Caca Si Kacamata Kesayangan
Bagaimana jika benda bisa berbicara? Mungkin dia bakal cerewet kayak Caca si kacamata Kesayangan saya ini kali ya😄
"Ca... Ca kamu dimana?" Terdengar suara memanggil-manggil namaku. Kedengarannya begitu panik. Aku sangat mengenali suara itu. Kulihat seorang gadis cantik sibuk mondar-mandir, bongkar sana-sini sambil meraba-raba.
Apa daya, aku cuma geleng-geleng menyaksikan kepanikannya. Tentu saja gadis itu sedang mencariku. Ah... dia selalu begitu. Terlalu ceroboh. Sering meninggalkanku sesaat di sebarang tempat, setelahnya baru pusing tujuh keliling.
Dasar, gadis pelupa. Umurnya baru kepala dua, tapi pelupanya bukan main. Bukannya berusaha mengobati penyakit kronisnya itu dengan menyediakan tempat terbaik yang mudah diingat agar dia tak perlu lagi kerepotan mencariku, eh kian hari cerobohnya makin menjadi-jadi.
Sudah cukup lama aku hidup bersamanya dan kejadian serupa bukan terjadi baru sekali tapi berkali-kali. Kadang aku jengkel juga sih, kenapa dia seolah tidak peduli dan membiarkan dirinya bertindak ceroboh.
Jujur saja, aku memang bahagia bila gadis itu mencariku. Sebab, jika dia mencariku, aku merasa menjadi sesuatu yang paling berharga, aku merasa betapa pentingnya kehadiranku untuk gadis yang di matanya aku hidup dan bersinar.
Namun, jika aku jengkel pun bukan tanpa alasan. Aku hanya khawatir, bagaimana bila suatu hari karena keseringan ceroboh, ditambah penyakit "lupa"nya yang tak kunjung sembuh, dia tak bisa menemukanku? Ohh... tidak. Semoga hal itu tidak akan terjadi.
Aku sangat menyayangi gadis itu dan aku tahu gadis itu memiliki perasaan yang sama. Buktinya, kemana pun ia pergi, aku selalu dibawa serta. Ibarat tangan kanan, aku lebih dari itu sebab aku hidup di matanya dan menjadi belahan jiwanya.
Yah. Aku adalah kekasih dari gadis bernama Siska Dian Wahyunita yang terkenal dengan nama Siska Dwyta di blognya. Harus ku akui, aku memang bukan kekasih pertamanya.
Sebelum bertemu denganku di Kota Daeng, dia sudah tiga kali menjalin kasih dengan bingkai sejenisku. Sayangnya dari ketiga kekasihnya itu tidak ada yang sanggup bertahan lama, begitu pun setelah setahun menjalin kasih denganku, entah kenapa matanya bertambah parah dan itu membuat kami harus pisah sementara.
Aku mengerti, dia tidak bisa menatap jelas indahnya dunia tanpa aku atau pun bingkai-bingkai lain, sehingga ketika datang si bingkai putih dan si bingkai hitam menawarkan kasih dengan pencahayaan yang lebih jernih dan tajam, aku terpaksa rela hati membiarkannya jadian dengan mereka. Saat itu aku yakin, dia yang tidak pernah membuangku dan menjagaku dengan sangat baik pasti akan kembali. PASTI.
Ternyata penantianku berbuah hasil, seperti ketiga nasib mantan kekasihnya di masa lampau. Jalinan kasihnya dengan si bingkai putih dan si bingkai hitam tak jauh berbeda. Hubungan mereka pun tidak bertahan lama.
Kini, dia telah kembali. Duh, betapa bahagianya aku bisa bersatu lagi dengan kekasihku. Setidaknya sampai detik ini, setelah sembilan tahun dia bergantung padaku dan beberapa bingkai lain untuk menghiasi matanya... aku lah yang paling lama bertahan menjadi kekasihnya.
Tentang bagaimana perjalananku dengannya, mungkin terlihat mulus. Nyatanya tidak. Kami telah banyak melewati lika-liku bersama.
Baiklah akan kuceritakan awal mula kami berjumpa. Hari itu adalah hari di bulan Juni di tahun 2010. Dia datang ke Optikal Inayah yang ada di jalan Suptan Alauddin (rumahku sebelum bertemu dengannya) bersama gadis yang belakangan kutahu adalah kakaknya.
Beberapa saat sempat kuperhatikan dia tampak bingung memilih antara aku dan teman-temanku yang berusaha menarik perhatiannya. Mendadak jantungku berdetak dan aku berdoa kencang sekali di tengah bingkai-bingkai yang heboh berteriak minta dipilih .
Alhamdulillah, Tuhan mendengar doaku. Setelah pilah sana-sini, dia akhirnya menjatuhkan pilihannya pada bingkai nan sederhana berwana coklat. Yup.. it's me. Well, aku percaya itu bukan sekedar kebetulan tapi takdir.
Kala itu, dia masih seorang gadis remaja yang baru saja lulus SMA dan hendak melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri di Kota Daeng yang rupanya sangat jauh dari kampung kelahirannya.
Dari perkenalan di perjumpaan pertama kami setelah membawaku pulang ke kosnya, dia bercerita bahwa dia berasal dari Pulau yang terletak paling ujung timur Indonesia. Papua. Serui tepatnya. Entahlah itu di bumi bagian mana, aku berharap suatu saat dia akan membawaku ke sana.
Gadis manis itu dengan semangat menggebu-gebu juga bercerita mengenai kronologis matanya yang sampai divonis dokter harus berhubungan dengan 'sesuatu' yang sejenisku.
