan mahramnya, karena ia tahu bahwa perbuatan menyentuh sesuatu yang bukan miliknya adalah menyimpang dari kebenaran.

Namun ternyata, memiliki akal saja belum cukup menjamin lelaki dan wanita dapat selamat dari perkara keji yang menjerumuskan ke dalam lembah kemaksiatan. Ilmu harus disertai dengan iman. Maka keimananlah yang dapat menyelamatkan. Sebab, seseorang tidak akan melakukan perbuatan keji sedang ia dalam keadaan beriman.

Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang pezina ketika berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah seorang pencuri ketika mencuri itu dalam keadaan beriman dan tidaklah seorang peminum khamr itu ketika meminumnya dalam keadaan beriman" (HR Bukhari)

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda, "Apabila seorang lelaki berzina, keimanan akan keluar dari (hati)nya dan iman itu bagaikan tenda baginya, apabila dia mencabutnya (dosanya) dengan taubat dan meminta ampunan, maka keimanan itu akan kembali lagi kepadanya" (HR Abu Dawud)

Sebagaimana kisah nabi Yusuf as yang berhasil terlepas dari godaan Zulaikha, majikannya yang merupakan wanita cantik dan juga kaya raya. Jika bukan karena iman yang terpatri kuat dalam hati mana mungkinlah seorang nabi Yusuf as terlepas dari jeratan Zulaikha dan dapat berkata seperti ini: “"Ya Allah, lebih baik hamba dipenjara daripada harus bermaksiat kepada-Mu."

Maka pantaslah Allah Azza Wa jalla menggolongkan seorang lelaki yang apabila dirayu oleh wanita bangsawan (kaya) lagi rupawan (cantik) maka ia berkata ; "sesungguhnya saya Takut kepada Allah" ke dalam salah satu dari tujuh golongan yang akan dinaungi pada hari dimana tiada naungan selain naungan-Nya. Oleh sebab wanita adalah cobaan terberat sekaligus paling membahayakan bagi para lelaki. Buktinya, lihatlah di sekeliling; betapa banyak lelaki di luaran sana yang telah terjerumus dalam kubangan kemaksiatan karena (fitnah) para wanita.

Sampai di sini, mungkin sudah jelas, akar permasalahan utama timbulnya perzinahan bersumber dari wanita. Apabila wanita pandai menjaga izzah, tidak asal tebar pesona, tidak sufur maupun tabbaruj atau sengaja memamerkan/menampakkan wajah dan postur tubuhnya kepada yang bukan mahramnya mengingat semua yang ada pada dirinya adalah fitnah paling berbahaya bagi kaum lelaki, maka insya Allah kasus-kasus semacam kekerasan seksual, hamil di luar nikah dan aborsi pun tidak akan sampai merajalela dimana-mana.

Saya tetiba jadi berpikir seperti ini; meskipun wanita dikatakan sebagai sumber fitnah terbesar bagi lelaki, sekaligus menjadi akar dari timbulnya perzinahan namun bukan berarti kesalahan patut dilimpahkan sepenuhnya kepada mereka. Baiklah, sekarang saya tidak akan lagi berpihak pada keduanya, baik lelaki maupun wanita. Tetapi saya ingin katakan seperti ini. Betapa sempurnanya Islam. Betapa Allah sangat memuliakan kaum wanita. Ia menurunkan perintah mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh (Al-Ahzab : 59) dan menutup kain kudung ke dada (An-Nur : 31) hanya khusus kepada kaum wanita. Dan karena semua yang melekat pada diri wanita adalah fitnah maka Allah mewajibkan setiap wanita muslimah yang sudah baligh untuk berhijab atau menutupi aurat mereka yang hampir meliputi seluruh tubuh (kecuali wajah dan telapak tangan). Yang dengan hijabnya itulah seorang wanita akan senantiasa terlindungi dan terjaga izzahnya. Sebaliknya, perintah berhijab itu juga mendatangkan rasa aman bagi kaum lelaki. Karena setidaknya, dengan berhijabnya seorang wanita maka berkurang pulalah beban lelaki dalam menghadapi cobaan paling membahayakan mereka yakni fitnah (wanita).

Sebaliknya, perintah menudukkan pandangan Allah turunkan tidak hanya dikhususkan bagi kaum lelaki saja atau wanita saja. Tetapi bagi keduanya. Mungkin karena hal demikian sehingga si lelaki itu sengaja mengirimkan pesan tersebut kepada saya. Sebagai lelaki muslim wajarlah kiranya bila ia senantiasa berusaha menundukkan pandangan dalam artian tidak ingin jatuh terpesona pada keindahan wanita yang bukan mahramnya. Namun bagaimana lelaki itu kuasa menundukkan pandangannya bila banyaknya foto wanita yang cantik-cantik dengan gaya yang memukau dan senyuman yang manis berceceran di dunia maya. Tidakkah wanita juga mempunyai kewajiban yang sama untuk menundukkan pandangan, baik di nyata maupun maya. Yakni, dengan tidak mempertontonkan bentuk tubuhnya dan memamerkan wajahnya yang dapat menarik perhatian lelaki asing.

Maka di sinilah letak kesalahannya, sebagai wanita muslimah, tidak seharusnya diri menampakkan apa yang bisa menarik perhatian lawan jenisnya, apalagi bila memang niatan memajang foto diri agar bisa dilihat dan dipuji orang banyak. Kalaupun belum bisa menjaga pandangan, tidakkah cukup dengan membantu saudara-saudara (lelaki) di maya untuk menundukkan pandangannya, dengan tidak lagi memajang foto yang dapat menggoda, menyadari betapa berbahayanya (fitnah) diri bagi mereka

Tapi kan cuma di dunia maya?

Dunia maya ya dunia maya. Dunia nyata ya dunia nyata. Dulu, iya, di awal-awal baru mengenal internet saya sempat berpikiran semacam itu. Memisahkan dunia maya dan dunia nyata. Menganggap dunia maya tidak terkait dengan dunia nyata. Tetapi, sekarang saya mendapati dunia maya telah menyatu dengan dunia nyata. Toh, baik dunia maya maupun dunia nyata sama saja, sama-sama masih berinteraksi di dunia. Bedanya, hanya tidak berinteraksi secara langsung. Itu saja, kan?

Nah, belakangan kemarin saya sempat kaget dengan beberapa pemberitaan media sosial terkait orang-orang yang karena sembarang update status di dunia maya, entah itu karena menghina suatu daerah, menjelek-jelekkan kepala negara atau karena curhat tentang gurunya sehingga mereka sampai diseret ke ranah hukum. Bahkan ada yang sampai di penjara. Padahal, kan cuma dunia maya?

Dunia maya sendiri baru berkembang pesat di negeri ini setelah memasuki tahun 2000-an. Malahan di tahun 2010, saat saya baru memesiunkan seragam putih-biru pesatnya belum sampai seheboh sekarang. Setidaknya belum ada aturan, hukum dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat dunia maya. Sejauh ini yang diperketat hanya situs-situs yang berbau pornografi dan pornoaksi, meski begitu masih banyak ditemukan anak-anak di bawah umur yang bebas mengakses situs tersebut. Anehnya, dari sekian banyak situs berbau porno yang masih bebas diakses oleh masyarakat luas, pemerintah(menkominfo dan BNPT) malah memblokir beberapa situs islam yang katanya radikal dengan alasan khawatir beberapa konten yang dimuat dapat memengaruhi pemikiran kawula muda.

