Ramadhan, Sungguh Aku Tak Ingin Celaka!
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Ada satu hadis yang membuat saya tertegun sekaligus merinding. Hadis tersebut seharusnya sudah sangat familiar di telinga sebab setiap tahun selalu ada penceramah yang menyebutnya berulang-ulang, mengingatkan berkali-kali atau paling tidak dalam satu bulan yang istimewa, hadis tersebut bakal populer di mulut-mulut para penyeru kebaikan dan naik daun di tangan-tangan para pejuang tinta dakwah. Ah, tapi mengapa pula saya seolah baru mendengarnya? Seakan baru tahu ada hadis yang bunyi teksnya seperti itu. Celaka sungguh celaka. Kemana saja saya selama ini?
Jangan-jangan ah jangan jangan; saya tergolong hamba seperti salah satu dari tiga doa malaikat Jibril yang kemudian diaamiinkan Rasul dalam hadis tersebut.
Sungguh celaka dan amat merugilah; seorang hamba yang apabila Allah masih memberinya kesempatan menjumpai Ramadhan namun hingga bulan penuh nan maghfirah itu berlalu dosa-dosanya tak kunjung jua diampuni.
Mungkinkah Ramadhan-Ramadhan yang telah saya lewati selama ini berlalu demikian. Sia-sia saja. Saya puasa, shalat, mengaji, infak sedekah dan lain sebagainya namun ternyata tak satu pun amal ibadah saya yang diterima. Bahkan yang saya dapatkan dari menahan makan dan minum sepanjang hari selama Ramadhan hanyalah lapar dan dahaga sementara dosa-dosa saya kian waktu kian menjulang tak termaafkan.
Ah, barangkali demikian adanya mengingat ibadah saya di Ramadhan yang lalu-lalu masih setengah-setengah. Tidak sepenuhnya menghadirkan hati. Niat berpuasa pun kadang masih membelok. Shalat masih sering telat, tidak khusyuk. Tarawih masih bolong-bolong. Tahajud diabaikan. Dhuha apalagi. Mengaji sebatas mengejar target khatam, beramal tidak semata-mata karena Allah dan masih banyaklah ibadah-ibadah lain yang semestinya bisa saya optimalkan di bulan Ramadhan namun kenyataannya teramat jauh dari ekspektasi. Malah sepertinya tiap tahun semangat saya menyambut bulan Mubarak ini sebatas tumbuh di sepuluh Ramadhan pertama saja dan dratis menurun di hari-hari terakhir.
Ah, saya merasa selama seperempat abad hidup di dunia -terhitung sejak memasuki masa baligh dan mulai menjalankan ibadah Puasa- Ramadhan yang saya temui tidak kunjung menjadikan saya keluar dalam keadaan fitrah. Tentu, bukan salah Ramadhan bila saya tak mendapati fitrah dan maghfirah-Nya, salah saya sendiri yang kerap lalai saat menemuinya.
Padahal Ramadhan adalah momentum terbaik untuk beribadah dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sebab ketika bulan nan suci itu tiba; ampunan Allah melangit luas, semua amal dilipatgandakan, pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka tertutup rapat dan syaitan-syaitan pun dibelenggu. Terlebih lagi ada satu malam di bulan Ramadhan yang kemuliaanya jauh lebih baik daripada seribu bulan. Maa syaa Allah.
Ah, barangkali demikian adanya mengingat ibadah saya di Ramadhan yang lalu-lalu masih setengah-setengah. Tidak sepenuhnya menghadirkan hati. Niat berpuasa pun kadang masih membelok. Shalat masih sering telat, tidak khusyuk. Tarawih masih bolong-bolong. Tahajud diabaikan. Dhuha apalagi. Mengaji sebatas mengejar target khatam, beramal tidak semata-mata karena Allah dan masih banyaklah ibadah-ibadah lain yang semestinya bisa saya optimalkan di bulan Ramadhan namun kenyataannya teramat jauh dari ekspektasi. Malah sepertinya tiap tahun semangat saya menyambut bulan Mubarak ini sebatas tumbuh di sepuluh Ramadhan pertama saja dan dratis menurun di hari-hari terakhir.
Ah, saya merasa selama seperempat abad hidup di dunia -terhitung sejak memasuki masa baligh dan mulai menjalankan ibadah Puasa- Ramadhan yang saya temui tidak kunjung menjadikan saya keluar dalam keadaan fitrah. Tentu, bukan salah Ramadhan bila saya tak mendapati fitrah dan maghfirah-Nya, salah saya sendiri yang kerap lalai saat menemuinya.
Padahal Ramadhan adalah momentum terbaik untuk beribadah dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sebab ketika bulan nan suci itu tiba; ampunan Allah melangit luas, semua amal dilipatgandakan, pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka tertutup rapat dan syaitan-syaitan pun dibelenggu. Terlebih lagi ada satu malam di bulan Ramadhan yang kemuliaanya jauh lebih baik daripada seribu bulan. Maa syaa Allah.
Pantaslah bila Sang Rasul yang amat mengasihi umatnya sampai mengamini doa malaikat Jibril yang terkesan mengumpat umat Rasul yang abai dari menghidupkan cahaya di bulan Ramadhan. Ini bukan berarti Rasul ikut mengumpat dan mengiyakan, tapi sebagai bentuk reminder terhadap umatnya agar jangan sampai termasuk ke dalam golongan orang-orang yang menyia-nyiakan Ramadhan. Sebab sungguh amat disayangkan jika Ramadhan dibiarkan berlalu begitu saja sementara di dalamnya terdapat banyak keutamaan yang bisa kita raih.
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat beberapa keutamaan Ramadhan sesuai dengan apa yang pernah disabdakan Rasulullaah shallallaahu'alaihi wassalam ;
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat beberapa keutamaan Ramadhan sesuai dengan apa yang pernah disabdakan Rasulullaah shallallaahu'alaihi wassalam ;
Maka jika Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan terakhir saya; saya tak ingin menjadi hamba yang celaka. Hamba yang merugi. Hamba yang dosa-dosanya tak terampuni selepas Ramadhan. Saya ingin ini menjadi Ramadhan terbaik dan terindah dalam hidup saya.
Tulisan ini diikutkan dalam postingan tematik Blogger Muslimah Indonesia
#PostinganTematik
#PostemSpecialRamadhan
#BloggerMuslimahIndonesia
12 komentar untuk "Ramadhan, Sungguh Aku Tak Ingin Celaka!"
Hati2...
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.