Kacamata, Hadiah dari Mama


Benda yang satu ini sudah melekat pada diriku bertahun-tahun lamanya. Terhitung sejak aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Waktu itu umurku baru beranjak 14 tahun, aku merasa ada yang aneh dengan penglihatanku, tepatnya ketika aku mulai mengalami kesulitan membaca materi yang ibu guru tuliskan di papan tulis, padahal aku duduk di bangku paling depan lho. Resah seketika menyergap, terngiang teguran mama yang seringkali beliau lontarkan.

“Cha, jangan cium TV kalau nonton, dengar mama dong”

“Cha harus berapa kali lagi mama ingatin, jangan baca sambil tidur, nanti matamu rusak”

Glek. Teguran mama yang sering kuacuhkan itu seolah menjadi tamparan panas. Dasar, aku memang keras kepala, biar ditegur berkali-kali tetap  ogah menghilangkan kebiasaan  selalu membaca buku dalam posisi baring sebelum tidur. Pun setiap kali nonton selalu dengan jarak hanya sekian meter dari TV. Dampaknya  pandanganku menjadi buram.

Divonis Berkacamata

“Itu kan, mama bilang apa, begitu kalau nggak mau denger omongan orang tua” Tukas mama saat mendengar keluhan anaknya yang mengaku mulai kesulitan melihat  tulisan dengan jelas di papan tulis.

Aku pun dibawa ke dokter spesialis mata dengan pemeriksaan yang berujung pada vonis dokter bahwa mataku dinyatakan minus. You know, apa artinya? 

Minus atau rabun jauh adalah salah satu penyakit mata yang mengakibatkan si “penderita” tidak  bisa melihat jarak jauh. Artinya aku harus menggunakan alat bantu untuk melihat. Yup dokter menyarankan aku agar menggunakan sebuah benda bernama KACAMATA. What? Aku pakai kacamata.. oh No... Yes!!!

Ternyata saat mendengar vonis dokter mataku mengalami penyakit minus tidak membuatku dirundung sedih, sebaliknya aku justru kegirangan membayangkan bahwa aku akan akan berkacamata, menghadirkan sosok Mahario dalam benakku. 

Mahario adalah teman kelasku waktu SD, siswa yang kerjaannya molor melulu pada saat jam pelajaran. Ibu guru sibuk menerangkan di depan kelas, dia malah asyik ngiler. Anehnya nilai ulang Rio selalu paling tinggi. Hah, aku sampai terheran-heran, bagaimana bisa murid yang hobinya tidur di kelas dapat peringkat atas. 

Namun harus aku akui Rio memang siswa cerdas ah dia tidak hanya cerdas, juga jenius. Dan fakta menariknya Mahario yang merupakan  satu-satunya siswa cerdas plus jenius adalah satu-satunya  cowok berkacamata di sekolahku (Lha trus apa hubungannya Mahario, kacamata dan aku?)

Well awalnya aku menganggap kalau aku berkacamata pasti kelihatan keren, kacamata kan identik dengan anak cerdas kayak Mahario. Berarti kalau aku berkacamata pasti dikirain cerdas walau faktanya aku nggak cerdas-cerdas amat sih. 

Dulu aku mengira orang berkacamata karena dia smart padahal  sebenarnya orang-orang yang berkacamata itu adalah orang-orang  ‘cacat’, orang-orang yang nggak bisa ngeliat jauh. 

Sekarang aku baru mengerti alasan mengapa sampai melekat kata “cerdas’’ pada orang-orang berkacamata karena sebagian besar dari mereka adalah kutu buku. Tahu kan, buku adalah gudang ilmu jadi gimana nggak cerdas orang-orang yang kesehariannya bertemankan buku? 

Kacamata, Hadiah dari Mama

Hampir 7 tahun tidak terlepas dari kacamata menjatuhkan pilihanku pada benda ini sebagai benda kesayanganku sedunia. Agak berlebihan memang aku mengibaratkannya, tapi begitulah. 

Kacamata  menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Kemana pun aku pergi ia akan selalu kubawa serta, tidak peduli ke ujung dunia sekali pun. Sebab tanpa kacamata bagaimana aku bisa menatap indahnya dunia jika yang aku lihat hanya keburaman. Serupa bagaimana aku bisa menikmati senja jika aku tak dapat melihat semburat jingga.

Alasan lain mengapa aku sangat menyayangi kacamataku karena ia adalah hadiah dari perempuan yang paling aku cintai seumur hidup. 

Tentu, aku akan mengingat mama jika aku berceloteh tentang kacamata. Meski kacamata yang kupakai saat ini bukan kacamata pertama dan meski hampir tiap tahun aku berganti kacamata namun semua kacamata yang pernah aku miliki mengukir kesan bersama mama. 

Sejak kecil mama tak pernah memberiku kado  ulang tahun, terkadang aku iri dengan teman-temanku yang ulang tahunnya selalu dirayakan, dapet kado pula sedangkan aku? yah  aku mengerti mama termasuk orangtua yang anti perayaan semacam itu dalam keluarga dan beliau paling enggan mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak penting. 

Namun sejak kali pertama beliau mengantarku ke optikal, membantu memilih kacamata yang cocok untukku, dan dengan mudah mengeluarkan uangnya membeli kacamata yang harganya lumayan mahal menyadarkan aku pada satu hal, betapa  berartinya aku bagi mama.

Saat ini aku terpisah jauh dari mama, beliau di Papua sedang aku di Sulawesi namun jarak bukan menjadi penghalang aku tak bisa melihat beliau karena cukup dengan kacamata pemberian beliau dimanapun aku berada aku merasa bisa melihat mama.

"Diikutsertakan dalam event Giveaway Wedges, Kaos dan Buku di www.argalitha.blogspot.com"

4 komentar untuk "Kacamata, Hadiah dari Mama"

Comment Author Avatar
hihi, kacamatanya mirip punya saya ^^ warnanya full putih. tapi saya pakai pas nntn di bioskop doang :p

sudah terdaftar yaaa. makasih ^^
Comment Author Avatar
cieeeeehh. itu biarpun lagi mandi kaca mata tetep di pake. maniak banget yakk wkwkwkwk...
Comment Author Avatar
hahaha, sebenernya mata gue kayaknya minus, tapi rasanya gimana gitu pake kacamata :)
Comment Author Avatar
aku juga udah pakai kacamata dari SD, lupa tepatnya kelas berapa, sampai sekarang udah mau naik semester 5 kuliah.
berapa kali disuruh pakai kontak lens, tapi gatau kenapa lebih comfort pakai kacamata.. :D

dan emang identitasku itu ya kacamataku :D

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.