Tuhan, Mengapa Kau Larang Aku Pacaran?

Ini adalah pertanyaan yang pernah muncul di benakku, mungkin juga dibenakmu. Apa kau tahu jawabannya. Mengapa Tuhan melarang kita pacaran?
 
pacaran
credit
Sebulan lebih aku memikirkannya. Memikirkan cara terbaik agar aku bisa lepas dari sebuah sebuah ikatan. Ikatan yang tak seharusnya ada, ikatan yang dari awal memang nggak jelas arahnya kemana, nggak tahu tujuannya apa. Ikatan yang dibangun hanya demi nama “perasaan”, hanya atas dasar “suka” dan hanya karena hasrat tuk “saling memiliki” tanpa ikatan sah.

Berhari-hari aku mencoba meyakinkan diri, memikirkan kata-kata yang tepat agar ia mengerti, agar ia paham, bukan untuk mengakhiri hubungan yang lebih dulu terjalin, cuma melepaskan ikatan yang belum saatnya tersimpul. Bukan saat ini. Tapi nanti. Ada suatu moment tertentu dimana dua hati menyatu dalam satu ikatan. Tentu dengan cara yang wajar. 

Menurutku ikatan ini sungguh tak wajar, sekalipun perasaan ini, suka ini, hasrat ini adalah hal yang sangat wajar. Lalu cara yang wajar itu seperti apa? Niatnya baik tapi caranya salah, Allah nggak ridho. Niatnya nggak baik, meski caranya bener, Allah juga gak ridho. Berarti cara yang wajar adalah ketika Allah ridho dong? 

Allah ridho kok dengan orang yang niatnya tulus, ikhlas karena-Nya, yang caranya untuk meraih sesuatu pun benar nggak keluar dari koridor aturan Allah. Wajar jika aku punya perasaan terhadap dia, wajar jika aku menyukai dia, wajar pula jika aku ingin memiliki dia, seseorang yang aku cintai. 

Lalu bagaimana dengan ikatan yang nama kerennya PACARAN, sebuah ikatan yang hampir sebagian besar kaum remaja pernah melakoninya termasuk diriku. Apakah wajar? 

Mengapa Aku Dilarang Pacaran?

Istilah pacaran ini sepertinya sudah membudaya lho, khusus di negeri tercinta bumi pertiwi. Bahkan sekarang di era globalisasi (wuih), di zaman serba modern, jangankan anak SMP, anak-anak SD pun sudah tahu yang namanya pacaran.

Padahal dari dulu, bertahun-tahun silam di awal masa baligh, aku sebenarnya udah tahu, tahu bahwa dalam ajaran agamaku istilah “pacaran” nggak ada. Islam tidak pernah mengajarkan tentang pacaran.

Coba deh baca Al-qur’an sampai khatam berkali-kali, tak satu pun ayat tertera disana yang menganjurkan pacaran atau sebaliknya melarang pacaran. Begitu pun dengan sabda-sabda Rasulullah SAW. Coba saja cari dari ribuan hingga jutaan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat-sahabat nabi, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, tak ada secuil pun konteks atau teks dari hadis-hadis tersebut yang menerangkan larangan pacaran.

Lha, lantas kenapa kok mereka-mereka yang katanya paham agama, para ulama, para ustad/ustadzah sering banget nyindir remaja-remaja yang sedang dilanda candu asmara melalui ceramah-ceramah mereka yang temanya pasti nggak jauh-jauh dari hubungan cinta anak muda yang ngaku-ngaku sebagai sepasang kekasih. Intinya mereka melarang hubungan tersebut dengan kalimat JANGAN PACARAN!!!

Nah, aku sebagai salah satu remaja yang masih berpacaran pada masa itu, kadang patuh, kadang jengkel bin sebel, ceramah si ustad keluar masuk telinga, kujadikan sebagai angin lalu.

“Kenapa mereka sewot banget?” Yang pacaran siapa? Yang ngelarang siapa? Orangtuaku aja nggak ngelarang anaknya pacaran eh, justru mereka yang sibuk ceramahin. Emang apa yang salah dengan pacaran? Toh, Allah juga nggak ngelarang kan! Mana dalilnya kalau memang Allah larang? 