Sampai di sini, saya tidak ingin membahas lebih jauh terkait dunia maya, mengingat catatan ini sudah lumayan panjang. Namun saat menyinggungnya, saya baru tersentak akan satu hal; ternyata tugas syaitan jaman sekarang tidak hanya menggoda manusia di dunia nyata melainkan juga di dunia maya. Mungkin tanpa disadari, fitnah (wanita) di dunia maya boleh jadi lebih berbahaya daripada dunia nyata. Terlebih, di dunia maya kan belum ada aturan-aturan pasti dan hukum tetap yang berlaku. Sehingga orang-orang masih bebas berekspresi, berbuat sesukanya, diam-diam tanpa malu-malu. Maka, sebagai seorang muslimah tidakkah sebaiknya lebih berwaspada. Walau memang cuma di dunia maya, namun bukan berarti tidak ada fitnah di sana. Orang-orang bahkan sebenarnya lebih berani unjuk muka di dunia maya daripada dunia nyata.

Awalnya sih dari pertemanan biasa di salah satu jejaring sosial. Si cewek rupanya hobi banget upload foto-foto dirinya yang memesona di facebook. Gegara foto-fotonya yang begitu menggoda, kepincutlah si cowok. Maka demi ngegaet perhatian si cewek, si cowok mulai mengeluarkan jurus pedekate. Mulai dari memberi jempol setiap kali si cewek update status atau upload gambar, juga tidak pernah ketinggalan meninggalkan komentar, sok kenal sok akrab gitu. Duh, cewek siapa sih yang gak suka status atau gambarnya dilike dan dikomentarin. Mulai ke-GR-an lah si cewek. Suatu hari si cowok pun memberanikan diri menyapa si cewek lewat inbox dan si cewek karena sudah ke-GR-an lebih dulu dengan senang hati membalas sapaan tersebut. Mereka lalu berkenalan. Kemudian hari-hari berikutnya mereka jadi keseringan ngobrol via inbox FB. Entah itu sekadar bertanya kabar atau berbincang basa-basi. Lama-lama semakin akrablah mereka di dunia maya. Sampai akhirnya si cowok ngajakin ketemuan di dunia nyata dan si ceweknya tanpa pikir panjang mau-mau aja ketemu sama cowok yang belum pernah ia temui dan baru dikenalnya beberapa waktu lalu di dunia maya. Mending, kalau si cowok yang ngajak ketemuan itu adalah cowok yang baik-baik, lha bagaimana kalau tidak?

Akhirnya, sudah banyak kan kasus kriminal baik itu penipuan maupun tindak kekerasan yang bermula dari dunia maya? Remaja yang di culik oleh teman mayanya? Ada, banyak. Wanita yang diperkosa oleh lelaki yang dikenalnya melalui FB? Tidak sedikit. Seseorang yang akhirnya bunuh diri atau membunuh kekasih mayanya hanya gegara wajah yang dikenalinya lewat foto di jejaring sosial tak sama dengan aslinya? Juga ada.

So, masih mau bilang cuma dunia maya? Padahal dunia maya boleh jadi adalah cerminanmu lho di dunia nyata, wahai muslimah. Entah itu, asli, palsu atau sekadar pencitraan. Hanya dirimu dan Allah-lah yang tahu hatimu. Maka biarkan hati tersinggung dengan sabda sentilan Rasulullah saw ini ; Kalau kau tak punya malu, berbuatlah sesukamu, agar tak sampai diri kehilangan HAYa-nya.

Juga tidak menampakkan aurat kok?

Saya pertama kali menutup aurat ketika baru duduk di bangku kelas VII SMP. Kala itu, wanita-wanita yang menutup auratnya di daerah tempat tinggal saya masih bisa dihitung dengan jari. Siswi yang berkerudung di sekolah saya pun masih sangat sedikit, tidak lebih dari lima orang.

Sekarang, setelah sebelas tahun berlalu, masya Allah, perubahan itu sedemikian cepat. Saya bahagia ketika mendapati orang-orang di sekitar saya banyak yang telah memanjangkan pakaiannya dan menutupi mahkota yang ada di kepalanya. Teman-teman wanita saya yang dulunya sebagian besar membiarkan rambutnya tergerai bebas dan pakaianya minim-minim pun alhamdulillah sekarang rata-rata sudah pada berhijab. Malah banyak yang cara berjilbannya lebih rapi, lebih modis dan lebih tertutup daripada saya.

Sebaliknya, saya merasa sangat sedih ketika melihat teman wanita saya yang dulunya berhijab sekarang lebih memilih menampakkan auratnya. Perasaan sedih itu juga yang menyeruak ketika mendapati diri saya yang sudah bertahun-tahun berhijab namun belum paham benar hakikat dari hijab itu sendiri.

Nyatanya, lamanya berhijab bukanlah menjadi penentu paling berimannya seseorang. Saya butuh waktu sepuluh tahun lebih untuk benar-benar paham akan hal ini. Paham, bahwa hijab bukan sekadar kewajiban. Bukan sekadar busana. Bukan sekadar penutup . Tetapi ia adalah suatu bentuk komitmen diri, dari seorang hamba kepada Tuhan-Nya. Sehingga, ketika seseorang memutuskan berhijab maka bukan cuma hijabnya yang berfungsi menjaga dan melindungi dirinya namun ia pun harus menjaga dan melindungi hijabnya. Inilah yang tidak saya pahami dari awal :') Selama kurang lebih sepuluh tahun, busana yang diperintahkan Allah ini telah melindungi dan menjaga saya dengan sangat baik sebaliknya saya tidak pernah benar-benar menjaga dan melindunginya dengan baik, dengan iman, dengan ibadah, dengan sikap, dengan perangai, dengan akhlak, dengan kecintaan, dengan dzikir, dengan syukur, dengan berbagi, dengan kepatuhan, dengan menundukkan pandangan, dengan menjaga kemaluan, dengan meninggalkan perkara-perkara syubhat, dengan menuntut ilmu, dengan senantiasa menjaga HATI, dsb

Akibatnya, bila seseorang tidak turut menjaga dan melindungi jilbabnya maka mungkin layaknya persis seperti orang yang shalat tanpa khusyuk. Padahal ruhnya shalat adalah khusyuk maka ruhnya hijab adalah akhlak dari pemakainya. Sebab, hijab hanyalah benda mati yang benar-benar baru akan berfungsi ketika pemakainya paham benar. Hijab adalah bukti nyata cinta-Nya Allah kepada wanita dan hijab adalah bentuk kepatuhan wanita pada Tuhan-Nya.

Bukanlah hijab yang sebenarnya memuliakan, tetapi Allah. Bukanlah hijab yang sebenarnya melindungi, tetapi Allah. Bukanlah hijab yang sebenarnya menjaga, tetapi Allah. HIJAB hanyalah sebagai perantara Allah untuk memuliakan, melindungi, menjaga sekaligus membedakan wanita muslimah dengan wanita musyrik maupun kafir. Maka, sesungguhnya esensi dari HIJAB bukanlah pakaian luar yang tampak kasat mata melainkan pakaian dalam yang tersembunyi yang hanya Allah Azza wa jalla yang tahu. Bukankah sebaik-baik pakaian adalah TAKWA?

Rasululah saw bersabda; Sesungguhnya TAKWA itu adanya di sini (beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali) HR. Muslim. Maksudnya yang ada di dalam dada, yakni; HATI.

Dalam hadis yang lain beliau juga bersabda ; "Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan rupa dan harta yang kalian miliki. Tetapi Allah melihat hati dan amalan kalian (HR. Muslim)

Tentu, semua wanita yang ber-TAKWA pasti akan ber-HIJAB namun tidak semua wanita ber-HIJAB adalah wanita yang ber-TAKWA.

