Wanita dan Masakan, Apa Hubungannya?
Bismillaahirrahmaanirrahiim
"Calon istrimu itu nggak pintar masak lho" begitu kira-kira informasi tambahan dari keluarga yang sampai ke telinga lelaki yang bakal menggenapiku.
Bukan cuma sekali, berulang-ulang malah hal yang sama tersebut disampaikan bergantian oleh mama, kakak hingga tanteku ke lelaki itu dan tanggapannya juga selalu sama..
"Nggak papa kok, urusan masak mah gampang, kan bisa belajar nanti".
Jawaban yang bikin hati saya terenyuh, walau dengarnya cuma dari cerita mama dan kakak, nggak langsung dari orangnya. Maklum waktu itu kami belum SAH jadi mau komunikasi apa-apa, semuanya lewat perantara. Jawaban cerdas tersebut tentu saja makin memantapkan hati saya melangkah ke jenjang pelaminan bersama nya, lelaki yang katanya tidak terlalu mempermasalahkan urusan dapur. Itu kata dia sebelum nikah, nggak tahu kalau udah nikah, mungkin beda lagi, haha.
"Kalau mau menikahi wanita yang pintar masak mending carinya chef atau koki aja deh atau sekaligus mbak-mbak yang kerjanya di warung" begitu guyonan yang pernah saya dengar dan sepertinya lelaki yang telah melamar saya tidak berminat menikahi seorang chef atau pun koki, apalagi mbak-mbak yang kerja di warung yang belum tentu juga masih single, hehe.
"Calon suamimu itu cari istri bukan tukang masak" mungkin kalau saya curcol ke akhwat dalam lingkaran shalihah, salah satu dari mereka komentarnya bakal kayak gitu.
"Justru cari istri memang harus sepaket kan? Jadi tukang masak, tukang bersih-bersih, tukang ngelayani suami, tukang jagain anak, dan bla bla" ukhti yang telah menikmati lelah-lelahnya jadi istri plus ibu rumah tangga ikut menimpali.
"Yee, sekaligus aja suruh saja cari babu, pembokat atau pembantu sekalian" seloroh ukhti yang masih dalam masa penantian sambil cengengesan.
"Ya, kita kembalikan saja ke fitrahnya seorang istri. Sekali pun dia adalah wanita karir kewajiban utamanya tetap di rumah, melayani suami, mengurus rumah dan akan bertambah setelah memiliki anak" ujar ukhti yang paling dewasa di antara kami.
Sementara saya, paling cuma mangut-mangut menanggapi percakapan yang hanya muncul dalam benak saya itu. Selama menjalani proses menuju halal mulai dari ta'aruf hingga khitbah saya memang sengaja menutup-nutupi dan tidak mengumbar ke siapa-siapa selain keluarga, walau ujung-ujungnya kabar tersebut sempat bocor juga sebelum waktunya.
Nah, berbicara tentang fitrah seorang istri, saya agak tergelitik. Jika melihat KBBI, fitrah artinya asal; suci; pembawaan; bakat maka bila diletakkan kata "fitrah" di depan kata "seorang istri" berarti maknanya merupakan pembawaan atau sudah dari sononya tugas seorang istri adalah melayani suami, mengurus rumah dan merawat anak-anak. Dari zaman ke zaman tetap seperti itu. Tidak akan berubah.
Kalau pun ada yang berubah, setidaknya kini zaman semakin modern, semakin canggih, semakin maju sehingga pemikiran-pemikiran orang-orang zaman now juga ikut maju. Tidak lagi kolot dan memandang kodrat wanita setelah menikah hanya di dapur, kasur dan sumur. Wanita zaman now memiliki ruang gerak yang bebas. Mereka boleh berpendidikan setinggi-tingginya, mengembangkan sayap karir selebar-selebarnya dan eksis sesuka hati. Beda dengan wanita zaman old yang sehari-harinya dikurung mengurus segala urusan rumah tangga, dilarang menempuh pendidikan tinggi apalagi sampai ikut bekerja di luar rumah.
Namun sebebas apa pun ruang gerak yang diberikan pada wanita zaman now tetap saja, setelah menikah kewajiban utamanya ada di rumah. Dalam ajaran agama pun dikatakan; sebaik-baik tempat bagi wanita (baik yang telah maupun belum menikah) adalah di rumah, bukan di kantor, rumah sakit, sekolah, pabrik atau dimana pun. Bahkan konon pekerjaan yang paling mulia bagi seorang wanita khususnya muslimah adalah dengan menjadi Ibu Rumah Tangga.
Jadi jelaslah kesamaan antara wanita zaman now dan zaman old, mau sampai zaman kapan pun fitrahnya seorang wanita yang telah berstatus istri utamanya adalah di rumah. Setidaknya karena istri tidak menanggung beban seperti halnya suami yang memang diwajibkan mencari nafkah di luar rumah. Barangkali dengan pandangan tersebut sehingga orang tua dulu melarang bahkan tidak mendukung anak perempuannya sekolah tinggi-tinggi karena menurut mereka percuma. "Setinggi-tingginya perempuan menempuh pendidikan akan kembali juga ke dapur" demikian pepatah turun temurun yang sepertinya masih dipegang teguh orang tua zaman old.
Pepatah tersebut tidaklah salah. Memang benar, perempuan yang menempuh pendidikan setinggi apa pun pasti akan kembali ke dapur terutama setelah menjadi istri. Sudah menjadi fitrah seorang istri demikian. Atau anggap saja pepatah tersebut sekadar mengingatkan agar kita jangan sampai lupa dengan kodrat sebagai wanita. Jangan mentang-mentang karena udah bertitle doktor, karir melejit, jabatan tinggi, terkenal, tapi suami dan anak di rumah terabaikan.
Etapi jangan pula sampai tersindir dan berpikiran ah, ngapain saya capek-capek kuliah S1, S2, S3 sampai S4 ikut jenjangnya samsung kalau pada akhirnya akan kembali ke dapur, berkutat dengan jahe, kunyit, lengkuas dan segala macamnya. Percuma, buang-buang duit. Ijazah juga nggak kepake. Paling abis nikah kerjaannya cuma sibuk urus suami dan anak-anak, sampai-sampai urus diri sendiri hampir kelewat boro-boro mau urus pekerjaan di luar rumah. Please deh jangan berpikiran kolot seperti itu.
Wanita memang dituntut harus cerdas pun berakhlak. Sebab dari dirinyalah lahir generasi penerus bangsa. Generasi yang diharapkan mampu membawa perubahan yang lebih baik di negeri yang sudah sedemikian carut-marut ini. Narkoba, free seks, marriage by accident, tawuran, mabuk-mabukan, dsb telah lama menjamur di negeri ini dan naasnya mayoritas pelaku menyimpang tersebut adalah dari kalangan anak-anak remaja bahkan tidak sedikit pula menyeret anak-anak di bawah umur.
*postingan ini belum kelar ya
Wanita memang dituntut harus cerdas pun berakhlak. Sebab dari dirinyalah lahir generasi penerus bangsa. Generasi yang diharapkan mampu membawa perubahan yang lebih baik di negeri yang sudah sedemikian carut-marut ini. Narkoba, free seks, marriage by accident, tawuran, mabuk-mabukan, dsb telah lama menjamur di negeri ini dan naasnya mayoritas pelaku menyimpang tersebut adalah dari kalangan anak-anak remaja bahkan tidak sedikit pula menyeret anak-anak di bawah umur.
*postingan ini belum kelar ya
1 komentar untuk "Wanita dan Masakan, Apa Hubungannya?"
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.