Bukan suatu kebetulan pula aku punya guru di organisasiku yang bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA). Guruku itu termasuk dari kalangan anti pacaran. Jadi, beliau sangat semangat memberi wejangan kepada kami-kami sebagai penerus pelopor penyempurna agama.

Tidak jarang beliau bercerita mengungkapkan keprihatinannya menyaksikan kondisi remaja masa kini, sebab banyak pasangan yang datang di kantor beliau dengan kondusi perut si wanitanya sudah berbadan dua. Na'udzu billaahi min dzalik.

Lanjut beliau dengan tegas kalau ada yang mau pacaran mending segera datang menemuinya di KUA sebelum terjadi hal-hal tidak diinginkan. Saking wanti-wantinya beliau terhadap kami murid-muridnya, larangannya bahkan lebih keras dari para ustad. Pokoknya jangan pacaran, TITIK.

Asli, aku ketika itu cuma bisa mangut-mangut mengiyakan. Aku tahu pacaran tidak boleh, aku tahu aku tidak boleh menjalin hubungan khusus dengan lawan jenisku kecuali pertemanan biasa, tapi yang aku tidak tahu, apa maksudnya wanita yang hamil di luar nikah dengan kami yang dilarang pacaran? kenapa aku tidak boleh pacaran? Kenapa aku tidak boleh menjalin hubungan special dengan seseorang yang ada di hatiku? KENAPAAAA?


Pacaran dan Rasa Cinta

Pada akhirnya wejangan si guru ikut terbawa angin. Sejak aku merasakan sesuatu aneh dalam diri ini, semuanya berubah. Aku mulai tertarik dengan lawan jenisku.

Rasa yang kemudian aku ketahui sebagai “cinta” menjelajari seluruh tubuhku dengan gerak yang tak biasa. Mata yang sering melirik diam-diam, senyum yang sering muncul tiba-tiba, dan bayangan yang serasa menghantui pikiran membuat aku menjadi tak tenang.

Hatiku mulai bergejolak. Perasaanku menginginkan sebuah hubungan yang lebih dari sekedar kata teman. Pacaran. Yah, tak bisa dipungkiri aku punya perasaan. Aku punya hasrat. Ketika teman-temanku dengan bangganya memamerkan cowok-cowok mereka, aku di sini berdiri di atas kerapuhan. Aku yang pernah berkomitmen tidak ingin pacaran, aku yang pernah memandang sebelah mata orang yang menyatakan hubungan tidak sahnya pun menjadi bagian dari mereka.

Mungkinkah aku terjebak arus masa, atau pertahananku lemah sehingga benteng komitmenku hancur luluh lantak. Aku tak lagi peduli dengan mereka yang mengatakan pacaran itu haram, mereka yang terlalu sok agamis menentang pergaulan lawan jenis.

Toh aku hanya sebatas tahu dan pengetahuanku belum tentu mendatangkan suatu pemahaman. Yang penting aku bahagia dengan pilihanku. Memutuskan menerima lelaki yang menyatakan perasaan cintanya, bukankah itu adalah suatu pilihan yang ditawarkan kepadaku? Ketika aku menjawab iya maka aku lah yang memilih. Memilih menggoreskan kisah cinta di atas catatan perjalanan hidupku. 

Tentang cinta. Aku tidak akan mengurai panjang lebar satu kata penuh makna itu. Cinta adalah cinta. Cukuplah cinta dengan cintanya sendiri. Pengalaman seharusnya menjadi pelajaran terbaik, tapi jika ia dikaitkan dengan cinta, maka seberapa buruk pengalaman yang tergores belum tentu menghasilkan pelajaran terbaik.

Kenapa? Mungkin hanya aku atau berapa banyakkah pengagum cinta di luar sana yang mengakhiri kisah cintanya dengan sebuah penyesalan belaka? 

Cinta awalnya memang indah tapi akhirnya sangat menyakitkan. Cinta berawal dengan sebuah senyuman dan pasti akan berakhir dengan air mata. Bukan cinta katanya jika tidak ada rasa sakit. Maka jika tidak ingin hati terluka, berhentilah mencintai, sebab semakin besar rasa cinta maka akan semakin besar luka yang menganga di hati.