Jadi, usah heran bila melihat banyak wanita muslimah sekarang yang alhamdulillah sudah menutup aurat namun belum maksimal, apalagi bagi yang memutuskan berhijab hanya karena ikut-ikutan trend fashion hijab stylish. Tetapi itu bukan masalah, malah merupakan langkah awal yang bagus. Setiap pemahaman kan butuh proses. Ada yang prosesnya lambat, ada yang cepat dan ada juga yang lama. Nikmati saja dulu proses tersebut sambil terus berikhtiar dengan mencari ilmunya dan tak henti meminta pada Allah agar diberi pemahaman yang mendalam mengenai hakikat HIJAB.

Nah, terkait persoalan memajang foto diri sendiri di FB maupun di media sosial lainnya, sekalipun tidak menampakkan aurat alias sudah tertutupi hijab maka saya ingin menanggapinya dengan bertanya terlebih dahulu pada hati.

Sudah benarkah? Apakah tidak akan menimbulkan fitnah nantinya? Bagaimana bila foto wajah saya menarik perhatian lelaki asing yang melihatnya? Sebenarnya sih wajah saya kalau menurut orang lain gak cantik-cantik amat, sedang-sedang saja jadi kalaupun foto diri saya gak sampai menimbulkan fitnah atau mengundang perhatian lelaki maka saya akan sangat bersyukur. Namun, sebagai muslimah saya harus tetap berwaspada. Seperti yang sudah saya jelaskan sedikit di catatan Ada Apa dengan Selfie bahwa yang dikhawatirkan dari seseorang yang berfoto baik selfie maupun difoto orang lain adalah timbulnya penyakit hati, yakni ujub, riya dan takabbur.

Apakah sudah yakin nih, dengan mengupload foto berhijab di FB maupun jejaring sosial lainnya tidak akan memunculkan ketiga penyakit hati tersebut? Kalau yakin, ya silahkan, sah-sah saja. Kalau saya sih gak yakin, apalagi setelah menyadari gak ada gunanya pajang foto yang menampakkan wajah saya. Apalagi selama ini foto yang saya pajang di media sosial adalah foto-foto yang memang sudah dipilah pilih sebelumnya. Dari dulu saya memang tidak pernah berani mengupload hasil foto diri yang saya anggap jelek ke media sosial. Artinya, benar kan? Memang niatnya cuma biar dilihat banyak orang :( __

Bahkan bukan cuma foto menampakkan wajah, belakangan ini saya juga mulai terusik dengan foto-foto diri yang sengaja diambil dari belakang atau samping dan hanya menampakkan jilbab saya yang menjuntai. Foto macam itu insya Allah memang tidak akan menimbulkan fitnah bagi lelaki, tetapi bagaimana dengan hati saya?

~

Allah, jauhkanlah saya dari segala penyakit hati yang semacam itu. Saya tidak ingin terjerembab dalam kubangan dosa yang tidak saya sadari. Saat menulis catatan ini pun, hati saya kerapkali diselimuti kekhawatiran. Di satu sisi diri merasa masih belum pantas namun di sisi lain tiada maksud selain menjadikan catatan ini sebagai media untuk menasihati dan menginstropeksi diri sendiri sekaligus hanya ingin berbagi kebaikan.

Adapun sebagian besar tulisan dalam catatan ini adalah opini saya pribadi berdasarkan apa yang pernah saya baca, nonton, lihat, dengar dan rasakan, dengan menyelipkan untaian nasehat kepada kaum wanita yang sengaja saya copas dari pesan yang pernah dikirimkan seseorang kepada saya serta mengutip beberapa firman Allah Azza Wa Jalla dan sabda Rasulullah saw yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis.

Akhirnya, segala pilihan kembali pada diri. Setiap orang berhak menentukan pilihan, namun kalau boleh saya menyarankan, pilihlah yang terbaik. Sesuai kata hati. Jangan hanya menuruti nafsu. Entah masih ingin pajang foto di FB maupun media sosial lainnya atau tidak, itu adalah hak masing-masing individu. Sepeti kalimat tertera dalam pesan di atas yang sengaja saya kutip kembali di sini ; ITU HAK SAUDARIKU, MUSLIMAH. KAMI HANYA IKUT MENYAMPAIKAN.

Sesungguhnya segala kesempurnaan itu hanya milik Allah Azza Wa Jalla dan segala kekeliruan maupun kesalahan yang terpoles dalam catan ini semata-mata adalah karena kesalahan saya pribadi.

Wallahu a'lam bisshawab

Serui, 12 April 2014.
posted from Bloggeroid
Share
Tweet
Pin
No comments
Bismillahirrahmaanirrahiim

Dulu itu saya orangnya paling gak pede berhadapan dengan kamera. Apalagi kalau fotonya bareng teman-teman se-sekolahan. Alamak! Mendadak badan saya meradang, gemetar. Terlebih bila mendapati gambar diri saya yang hasilnya gak bagus, beda jauh dengan gambar teman-teman saya yang gayanya selalu oke pake bingit. Bikin ngiri. Nyali saya kemudian menciut. Kayaknya, saya emang gak punya bakat jadi foto model. Karena itu, saking gak pedenya saya lebih sering menjepret diri sendiri.

Ups! Saya baru nyadar, dari dulu saya udah doyan selfie rupanya. Cuma bedanya, kalau dulu (saat istilah selfie belum muncul di permukaan) saya ngejepret diri sendiri karena gak PD maka sekarang (ketika selfie telah terkenal bahkan menjadi trend) saya menjepret diri sendiri karena kelewat PD. Mungkin.

Sekarang saya memang udah gak demam bila berhadapan dengan kamera. Malah sebaliknya, setiap ngumpul bareng teman selalu saja ada moment yang kami abadikan lewat bidikan lensa yang merekam gambar. Kalau dulu saya yang paling gak berani menawarkan diri buat foto bareng kecuali bila diajak, maka sekarang saya yang paling getol ngajak foto bareng. Dulu juga, saya kalau selfie selalu dalam kamar yang sengaja ditutup rapat lalu dikunci biar gak ada yang ngintipin. Malu dilihat orang. Nah sekarang, jangan ditanya lagi, jangankan di luar kamar, di luar rumah, di tempat umum pula saya udah gak segan-segan buat berselfie ria.

Entah kemana perginya ketidak-PD-an yang melekat pada diri saya dulu. Seharusnya saya senang karena udah gak katrok bila dijepret, udah berani foto bareng teman, pun tak malu-malu memperlihatkan hasil selfie saya pada banyak orang, tapi makin ke sini hati saya kok malah resah. Merasa ada yang tidak beres dengan sikap saya yang suka pasang gaya setiap melihat kamera. Merasa ganjil dengan setiap foto diri sendiri yang saya unggah ke media sosial.

Bermula dari reaksi gembira ketika mendapati hasil jepretan saya bagus, kalaupun hasilnya kurang memuaskan saya akan menghabiskan banyak waktu untuk selfie berulang kali sampai mendapatkan hasil terbaik. Atau biar instan saya langsung mengandalkan aplikasi semacam camera360, beautyplus, retrica, dkk. Setelah memilah-milah foto yang menurut saya paling bagus maka dengan lekas tangan saya mengunggahnya ke media sosial. Menunggu reaksi orang-orang yang melihat. Tidak jarang pula saya membandingkan foto saya dengan foto teman saya yang terpajang bebas di media sosial.

Nah, hal-hal inilah yang membuat saya merasa ada yang salah, ada yang keliru, ada yang menyimpang. Ah, tapi apa? Beberapa waktu lalu saya sempat gelisah dihantui berbagai momok pertanyaan sampai akhirnya saya menemukan sebuah jawaban.

