Secarik Surat Untukmu Pelangi

Secarik surat untukmu Pelangi Sahabatku

Untukmu Pelangi 
di - Rumah Barumu 

Bismillahirrahmaanirrahiim 

Apa kabar Pelangi terindahku? Semoga Allah senantiasa menjagamu di sana. Sudah lama sekali kau tak menyapa. Seingatku, terakhir sebulan yang lalu ketika kau datang menghampiriku di suatu malam berbintang tanpa rembulan dengan penampilan yang begitu anggun dan menawan dalam balutan jilbab putih panjang. 

Kau tampak cantik sekali saat itu. Aku sampai pangling melihat sahabatku yang tomboy berubah drastis. Jeans belel dan kemeja lengan pendekmu berganti dengan gamis. Rambutmu yang biasa ditrondolin telah tertutupi kerudung, tak ketinggalan kakimu pun kau alasi dengan kaos kaki.

Ah, rasanya seperti mimpi saja. Seketika aku terisak dan langsung memelukmu erat. Namun belum puas kutuangkan semua rasa rindu yang lama terpendam, kau tiba-tiba sudah berada di ujung jalan dan melambaikan tangan hingga perlahan sosokmu menghilang. 

Pelangi, malam itu juga aku terbangun dan mendapati mataku basah. Rasanya memang seperti mimpi. Benar, sebulan lalu kau menghiasi bunga tidurku, setelah itu kau tak pernah lagi menjumpai sahabatmu ini, padahal aku selalu merasa bahagia dengan setiap perjumpaan kita, walau itu hanya dalam mimpi. 

Pernah di malam yang lain, malam ketujuh pasca kecelakaan maut yang akhirnya mengharuskanmu pergi, untuk pertama kalinya kau menghampiriku di pantai Losari yang dulu sering kita habiskan ratusan senja di sana. Masih lekat dalam benakku, ucapanmu kala itu. 

Cha, sekarang aku udah punya rumah baru lho. Suatu saat kamu juga harus tinggal bersamaku di sini yah, tapi kamu jangan lupa selalu minta sama Allah, Allah kan Maha Baik, kalau diminta terus Allah pasti ngasih. Kau terlihat sangat bahagia sebaliknya aku justru menangis dalam mimpiku.

Malam ini, akhirnya kau datang lagi, dengan penampilan yang semakin anggun dan senyuman yang selalu sama. Aneh. Mungkin banyak yang tak percaya bahwa ini sudah kali kesebelas aku memimpikanmu terhitung sejak April tahun lalu. Mungkin karena kita pernah teramat dekat, batinku seolah sudah menyatu dengan batinmu.

Tujuh tahun menjalin persahabatan, tentu bukan waktu yang singkat. Aku telah mengenalmu seperti aku mengenal diriku. Aku pun mencintaimu seperti aku mencintai diriku. Kita pernah berada di jalan yang sama, terperosok bersama namun tetap saling menggamit, saling menguatkan juga saling berbagi tawa dan tangis. 

Meski pernah kau berada satu langkah di depanku, akibatnya genggaman kita terlepas sebab langkah kita yang sempat tak sejalan. Namun kau tak henti-hentinya menoleh ke belakang, hendak menggamit tanganku lagi dan membawaku ikut langkahmu. Aku tahu, kau tak akan membiarkanku tersesat seorang diri. 

Setelah pertemuan singkat kita malam ini, aku sengaja bangun dari pembaringan dan mencoba merangkai kata demi kata, mengenang segala tentangmu. Yah, aku sedang menulis surat untukmu, Pelangi. Sekedar mengobati rindu yang kian membuncah dan tak tahu harus kutumpahkan kemana. 

Jika nanti kau hadir kembali dalam lelapku, semoga aku bisa menunjukkan surat ini. Surat yang kutulis dengan penuh linangan air mata. Duh, kok aku cengeng banget yah, tidak setegar dirimu yang dulu sering kudapati menghalau jatuhnya setiap bulir air mata saat orang tuamu terang-terangan menentang niat baik anaknya yang ingin berhijrah di jalan Allah. 

Bahkan kau sampai diusir dari rumah gara-gara jilbab besar yang kau pertahankan itu. Sebaliknya aku malah menentang keras mama dan juga kau yang terus mengomporiku untuk menutup aurat. 

Pelangiku yang cantik, setahun berlalu lihatlah, alhamdulillah kini aku telah mengikuti langkahmu. Menjadi muslimah sejati serupa impianmu, impianku juga. Hidayah Allah telah sampai padaku meski telat, kau telah tiada dan aku baru merasakan betapa nikmatnya berada di jalan yang dulu kau jejaki. 

Terima kasih pelangi atas sepenggal episode bersamamu, ada ataupun tiada kau tetap terkenang di hatiku. Terima kasih pernah menghiasi hari-hariku dengan warna-warnimu. Bahkan mendung yang terkadang menggelayut di wajahku selalu bisa kau tepiskan. 

Kau yang bersedia menjadi pendengar setia keluh-kesahku, kau yang tak pernah protes bila aku kerapkali memonopoli pembicaraan sementara kau lebih banyak diam. Kau yang tak pernah sungkan memarahiku bila berbuat salah, kau yang tetap sabar menerima penolakan setiap kali mengajakku ikut tarbiyah dan kau... 

Yah kaulah satu-satunya sahabat terbaikku. Sahabat sejati yang senantiasa mengingatkanku pada Allah sekalipun kini kau lebih dulu berada di akhirat. 

Salam sayang, tunggu aku Pelangi. Insya Allah kita akan berjumpa kembali di rumah barumu. Rumah kita di Surga-Nya Aamiin 

Sahabatmu,

Makassar, 19 April 2014

Posting Komentar untuk "Secarik Surat Untukmu Pelangi"