Sekejam itukah cinta? Ah, tidak! Bahkan jika rasa sakit itu memang adalah bagian dari cinta aku akan menikmati seluruh perihnya. Karena cinta mungkin luka itu, sakit itu, perih itu pun bisa jadi kenikmatan tiada tara.

Jangan heran, catatan kisah cintaku selalu berujung pada kata sesal, dan anehnya aku tak pernah jera untuk memulainya lagi, mengakhirinya lagi, memulainya lagi, mengakhirinya lagi dan begitu seterusnya.

Luka berkali-kali tidak ampuh menjadi alasan untuk menghentikan hasrat memiliki seseorang yang mencintaiku dan yang kucintai. Aku larut dalam drama pacaran yang aku perankan dengan cowok yang berganti-ganti.

Tidak hanya satu, ada dua, tiga ah malah tak terhitung berapa banyak aktivitas pacaran yang telah aku lakoni selama ini. Gelar jomblo pun tak pernah lama kusemat, sebab hanya butuh sekian hari untuk mendapat pengganti dan memulai kisah cinta yang baru. Sekali lagi aku katakan aku tak pernah jera. Penyesalanku tidak mampu mengalahkan perasaanku.

Maka harus diakui aku termasuk orang yang berpengalaman dalam pacaran, itu adalah prestasi terburuk dalam catatan perjalananku. Dan penyesalan terbesar dalam hidupku adalah pernah pacaran.

Mungkin orang lain bisa begitu bahagia memamerkan pacarnya, atau bangga memiliki banyak mantan. Tapi aku, haruskah aku bangga dengan sederetan mantan-mantanku? Haruskah aku pamerkan nama-nama cowok yang pernah menjadi pacarku?

Dulu memang iya aku iri, aku cemburu dengan mereka yang punya pacar keren. Aku iri dengan teman-teman sekolahku yang sering pulang bareng pacarnya, diantar-jemput, sementara aku? aku tak punya kisah cinta indah di masa putih abu-abuku. 

Tapi saat ini, aku jauh lebih iri, jauh lebih cemburu dengan mereka yang mampu mempertahankan komitmen untuk tidak pacaran sebelum menikah. Bersyukurlah orang yang tak pernah mengecap pahitnya pacaran.

Merekalah orang-orang terpilih. Aku akan bangga jika aku seperti mereka, lantas sekarang apa yang aku bisa banggakan? Nggak gampang lho orang yang menahan perasaanya, benar-benar nggak gampang orang yang mencintai dalam diam. 

Ibarat orang yang sedang berjuang dalam medan perang? Ia, memang mereka sedang berperang. Kata Rasul “Musuh yang paling besar terdapat dalam diri”. Hawa nafsu adalah musuh terbesar kita. Boleh jadi mereka yang bergelar jomblowan/jomblowati before married sedang berperang melawan hawa nafsu mereka, spesifiknya mereka melawan hasrat memiliki seseorang yang bukan atau belum menjadi haknya. 

Yup, orang yang pernah pacaran sama kita ternyata bukan hak kita apalagi sampai ngaku-ngaku dia sebagai milik kita. Panggil papa-mama, ayah-bunda, umi-abi segala. Wah, wah, wah, kapan ijab kabulnya, siapa wali dan saksinya. Cincin nikah saja belum melingkar dijari manis waduh mesranya udah melebihi suami istri. Trus Allah ridho gitu dengan hubungan seperti itu? Emang Allah ridho jika kita pacaran? 


Pacaran dalam Islam

Kata pacaran memang tidak ada dalam Al-Qur’an dan hadis, tidak ada hukum yang jelas terkait masalah pacaran tapi bukan berarti dalam Islam tidak ada pembahasan mengenai hubungan dua jenis sebelum ijab kabul.

Percaya deh, hukum islam mencakup segala lini kehidupan manusia, sekecil apapun itu. Karena islam adalah agama yang sempurna. Tahu kan? sumber hukum islam yang utama Al-alqur’an & hadis.

Namun jika permasalahan-permasalahan yang terjadi di zaman yang terpaut berabad-abad lamanya dengan masa nabi atau masa kekhalifaan tidak ada dalam kedua sumber itu maka ada yang namanya ijtihad para ulama atau terdapat dalam kaedah-kaedah ushul fikh, hukum mengqiyaskan, dll. yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum selain Firman Allah dan Sabda Rosul. 