Lalu semenjak meninggalkan kota Daeng akhir tahun 2014 lalu, saya pun memutuskan untuk tidak lagi mengunggah foto saya di media manapun. Saya berusaha mengekang sekuat mungkin keinginan untuk berhenti memajang apapun yang menampakkan wajah saya. Baiklah, harus saya akui, keputusan ini ternyata bukan perkara yang mudah. Terlebih bagi yang udah kena candu kamera dan hobi menguploadnya ke media sosial kayak saya. Sangat berat. Banyak godaan sana sini, bikin gak tahan. Tapi semakin kencang godaan itu semakin saya menengok keadaan hati, bagaimana kabarnya? Ternyata masih rapuh. Masih belum kuat.

Tentu, saya tidak menganggap aktivitas berfoto baik itu selfie maupun difoto lalu mengupdatenya ke media sosial adalah sesuatu yang salah. Sama sekali tidak. Sebab masalahnya bukan terletak pada foto diri saya. Tapi, masalahnya ada pada hati saya.

Masalahnya begini; jika saya selfie lalu tetiba muncul rasa bangga dan takjub karena melihat hasilnya yang tampak cantik, maka rasa bangga dan takjub terhadap diri saya itulah yang salah. Dan ketika saya sengaja mengunggah foto selfie agar dilihat banyak orang lalu berharap akan adanya pujian yang mungkin bisa dihitung dari banyaknya likes atau koment maka alasan agar dilihat dan dipuji orang itulah yang salah. Terlebih, bila saya mulai membandingkan diri saya dengan orang lain, menganggap foto saya lebih cantik, maka anggapan saya itulah yang salah.

Jika ditanya mengapa salah maka jawabannya adalah karena reaksi dari aktivitas tersebut rawan mendatangkan suatu penyakit yang namanya penyakit hati. Merasa bangga pada diri sendiri melahirkan UJUB. Memamerkan apa yang sejatinya bukan milik menumbuhkan RIYA. Merasa diri paling hebat memunculkan TAKABBUR.

UJUB, RIYA, dan TAKABBUR adalah tiga penyakit paling berbahaya yang ampuh mematikan hati. Segala amalan pun akan sia-sia bila salah satu atau ketiganya bersarang di hati. Ibarat kata sebanyak apapun amal ibadah yang dilakukan bila dicampuri dengan UJUB, RIYA ataupun TAKABBUR maka oleh Allah SWT akan dikalikan dengan NOL sehingga hasilnya juga NOL.

Dan masalahnya lagi, betapa rentannya hati saya terhadap penyakit tersebut. Meski saya tidak serta merta mengakui namun selalu saja ada bersitan yang sekonyong-konyong membelokkan niatan. Sungguh, tidak bisa saya pungkiri betapa perkara menjaga hati adalah sangat berat, jauh lebih berat daripada menjaga lisan.

Kadang-kadang saya berpikir, apakah bersitan semacam itu telah mendatangkan dosa? Padahal awalnya saya sama sekali gak punya maksud bangga pada diri sendiri, mau pamer sama orang, apalagi sampai berlaku merendahkan orang lain, cuma mau have fun, cuma mau berbagi aja, gak ada maksud apa-apa. Ah, tapi tahu sendiri kan, syaitan itu godaannya macam apa. Pandai sekali membuat tipu muslihat. Pintar sekali memperdaya manusia.

Coba saja tengok, bagaimana iblis dan syaitan memperdaya manusia. Allah SWT mengisahkan dalam Al-Qur'an bahwa iblis yang diusir dari surga telah bersumpah akan menyesatkan manusia dengan berbagai macam cara, taktik maupun strategi.

"Iblis menjawab : “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).(Al-A’raf : 16-17)

Begitupun dalam surah yang lain, Allah menerangkan bahwa syaitan akan membisikkan segala macam perkataan-perkatan yang indah agar dapat menjerumuskan manusia.

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan"
”(QS. Al-An’am : 112-113)

Tentu, saya tidak mau terjerat dalam tipu daya syaitan maupun iblis. Karena itu, bukankah sudah seharusnya diri ini berwaspada, termasuk dengan cara menjauhi perkara-perkara yang condong menimbulkan mudharat ketimbang maslahat.

Lalu timbul pertanyaan; apakah menampakkan foto diri sendiri di media sosial mendatangkan maslahat? Adakah manfaatnya menampakkan postur tubuh kita pada khalayak umum?

Tapi kan saya udah berhijab syar'i, yang saya tampakkan cuma wajah saya, aurat saya tertutup kok.

Kemarin-kemarin saya ngelesnya kayak gitu. Berdalih pada hijab yang saya kenakan, yang saya kira tidak akan mendatangkan fitnah, tidak akan mengundang syahwat. Tapi bukankah Allah tidak hanya memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menutupkan aurat melainkan juga agar mereka menundukkan pandangan.

Ya, mungkin selama ini pikiran saya yang keliru, mengira "menundukkan pandangan" hanya berlaku di dunia nyata, tidak untuk dunia maya. Di dunia nyata saya berusaha keras menundukkan pandangan bahkan sebenarnya saya tak pernah berani menatap mata lelaki yang bukan mahram saya, tapi nyatanya di dunia maya saya bebas memandang wajahnya yang terbingkai dalam foto Mengaguminya dari jauh dan....

Bukan tidak mungkin, di luar sana pun ada seorang yang bebas memandang wajah saya yang telah beredar luas di media sosial, membiarkan orang lain membayangkannya, mengaguminya lalu ketika ada yang memuji, saya mengelak, tampak merendah, meski diam-diam dalam hati rupanya merona. Merasa tersanjung. Benar, saya mungkin memang tidak mengharapkan pujian, tapi bukankah dengan memperlihatkan foto diri sendiri secara tidak langsung saya telah mengundang orang lain untuk memuji yang boleh jadi pujian itu justru melambungkan diri.

Maka kalau boleh menjawab jujur; menampakkan foto diri sendiri bukanlah sesuatu yang mendatangkan maslahat. Kalaupun ada maka mudharatnyalah yang lebih banyak. Masalahnya ternyata bukan cuma terletak pada hati saya, tapi bagaimana orang lain nanti menyikapinya. Apalagi saya ini seorang muslimah. Muslimah kan seharusnya begini, begini dan begini.

Oke, mungkin pikiran saya terlalu jauh mengembara. Bukan maksud berprasangka buruk, tapi ini beneran lho. Dua tahun lalu saya pernah dikirim sebuah pesan lewat inbox facebook oleh seseorang yang isi pesannya itu menceritakan curahan hati seorang lelaki yang merasa gelisah karena wanita-wanita yang suka menampakkan fotonya di FB. Pesan itu sengaja dikirim kepada saya seolah sebagai teguran. Mungkin, karena kala itu saya memang hobi sekali mengunggah foto diri sendiri di FB. Perasaan tersinggung, jelas ada. Tapi dengan mudahnya pula saya mengabaikan pesan tersebut.

Sekarang, setelah dua tahun berlalu barulah saya menyadari betapa kelirunya saya telah mengabaikan pesan tersebut ;( Pemahaman itu datang terlambat, tapi lebih baik telat paham kan daripada tidak pernah paham sekali. Insya Allah di catatan selanjutnya saya akan share terkait pesan tersebut. Khusus catatan ini, ada nasehat yang sangat bijak dari seorang saudara yang sangat peduli pada saudaranya yang ingin saya bagikan. Nasehat ini sekaligus juga menjawab keresahan hati saya.