Di keluarganya hanya dia yang memiliki mata setengah normal. Konon katanya, sejak kecil ia terkenal sebagai gadis si kutu buku yang tiap tidur ditemani dengan buku-buku. Masalanya dia merasa tidak nyaman dan nikmat bila tidak membaca dalam keadaan baring.
Selain hobi membaca, dia juga hobi nonton televisi dengan jarak yang mamanya andaikan ibarat mencium tivi. Dekat sekali. Kebiasaan buruknya sewaktu kecil itulah yang membuatnya harus bergantung pada bingkai kaca sepertiku.
Kata dia, saat matanya masih normal, mamanya sudah seringkali mengingatkan agar baca jangan baring, nonton jangan terlalu dekat tapi dasar dianya yang gak mau dengar, jadi begitulah kejadiannya
Di kota Daeng, si dia tinggal bersama saudaranya di sebuah kos kecil. Sejak saat itu, kata dia - kehidupannya berputar 180 derajat. Dia yang tak terbiasa hidup sendiri harus belajar mandiri, jauh dari orang tua membuatnya terlihat begitu tegar, padahal tidak -aku tahu betapa rapuhnya dia.
Hari-hari selanjutnya aku semakin akrab dan setia menemaninya, mulai dari kesibukan mendaftar tes masuk kuliah kesana-kemari, ikut ujian SMPTN dan ujian-ujian masuk PTN lainnya hingga akhirnya dia dinyatakan lolos di salah satu perguruan tinggi Islam di Kota Daeng, dengan jurusan yang katanya agak mengecewakan.
Aku hadir di sisinya saat itu, dan menyaksikan raut sedih terpancar dari wajah manisnya sebab ia tidak lulus di kampus dan jurusan yang sangat ia inginkan.
Seandainya saja dia bisa mendengar suaraku, aku ingin sekali berteriak dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Lihat, hampir empat tahun berlalu, kekecewaannya yang dulu telah hilang berganti kesyukuran. Yah, serupa pikiranku ketika itu semua memang berjalan-jalan baik-baik saja.
Kini, dia telah tiba di akhir semester. Tinggal menghitung bulan, Insya Allah tahun ini ia akan mengenakan toga dan meraih gelar S.Pd. (aku selalu mendoakan yang terbaik untuknya)
Beideiwei, penglihatannya yang buram menjadikan diriku sangat berarti di matanya. Meskipun demikian, aku tahu terkadang dia mengaku lelah bersamaku.
Bukannya bosan, tapi dia ingin merasakan sedikit saja waktu dimana dia bisa terlihat normal di hadapan orang banyak. Diriku memang sangat menonjolkan kekurangan yang dia miliki.
Entah, kehadiranku ini termasuk memberi kekuatan atau kelemahan. Mungkin karena itu beberapa kali dia sengaja melakukan tantangan yang bikin aku hampir mati tak berdaya.
Bayangkan saja? Pernah dia melepaskan gengamanku dari telinganya kemudian melajukan motor. Sendiri. Dari kampus ke kos dengan perjalanan yang makan waktu setengah jam. You know, betapa beraninya dia melakukan itu tanpa aku. OMG.
Sumpeh. Gila. Aku gak ngerti apa yang terbesit di pikirannya kala melakukan hal konyol tersebut. Nekat sekali, padahal dia gak bisa lihat jarak jauh. Karena itu dia selalu butuh aku untuk matanya.
Syukurnya karena gadis yang kucintai itu selalu berhasil melewati tantangan "mengendarai motor tanpa aku" yang ia uji sendiri. Setelah itu dengan senyum sumringah ia berkata "Aku belum buta kan, mataku masih bisa melihat. See! aku mampu menempuh perjalanan dari kos ke kampus tanpamu Caca"
Rasanya sungguh bahagia, bisa bertahan sejauh ini untuk seorang yang cuek tapi begitu perhatian seperti dia, yang acuh tapi sebenarnya sangat penyayang, yang tampak masa' bodoh tapi begitu peduli. Sampai di sini, maaf, bila aku tak bisa menceritakan semua kenangan rasa bersamanya.
Terakhir, aku hanya ingin berterima kasih untuk segenap waktu yang dia lalui bersamaku. Dia mungkin tak bisa melihat jelas tanpaku... tapi aku jauh lebih tak berarti bila tak ada seorang sepertinya yang membutuhkanku, agar ia bisa menatap dunianya.
Salam dariku,
Caca, si bingkai coklat berwajah manis
"Saya @siskadwyta mengikutsertakan
Caca dalam Giveaway : Ketika Kami Berbicara yang diadakan oleh www.wamubutabi.blogspot.com"
4 komentar untuk "Caca Si Kacamata Kesayangan"
jaga dia baik-baik yaa..
hihi
btw, kamu suka nonton tipi deket2 yah, kenapa nggak sekalian ajah kaca matanya di kasih tipi. jadi tipinya di tempel di kaca mata. oke, itu terlalu extrim.. haha
postingannya panjang2 wkwkwkkw
eh ikutan GA ini ya Zhie? aku mau ikut tapi telat hehehe
Btw kamu jangan ceroboh lagi, kasian kan si Ca, apalagi kalian hidup bersama sudah bertahun-tahun :)
terus kamu jadi bingung sendiri kan, hhhoo
iya bener tuh kata topik, mending kaca matanya ditempel di tv aja, laaaahhh
kebiasaan buruk memang harus dihindari Zhie, itulah kenapa mata kamu jadi butuh Ca terus ... sukses ya
Semoga Caca terus mewarnai harinya kak Zhie ya :3
Tulisan kak Zhie ini emang enak dibaca, walaupun panjang tapi gak ngebosenin. Keren deh!
Good luck ya buat GA-nya :D
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.