Nah, ada sepenggal ayat terkenal yang terdapat di QS Al-Isra:32, jika hendak kita hubungkan dengan masalah pacaran. Allah berfirman “LAA TAQROBU ZINAA” bukan LAA pacaran.

Sueerr dulu aku gak mudeng apa maksudnya? Kata Allah Jangan mendekati zina , kata ustad jangan pacaran. Meski gak mudeng suatu hari aku menemukan jawabannya sendiri? Mengapa para ustad begitu sewot dengan aktivitas pacaran remaja saat ini, dan mengapa guruku begitu prihatin dengan remaja yang mengalami married by accident.

Indikatornya jelas, pacaran membuka tabir zina. Mendekatinya saja Allah larang apalagi jika sampai menuju ke arah sana. Dan zina sendiri ada bermacam-macam lho, zina hati, zina mata, zina telinga, zina mulut, zina tangan, zina kaki dan zina dalam artian sebenarnya.

Fenomenanya bisa kita saksikan sendiri berapa banyak bayi-bayi tak berdosa yang dibunuh hidup-hidup dalam rahim ibunya, akibat aib yang tak sanggup ditanggung oleh wanita yang melakukan aborsi tersebut.

Jika mau ditelusuri akar permasalahannya timbul darimana? Yah kebanyakan dari hubungan dua insan manusia dalam ikatan yang belum halal itu. Tidak semua memang, masih banyak kok yang bisa mempertahankan hubungan pacaran hingga ke jenjang pernikahan tanpa hamil lebih dulu?

Memang sih, tapi aktivitasnya itu lho. Bukankah mendekati zina, jalan berduaan, pegangan tangan, gandengan, pelukan, bla..bla..bla. Eh, sekarang kan ada yang namanya pacaran sehat atau pacaran islami, aktivitasnya nggak pegang tangan, nggak jalan berdua, kominakasi kebanyakan via hp doank. Apa masih dilarang?

Catatan ini tidak ada unsur melarangnya kok, karena aku sadar, aku pernah berada di posisi yang sama dengan orang-orang yang berpacaran, dan aku tahu bagaimana perasaanku saat itu, hingga aku tak peduli dengan pandangan negatif di sekitarku.

Aku nggak punya hak untuk melarang, para ustad-ustad itu. Dan guruku, ternyata mereka tidak pernah melarang bahkan jika mereka mengeluarkan fatwa pacaran itu haram, yakin 100% itu bukan berasal dari mereka. 

Kata “Jangan” yang keluar dari mulut mereka bukan suatu larangan melainkan bentuk penyampaian tulus atas apa yang mereka pahami.

Bukankah Allah sendiri berfirman “demi waktu” sungguh merugilah manusia kecuali mereka yang saling menasihati dalam kesabaran dan kebenaran. Kebenaran itu jelas.

Apa manfaat yang bisa didapatkan dari pacaran? Motivasi, semangat? Mungkin saja dengan pacaran banyak aktivitas yang kita lakukan niatnya karena si doi, padahal segala sesuatu yang baik dan benar hanya bernilai ibadah jika niatnya lillahi ta’ala. Selebihnya mudharat, bener nggak? 

Sebuah hukum berbunyi : apabila mudharat jauh lebih besar porsinya ketimbang manfaat maka lebih baik ditingalkan jauh-jauh sejauh mungkin. Ini bukan kata “aku”, bukan juga kata ustad tapi ini hukum ALLAH. Perintah Allah. Pliss believe, apapun yang Allah perintahkan atau yang Allah larang adalah yang terbaik buat kita. 

Pacaran No, Cinta Yay

Tidak ada yang salah dengan perasaan cinta, sebab cinta hakikatnya murni, tulus, indah, halus. Jika ia dikemas dalam bingkai ketaatan pada-Nya maka cinta tidak akan pernah menyakiti hati.

Tidak ada yang salah dengan cinta, sebab ia adalah fitrah yang dianugrahkan Allah kepada setiap insan-Nya. Cinta hanya pantas disandingkan dalam ikatan yang diridhoi-Nya. Tapi, jika cinta itu berada dalam ikatan tak halal maka sudah pasti ia akan ternoda, dan sudah pasti akan ada hati yang terluka.