~

Kultweet ustad Felix tentang Selfie

Selfie itu kebanyakan berujung pada TAKABBUR, RIYA, sedikitnya UJUB buat cewek apalagi cowok, lebih baik hindari yang namanya foto selfie, nggak ada manfaatnya banyak mudharatnya

bila kita berfoto selfie lalu takjub dengan hasil foto itu, bahkan mencari-cari pose terbaik dengan foto itu, lalu mengagumi hasilnya, mengagumi diri sendiri, maka khawatir itu termasuk UJUB

bila kita berfoto selfie lalu mengunggah di media sosial, lalu berharap ianya di-komen, di-like, di-view atau apalah, bahkan kita merasa senang ketika mendapatkan apresiasi, lalu ber-selfie ria dengan alasan ingin mengunggahnya sehingga jadi semisal seleb, maka kita masuk dalam perangkap RIYA

bila kita berfoto selfie, lalu dengannya kita membanding-bandingkan dengan orang lain, merasa lebih baik dari yang lain karenanya, merasa lebih hebat karenanya, jatuhlah kita pada hal yang paling buruk yaitu TAKABBUR

ketiganya mematikan hati, membakar habis amal, dan membuatnya layu bahkan sebelum ia mekar
memang ini bahasan niat, dan tiada yang mengetahuinya kecuali hati sendiri dan Allah, dan kami pun tiada ingin menelisik maksud dalam hati, hanya sekedar bernasihat pada diri sendiri dan juga menggugurkan kewajiban

teringat masa lalu, kami masih merasakan masa dimana memfoto diri sendiri adalah aib, sesuatu yang aneh, tidak biasa, dan cenderung gila, narsis di masa kami bukan sesuatu kebiasaan

zaman sekarang malah terbalik, cewek-cewek Muslimah tanpa ada malu memasang fotonya di media sosial, satu foto 9 frame, dengan pose wajah yang -innalillahi- segala macem, saat malu sudah ditinggal, dimana lagi kemuliaan wanita?

alhamdulillah, sebelum Muslim apalagi sesudahnya, tak pernah sekalipun kami ber-selfie ria, kecuali tatkala harus membuat video di Roma, dan tidak ada yang bisa mengambil gambar sendiri, selain batu yang menjadi penolong, hehe..

alhamdulillah, nggak pernah selfie, karena selalu adayang mau fotoin dan ada yang bisa diajak foto > @ummualila, andai dulu @ummualila demen selfie-an, tentu saya nggak ajak untuk dua-duaan hehe..

jadi hati-hati yang doyan selfie, bisa-bisa selfie terus seumur-umur. Saudaramu yang nulis ini karena sayang kamu,

@felixsiauw

~

Dan ini pandangan ustad Felix tentang Selfie

Bila seseorang betul-betul mengetahui fakta selfie, maka mereka akan memahami betul bahwa selfie yang dilakukan kebanyakan remaja Muslimah bahkan menjangkiti ibu-ibu pun, bukan lagi terkait dengan teknik foto, namun sudah
banyak masuk ke dalam ranah perilaku narsis, benar-benar sudah berlebihan. Bagi yang memahami betul fenomena ini, akan mengetahui tingkah polah kaum Muslimah yang desperately terlihat cantik, mati-matian cari perhatian dan komentar dengan foto selfienya, dengan berbagai macam pose, mimik, dan gaya, andalannya duck-face (wajah dengan bibir yang dibuat seperti bebek).

Padahal Allah berpesan pada Muslimah;

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka tundukkan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya" (QS 24:31)

Perintah Allah sudah jelas, bahwa wanita harus menjaga diri mereka, menjaga rasa malu dan kemaluan, tidak justru menampakkan perhiasannya, atau bahkan memamerkan dirinya pada publik.

Dalam ayat yang lain Allah singgung pula tentang
perilaku tabarruj, yaitu segala sesuatu tindakan berhias yang ditujukan agar diperhatikan oleh lelaki.“

"Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu" (QS 33:33)

Menurut Ibnu Mandzur, arti tabarruj adalah wanita yang memperlihatkan keindahan dan perhiasannya dengan sengaja kepada lelaki.

Imam Qatadah menambahkan tatkala menafsirkan ayat ini, bahwa tabarruj adalah wanita yang saat berjalan keluar dari rumahnya berlenggak-lenggok lagi menggoda lelaki. Sampai disini saja, kita semua harus bermuhasabah, memang ini perkara amalan hati, namun alangkah baiknya bila kita bertanya pada diri sendiri, apakah amanah yang Allah pinta untuk kita jaga itu, rasa malu itu sudah kita tunaikan? Ataukah kita menggerusnya terus-menerus dengan melatih memamerkan diri kita pada oranglain? Salah satunya dengan selfie?

Kedua, bila kita memperhatikan fakta secara mendalam, maka kita akan memperhatikan bahwa fenomena selfie ini sangat berkaitan dengan materialisme. Bahwa segala sesuatu diukur dengan kepuasan fisik, mencari perhatian dari yang fana dan tertagih untuk melakukan hal tersebut terus-menerus. Karenanya bahaya selfie ini dikhawatirkan akan mengantarkan kita paling banyak pada takabbur, riya, dan paling sedikit sifat ujub, yang ketiganya adalah penghancur amal salih.

Kita tidak sedang mengatakan bahwa selfie pasti ujub, riya, takabbur, tidak pernah. Kita pun tidak membahas halal dan haramnya. Selfie kita kembalikan lagi sebagai salah satu teknik foto, dan berfoto adalah boleh. Namun apakah salah ketika kita bernasihat bahwa hati-hati seringnya selfie ini berujung pada ujub, riya, takabbur?

Tiga dosa yang membinasakan, sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya” (HR Thabrani)

Apa yang sebenarnya orang inginkan tatkala melakukan selfie? Tentu ada banyak niat. Hanya saja bila kita perhatikan kebanyakan foto yang dihasilkan? Berbagai pose yang dibuat dengan mimik yang tak kalah ganasnya, mengagumi diri sendiri, takjub pada diri sendiri, bukankah
ini namanya ujub?

Naik lagi satu tingkat, selfie ini dilakukan agar bisa diunggah ke media sosial, agar dikomentari dan di-likes, mulailah dia berbuat karena orang lain, bukan karena Allah SWT, bukankah ini namanya riya?

Naik lagi satu tingkat, dengan mengagumi foto, dipuja-puji oleh orang lain, lalu dia menganggap dirinya lebih dari orang lain, bukankah ini takabbur?

Bila diantara kita bebas daripada sifat-sifat begitu, tentu kita bersyukur. Dan jikalau kita tidak memiliki hal-hal seperti itu saat melakukan selfie, maka silakan saja. Hanya saja hati-hati, hati yang berpenyakit, seringkali tidak menyadari.

Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri” (HR Muslim)

Jadi jelas disini, tidak pernah sekalipun saya
menyatakan selfie itu haram, yang ada hanya nasihat dari seorang Muslim pada Muslim yang lainnya. Jika ada kebaikan mudah-mudahan kita dapat menyadari, bila tidak ada kebaikan maka campakkan saja.

Semoga kita semakin memahami bahaya
selfie ini, dan bisa menangkap nasihat yang disampaikan ini dengan kebaikan. Bukan ingin menghakimi, namun hanya ingin berbagi, karena kami peduli. Di akhir bahasan ini mari kami kutipkan nasihat Rasulullah bagi kita semua.

Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah
satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya” (HR Hakim)

Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di surga. Dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di neraka” (HR Ahmad)

Bagaimana dengan saya sendiri? Apakah saat saya beraktivitas di media sosial, mengunggah foto, berdakwah lewat tulisan, dan sebagainya lantas saya bebas dari ujub, riya dan takabbur?
Bebas dari narsisme? Tidak ada yang bisa menjamin. Karenanya saya sampaikan dari awal bahwa ini adalah nasihat dari seorang Muslim kepada Muslim yang lainnya, itu saja. Bila tetap suka, silakan lanjutkan, toh tugas saya hanya menasihati. Bila ada kebaikan, itu semua dari
Allah semata. Bilapun masih ada yang bersikeras menuduh selepas penjelasan ini, maka biarlah mereka dengan pendiriannya, toh bukan karena manusia saya menasihati diri sendiri dan
berdakwah pada ummat Muslim. Cukup kita sampaikan hadits Rasulullah padanya,

Sesungguhnya sebagian ajaran yang masih dikenal umat manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah: ‘Bila kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu!’” (HR Bukhari)

Akhukum fillah
@felixsiauw

~

Serupa yang disampaikan ustad Felix terkait bahaya Selfie yang selaras dengan apa yang
memang menjadi keresahan saya selama ini. Bahwa yang dikhawatirkan dari bahaya selfie adalah terjerat pada perasaan ujub, riya dan takabbur.

Memang benar perkara hati hanya Allah SWT yang Maha Tahu. Namun siapalah yang bisa menjamin diri terbebas dari tipu daya syaitan yang senantiasa membisikkan perasaan-perasaan semacam itu? Dan karena saya menyadari betapa hati saya ini masih sedemikian rapuh maka hal terbaik yang semestinya dilakukan adalah menjaga (hati) dengan sangat baik, yakni dengan mencegah masuknya penyakit tersebut. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?

Oh ya, catatan ini ditulis ketika foto-foto diri saya yang lalu-lalu masih banyak bertebaran di dunia maya. Bukan berarti saya membiarkannya begitu saja, niat menghapusnya sudah lama terselip sayangnya sampai sekarang saya belum menemui kesempatan yang tepat. Insya Allah ke depannya saya bertekad menghapus semua foto-foto diri saya yang berpose sendiri. Makanya catatan ini sengaja ditulis sebagai pengingat sekaligus menasehati diri sendiri. Agar kelak ketika niatan untuk kembali selfie atau menggunggah foto di media sosial begitu kuat, akan saya tengok kembali catatan ini. Tersebab; apa yang telah dituliskan itulah yang harus dilakukan.

Demikian catatan ini tertoreh, semoga bisa menginpirasi. Bagi yang resah, bagi yang gelisah, bagi yang tak tenang, sila bisa diambil kebaikannya saja. Sungguh, segala kebenaran datangnya dari Allah SWT dan segala kekhilafan datangnya dari saya pribadi.

Wallahua'lam bisshawab

Serui, April 2015

posted from Bloggeroid

Share
Tweet
Pin
No comments
Bismillahirrahmaanirrahiim



Judul buku : Syabab
Penulis : Paresma Elvigro
Genre : Non Fiksi Islami
Penerbit : Qibla
Tebal : 293 hlm  
Tahun Terbit : 2014

Yang terlintas pertama kali dalam benak saya ketika menatap buku ini adalah sebuah tanya, sebab judulnya yang cukup menggelitik rasa penasaran, “Apa itu Syabab? Mungkin, karena satu kata yang terdiri atas enam huruf itu masih tampak asing dalam penglihatan saya  atau lebih tepatnya saya baru mengetahui ada kata bernama SYABAB dari buku terbitan Qibla ini. Ketika menengok cover belakangnya barulah saya sedikit ngeh’. ”

Dalam islam, definisi pemuda diambil dari kata Syabab yang berarti kekuatan, baru, indah, tumbuh, serta awal dari segala sesuatu. Syabab juga dimaknai sebagai akar dari sikap optimis dan positif yang seharusnya menjadi watak pemuda sejati, dan wujud keimanan terhadap Allah SWT.

Oh, ternyata syabab itu istilah pemuda dalam islam dan umur segini saya baru tahu. Parah.Duh, jadi berasa ketingalan banget. Tapi gak papa deh, telat tahu daripada gak tahu sama sekali. Pertanyaan tentang Syabab yang sudah terjawab itu tidak lantas menyudahi rasa penasaran saya. Syukur Alhamdulillah karena pertemuan perdana saya dengan SYABAB di Gramedia Mall Panakukang Makassar Desember tahun lalu bukanlah yang pertama dan yang terakhir. Rupa-rupanya saya berjodoh dengan buku bersampul hijau tosca nan elegan ini, dengan terpilihnya saya sebagai salah satu peserta yang menang dalam #GiveawayParesma sehingga saya pun berhasil mendapatkan hadiah berupa  buku Syabab plus tanda tangan dan dikirim langsung oleh penulisnya, mbak Paresma Elvigro ^_^

Serupa judulnya, buku ini memuat bahasan tentang PEMUDA yang ditinjau dari aspek psikologi dan agama. Tidak hanya itu, buku ini juga memberi banyak motivasi dan inspirasi. Sebagaimana kita ketahui, peran pemuda dalam suatu bangsa sangat urgen, sebab di tangan pemudalah kemajuan atau kehancuran bangsa ini ditentukan. Bisa  dibayangkan, bila hari ini pemuda-pemuda yang ada di negeri kita adalah pemuda-pemuda yang rusak akhlaknya, yang mengedepankan hawa nafsu dan masa bodoh dengan agama maka nasib bangsa ini di masa mendatang sudah pasti bisa diramalkan. Kalau saya tidak salah tebak, buku ini sepertinya lahir dari keresahan penulis melihat kondisi real pemuda saat ini yang jauh dari tipe pemuda idealis.

Tipe pemuda idealis itu adalah mereka yang aktif, produktif, kreatif, penuh semangat, penuh prestasi, tidak pantang menyerah, berakhlak mulia, cetar membahana dan melanglang buana (hal. 1)

Kenyataannya di sekitar kita ada begitu banyak pemuda yang malah terjerat kasus narkoba, pergaulan bebas, aborsi, ikut tawuran, melakukan demo anarkis dan lain sebagainya. Belum lagi pemuda yang terjerumus hanya gegara minder alias merasa tidak gaul kalau belum pacaran, belum sentuh-sentuhan dengan kekasihnya, atau merasa tidak gentle kalau belum merokok dan minum-minuman berakohol. Padahal kan,  yang namanya gaul itu syaratnya  tidak musti pacaran dulu, minum-minum dulu, ngeseks dulu, berfoya-foya dulu, dkk.

Zaman sekarang memang  menuntut kita terutama para pemuda untuk hidup gaul (biar gak ketinggalan jamen katanye), tapi gaul sendiri tidak selamanya lho menjerumuskan. Ada kok gaul yang justru menyelamatkan dan insya Allah jika gaul yang seperti itu yang diterapin niscaya akan menuntun kita ke jalan yang benar. Pergaulan yang semacam itu dijelaskan terperinci dalam buku Syabab. Panduan Gaul Syari Muda-Mudi Muslim Masa Kini.