*Astaghfirullah* Semoga Allah mengampuni dosaku dan dosa-dosa orang yang pernah dan sedang berpacaran. Semoga ini belum terlambat dan jangan sampai terlambat.

Salam,


10 komentar untuk "Tuhan, Mengapa Kau Larang Aku Pacaran?"

Comment Author Avatar
Meskipun agama melarang, tapi menyukai lawan jenis adalah fase yg sangat wajar dalam masa pertumbuhan remaja (pubertas) dan kalo dilarang2 tanpa ampun, malah bikin kita jadi tertekan secara mental dan akhirnya perkembangan psikologi kita bisa terganggu.

Saran gua, manusia dibekali akal sehat sama Tuhan YME, jadi ya jalanin aja hidup lu sesuai kata hati lu. Saling menyukai, menurut gua sih kadang hal2 seperti itu ga bisa dihindari, tapi yg penting kita bisa jaga diri, jangan berhubungan fisik terlalu jauh, nanti kebablasan.

Gua sendiri pernah beberapa kali pacaran dan merasakan bagaimana hidup gua diubah menjadi lebih baik oleh yg namanya cinta. Pacaran itu TIDAK SAMA DENGAN maksiat, semua kembali ke pribadi masing2 =)
Comment Author Avatar
Thanks for remembering kk... aku share yaa..
Comment Author Avatar
tulisan pertamanya mba Siska udah keren banget dan udah panjang banget. Udah hobby nulis sebelum ngeblog kayaknya niy mba. terima kasih untuk sharing tulisannya soal pacaran mba, ini jadi reminder. dan mudah-mudahan kita selalu dijaga sama Allah ya mba, aamiin
Comment Author Avatar
Wow tulisan pertamanya Siska panjang banget ya, pake sangat! Hahha...
Tulisan ini campuran antara curhat dan artikel agama.
Comment Author Avatar
Dulu aku juga sebel kok diksh tau ga boleh pacaran , salahnya di mana. Toh ga ngapa2in. Tapi lama2 ngerti, yg mereka takutin kalo sampa 2 orang muda mudi itu ga bisa nahan diri dan akhirnya terjadi sesuatu. Kalo itu aku bisa ngerti banget.

Aku sndiri sblm nikah dulu, juga lwt tahap pacaran. Tapi ya sudahlah, yg penting skr, gimana menjaga anak2ku nanti ga sperti itu :). Karena aku bljar dr pengalaman, semakin dipaksa, biasanya anak akan berontak. Dan malah ngelakuin diam2. Jd harus cari cara gimana mereka bisa ngerti kenapa pacaran itu dilarang
Comment Author Avatar
Pengalaman masa remaja yang haru biru ya Mbak. Jatuh cinta, suka dengan lawan jenis, adalah proses alami. Namun konstruksi sosial berdasarkan agama membuat hal tersebut jadi terlarang. Semoga untuk semua remaja yang mengalami perasaan seperti ini menemukan jalan terbaik untuk masalah mereka ya. Amin
Comment Author Avatar
Kok aku jadi inget jaman jahiliyah dulu yaa..
Malu dan sedih rasanya...
Doaku semoga anak-anak tidak mengalami yang aku alami. Semoga anak-anak bertumbuh dengan jauuhh lebih baik dan dilindungi Allah azza wa jalla selalu.
Comment Author Avatar
Iya mbak,gak ada yang salah dengan cinta,tapi penempatannya saja yang harus sesuai syariah, karena cinta itu kata universal, cinta kepada lawan jenis kalau bukan muhrim harus ditekan sebelum jadi sah secara Syariah

Comment Author Avatar
Salah satu yang saya sesali sekarang adalah pernah pacaran. Suamipun adalah mantan pacar saya. Dan itu jadi PR besar buat anak-anak saya, meyakinkan ke mereka kalau pacaran itu tidak baik apalagi sampai pergi berduaan.
Comment Author Avatar
Kalau sudah usia seperti ini aku jd paham kenapa ga boleh. Apalagi di jaman2 full teknologi. Duh jd deg2an gimana nanti jelasin ga bolehnya sama anak2ku ya. Krn anak sekarang butuh penjelasan dan ga bisa jangan jangan jangan uhhhu.

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.