Menurut saya, Syabab adalah jawaban dari luapan keresahan dan bentuk kepedulian penulis terhadap pemuda masa kini. Buku ini sarat makna. Dari halaman awal sampai akhir permasalahan-permasalahan umum yang dialami pemuda diungkit lalu diberikan solusinya. Oh ya, pemuda yang dimaksud dalam buku ini dikhususkan untuk rentang usia remaja yaitu 12-20 tahun. Hmm… umur saya sekarang sedang berjalan menuju angka 23, berarti saya tidak tergolong pemuda atau remaja sesungguhnya yang dimaksud dalam buku ini dong. Jadi rada sedih deh, mengapa setelah masa remaja saya berakhir saya baru menemukan buku sebagus dan sekeren ini, yang seolah mampu menjawab semua permasalahan-permasalahan yang pernah saya alami selama rentang waktu itu. Namun, tentu saja meskipun pemuda yang dimaksud dalam buku ini bukan berbicara tentang mereka yang berumur 21 tahun ke atas, esensi dalam buku ini tidak hilang kok, dalam artian siapa saja dan berapapun umurnya tetap bisa memetik pelajaran berharga dari membaca buku ini, terlebih bagi orang tua maupun calon orang tua agar kelak bisa lebih memahami sang buah hati ketika menginjak usia remaja.

SYABAB  terdiri atas dua puluh topik yang semuanya menarik untuk ditelusuri satu per satu, sebab di setiap topik kita akan menemukan banyak makna . Apalagi ada beberapa topik yang judulnya begitu unik, seperti; Masbuloe, Efek Jagoan Neon, Glamorous Scandal, Kunang-Kunang, Statusisasi binti Move-on-isasi, Talinya Putus Digigit Tikus, Arisan Ratu Sejagad, dan Padamkan Kompor Rumahmu. Judul-judul tersebut kelihatannya tidak sekedar unik tapi juga aneh dan tentu menimbulkan tanda tanya di benak pembaca. Selain itu, dalam setiap problem pemuda yang dibahas dalam buku ini selalu disertai dengan tips-tips bermanfaat. Jadi, penulis buku ini tidak hanya menyoroti para pemuda dengan masalah kebobrokan moral mereka tapi juga membantu mereka keluar dari problem tersebut dengan memberi panduan yang sesuai dengan ajaran agama.

Memang, agama adalah solusi terbaik dalam menuntaskan permasalahan apapun. Termasuk dalam menghadapi tingkah remaja yang masih sangat labil. Hal ini sejalan dengan pendapat Adam & Gullota yang menyatakan bahwa agama menyajikan kerangka moral sehingga seseorang bisa membandingkan tingkah lakunya serta menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia. Lebih dari itu, agama juga menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya. Agama-lah yang menjadi salah satu factor pengendali penting terhadap tingkah laku remaja sebab ia adalah pedoman hidup. (hal 99)

Selain dilengkapi tips-tips bermanfaat, buku ini dihiasi pula dengan pedoman hidup kita sebagai pemuda islam, yakni penjabarannya disertai dengan dalil-dalil dalam Al-Qur’an maupun hadis, sehingga nuansa islami dalam buku ini benar-benar hidup (terasa). Pun semakin menambah warna dalam buku ini karena penulis turut menyelipkan kisah nyata inspiratif dari beberapa orang yang bersedia membagi kisahnya, tentang hijab pertama, perjalanan panjang menjemput hidayah, dan kisah masa remaja yang cukup menggugah.

By the way, saya suka dengan semua topik yang dibahas dalam buku ini, mulai dari memahami pengertian syabab hingga mengenal syabab yang dirindukan. Namun jika ditanya topic mana yang paling saya suka, maka Statunisasi binti Move-in-isasi adalah jawabannya. Topik ini membahas tentang hubungan lawan jenis yang sudah membudaya di kalangan remaja. Apalagi kalau bukan pacaran. Uhuk, Mungkin karena saya pernah berada di posisi yang sama, terlena dengan cinta yang semu dan pada akhirnya memilih Move on karena menyadari bahwa pacaran itu gak ada artinya sama sekali. Serius pake banget. Bukti-bukti yang menunjukkan mudharatnya sebuah hubungan yang dijalin sebelum ijab Kabul juga banyak (coba saja intip di halaman 144).

Kalau kata mbak Paresma nih, pacaran itu dapat diibaratkan seperti sebuah motor yang menerobos tiang pembatas rel kereta api. Cinta yang dijalankan dengan pacaran sebelum halal itu seperti motor tadi. Ia ngotot melampaui dinding pembatas yang memang belum layak untuk ditembus. Sebagai akibat dari kelalaian itu, tidak heran jika banyak saudari kita di luar sana yang jadi korban pacarnya. (hal 149)

Oh ya, beberapa kutipan favorit saya ada juga dalam topic ini. “
Aneh memang. Manusia berharap dapat mencium dan mengetuk pintu surga. Tapi mereka masih saja condong pada keindahan sandiwara dunia yang menyesatkan” @de_paresma (hal. 143)

Jika ia benar-benar mencintaimu karena Allah, ia pasti akan menjaga dirimu. Jika ia mencintaimu karena Allah, ia pasti tidak akan mengumbar kata-kata gombal tapi menyisipkan namamu secara diam-diam dalam doanya pada Sang Maha Pemilik Hati” (hal 149) “


Karena cinta tak selalu datang bersama jodoh, tapi jodoh selalu datang bersama cinta. Insya Allah”  (hal 155) 


Serupa manusia tak ada yang sempurna, maka buku yang ditulis oleh manusia ini juga tak luput dari kekurangan-kekurangan. Banyak typo yang berserakan di sepanjang buku ini, entah itu kurang huruf atau kurang spasi. Typo memang kesalahan yang paling sering ditemui dalam dunia kepenulisan, namun seingat saya ketika membaca buku saya jarang menemukan typo yang tampak begitu men-colok alias typonya lebih dari tiga kata  (entah karena saya sekedar membaca dan tidak memperhatikan kesalahan itu atau tidak). Typo gak bisa dianggap masalah sepele lho, karena berpengaruh dengan kenyamanan pembaca. Seharusnya kesalahan ini jadi perhatian khusus bagi penulis, editor maupun penerbitnya sendiri. Hal lain yang juga cukup menjanggal adalah ketidakkonsistenan penggunaan note dalam buku ini. Entah ini termasuk kekurangan atau kekeliruan saya pribadi, karena setahu saya dan yang pernah saya pelajari, dalam menulis kudu konsisten menggunakan kata maupun note, memilih, innote atau footnote. Beberapa kisah inspirasi dari kontributor yang termuat juga menambah nilai plus dalam buku ini, namun karena menurut saya kisah tersebut merupakan selingan (tulisannya bukan berasal dari penulis) maka baiknya bila kisah yang disajikan tidak terlalu panjang dan lebar sehingga menghasilkan luas.

Adapun kelebihan-kelebihan yang ada dalam Syabab, seperti warna sampulnya yang elegan, contennya yang berbobot, kalimat-kalimatnya penuh inspiratif, gaya bahasanya ringan, tidak terkesan menggurui yang termuat di dalamnya sudah cukup bahkan lebih untuk menutupi semua kekurangan yang ada. So, four stars from me to SYABAB. Saya recommended banget buat kalian para pemuda/remaja yang merasa kurang gaul, tidak PeDe, atau sering dilanda galau, atau yang tengah putus cinta, atau yang punya masalah dengan orang tua (keluarga), atau yang masih mencari jati dirinya, coba deh luangkan waktu membaca buku ini, ambil hikmahnya, temukan diri kalian, dan jadilah SYABAB yang dirindukan, yakni SYABAB SEJATI.

~


Ps; Buat kak Paresma, terima kasih atas kiriman bukunya. Maaf, baru sempat posting review buku Syabab. Buku ini sebenarnya udah mendarat dengan selamat di tangan saya di malam tanggal 27 Desember 2014. Minus satu H sebelum keberangkatan saya meninggalkan Makassar. Tadinya, sih pengen dituntasin baca dan me-review dari bulan Januari kemarin. Namun, ada beberapa alasan yang terpaksa jadi penghalang, termasuk jaringan abal-abal dan mood yang naik turun sehingga reviewnya ikutan molor deh. 
Share
Tweet
Pin
2 comments
Petang menjemput pekat. Kaca di mataku retak, membentuk butiran-butiran kristal lalu jatuh bergelimpangan, membanjiri pipi.

Tersedu-sedu, aku mulai mempertanyakan posisiku. Dimana seharusnya aku berada, dalam ruang yang entah gelap entah terang. Gamang. Aku meyakinkan diri dengan (selalu) memercayai-Nya. Selama ini, Dia lah satu-satunya yang teramat baik padaku. Menganugerahiku nikmat, mencukupkan keperluanku pun memberiku segala-galanya. Lalu, mana berani aku meraguinya? Aku hanya mempertanyakan; keberadaanku. Masih pantaskah? masih layakkah? Masih sudikah?

Kau tentu tahu, siapa Dia yang aku maksud. Tak perlu lah aku terangkan padamu tentang Dia yang aku harap. Semoga setelah ini, kau (aku) akan lebih dalam mengenali-Nya, tidak lagi sedangkal yang sudah-sudah. Hanya dengan begitu, kita akan mengenali (diri) kita.

Lihatlah? ini adalah sebuah keajaiban. Saat sabit mulai menampakkan pesonanya, lalu bintang-bintang ikut merona, menghias langit. Tidak lebih dari seperempat jam setelah tanya itu menggaung; Dia memberiku sebuah jawaban, serupa langit malam ini. INDAH. Bahkan, meski aku tak menengok keluar jendela.

Jawaban yang indah itu, apa kau tahu? Apa kau bisa menerkanya? Ah, kau boleh anggap ini isyarat atau semacam pertanda. Tentu, aku tidak sedang mengada-ngada. Aku bicara tentang kebenaran, dan Dia adalah kebenaran itu.

Mataku sudah sembab ketika menelusuri huruf-huruf suci yang tanpa aku sadari, Dia; melalui huruf-huruf suci itu telah menuntunku menemui jawaban tentang keberadaanku. Dimana seharusnya aku memposisikan diri.

(Az-Zumar):53 - Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(Az-Zumar):54 - Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)


:')

Jika kau pahami benar dua ayat di atas maka kau akan merasakan satu hal; Duhai, betapa besar kasihNya Allah. RahmatNya luas tak berhingga. Bahkan ketika kau masih saja lalai dari mengingatNya, kerapkali mengkufuri nikmatNya pun tak jarang mendzolimi dirimu sendiri. Lalu setelah semuanya terjadi mengapa masih tetap berpaling saat Dia dengan nyata-nyata memanggilmu kembali.

Tak peduli dengan dosa-dosamu yang sudah tak berbilang jumlahnya itu. RahmatNya tetap luas. Asal tak pernah kau duakan Dia, asal tak sampai kau sekutukan Dia dengan yang lain, maka selama itu Dia adalah Tuhanmu yang Maha Pengampun, Maha Pengasih.

Maka, kembalilah. Kembalilah sebelum kesempatanmu terengut dan waktumu habis. Kembalilah sebelum semuanya terlambat. Jangan pernah; kau berputus asa dari rahmat Tuhanmu, wahai diri.

###


Terngiang lah aku pada satu senandung, yang semakin melemaskan seluruh persendian. Aku luruh. Terisak dalam tangis; Mengemis Kasih - The Zikr

Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lalu terheretlah aku di lorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi kian parah

Semalam sudah sampai ke penghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa menghiris hati

Tuhan dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi

Tuhan walau taubat sering kumungkiri
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaku


###

Ps.
Berprasangka baiklah (selalu) padaNya; karena Dia menurut persangkaan hambaNya.



01/02/15
@SDW

posted from Bloggeroid
Share
Tweet
Pin
1 comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Hallo, perkenalkan
Nama saya Siska Dwyta
Seorang ibu rumah tangga
yang doyan ngeblog.

Ingin bekerja sama?
Contact me : dwy.siska@gmail.com

Read More About Me

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram

Labels

artikel Birth Story blogging fiksi jodoh keluarga kesehatan lomba blog media sosial menyusui Motherhood MPASI muslimah opini pernikahan personal Pregnancy reminder review tips

recent posts

Blog Archive

  • ►  2013 (54)
    • ►  March (1)
    • ►  April (2)
    • ►  May (5)
    • ►  June (4)
    • ►  July (7)
    • ►  August (4)
    • ►  September (6)
    • ►  October (5)
    • ►  November (8)
    • ►  December (12)
  • ►  2014 (76)
    • ►  January (9)
    • ►  March (2)
    • ►  April (8)
    • ►  May (8)
    • ►  June (14)
    • ►  July (11)
    • ►  August (5)
    • ►  September (1)
    • ►  October (3)
    • ►  November (8)
    • ►  December (7)
  • ►  2015 (16)
    • ►  January (1)
    • ►  February (2)
    • ►  April (5)
    • ►  May (1)
    • ►  June (2)
    • ►  July (1)
    • ►  October (1)
    • ►  December (3)
  • ►  2016 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2017 (41)
    • ►  September (4)
    • ►  October (26)
    • ►  November (7)
    • ►  December (4)
  • ►  2018 (48)
    • ►  January (1)
    • ►  February (2)
    • ►  March (1)
    • ►  May (2)
    • ►  July (2)
    • ►  September (3)
    • ►  October (2)
    • ►  November (13)
    • ►  December (22)
  • ▼  2019 (151)
    • ►  January (11)
    • ►  February (11)
    • ►  March (13)
    • ►  April (6)
    • ►  May (35)
    • ►  June (6)
    • ►  July (3)
    • ►  August (3)
    • ►  September (24)
    • ►  October (17)
    • ►  November (19)
    • ▼  December (3)
      • Arti Dibalik Nama Zhafran Assyauqi Muhammad
      • Umroh.com, Marketplace dengan Paket Umroh Termurah...
      • Ketahuilah Cara Mencegah Penyakit Jantung Koroner ...

Popular Posts

  • Semakin Produktif dan Tampil Stylish dengan Fossil Gen 5 Smartwatch
    Bismillaahirrahmaanirrahiim Semakin Produktif dan Tampil Stylish dengan Gen 5 Fossil Smartwatch . Pekerjaan sebagai ibu rumah tan...
  • Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus
    Bismillaahirrahmaanirrahiim Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus . Setiap rumah tangga punya ujiannya masing-masing. Ujiannya...
  • Cerita MPASI Bunay 6 Bulan : Belajar Makan
    Tak terasa sudah genap sebulan Bunay makan makanan selain ASI. So, di postingan kali ini saya pengen cuap-cuap dulu mengenai MPASI Bunay ...
  • Parent Session #MenjagaKasihIbu bersama Nakita dan Asifit di Hotel Santika Makassar
    Bismillaahirrahmaanirrahiim Parent Session #MenjagaKasihIbu bersama Nakita dan Asifit di Hotel Santika Makassar   - Pekan lalu say...
  • Tentang Anging Mammiri, Komunitas Blogger Makassar yang Berembus Sejak Tahun 2006
    gambar latar : pxhere.com Bismillaahirrahmaanirrahiim "Kemana saja saya selama ini. Ngakunya Blogger Makassar kok baru gabung ...

MEMBER OF

Blogger Perempuan

Followers

Facebook Twitter Instagram
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by Siska Dwyta @copyright 2019 BeautyTemplates