Tentang THR dan Kenangan bersama Om


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Kalau bahas tentang THR, saya pasti bakal terkenang dengan om Jumading rahimahullaah. Beliau adalah kakak dari mama yang semasa hidupnya baik banget, selalu ngasih THR ke ponakan-ponakannya termasuk saya. THR yang beliau kasih pun tak tanggung-tanggung nominalnya. Memang sih tidak sampai sejeti, tapi bagi saya yang kala itu masih jadi mahasiswi dan tinggal di kos-kosan, dapet THR dengan jumlah ratusan ribu itu sudah lumayan banget.

THR terakhir yang saya terima dari om adalah di ramadan tiga tahun lalu, waktu saya masih lajang. Saya masih ingat sekali waktu itu si Bungsu pulang dengan ekspresi girang ke rumah karena baru saja mendapat THR dari om. Tahu si Bungsu dapat THR saya cemburu dong lalu merujuk pada mama agar mengantarkan saya ke rumah om agar kebafian THR juga. Jelas mama nolak dan menyuruh saya untuk minta THR sendirian.

What? Saya disuruh minta THR. Duh, seumur-umur saya belum pernah minta THR meski itu sama om sendiri. Kalaupun bisa kebagian THR dari om itu karena kakak atau adik saya yang lebih dulu minta, saya mah cuma ngekor saja di belakang. Haha dasar! Tapi beneran deh dari empat bersaudara, cuma saya saja yang karakternya pemalu banget. saat itu si Bungsu yang mengantar saya ketemu om dan tanpa meminta si Om sudah tahu maksud kedatangan ponakannya yang pemalu ini. Masuklah beliau ke dalam kamar lalu keluar membawa beberapa lembar uang merah yang jumlahnya menyamai dengan gaji mengajar saya sebagai honorer selama sebulan.

Ya, Itu THR terbanyak yang om berikan ke saya sekaligus menjadi THR terakhir. Setelah itu tidak ada lagi THR dari om selain karena status saya yang sudah menikah, om juga sudah pensiun. Apalagi dengan kondisinya yang sakit selama nyaris setahun terakhir sebelum akhirnya beliau berpulang untuk selama-lamanya.

Ramadan tahun lalu beliau masih ada. Saya juga masih mencium tangannya saat hari lebaran. Bahkan saya masih sempat datang menjenguk beliau di malam kala kontraksi-kontraksi kecil mulai  menyapa lalu keesokkan paginya Bunay lahir . Namun siapa sangka ternyata itu adalah malam terakhir saya bertemu beliau. Malam terakhir saya menatap wajahnya. Malam terakhir saya memijit kakinya.

Setelah Bunay lahir kondisi om makin parah. Sedihnya saya tidak bisa menjenguk beliau pun tidak bisa hadir bersama keluarga yang lain di detik-detik menjelang “kepulangan” beliau karena kondisi saya yang saat itu masih tidak memungkinkan untuk keluar rumah.

Ah, maaf jika bahas THR saya pasti akan larut mengenang om kesayangan saya. Bukan cuma saya saja, saudara-saudara saya juga merasakan hal yang sama. Ponakan-ponakan beliau yang lain pun demikian.

Buktinya, beberapa hari lalu mama nelpon dan cerita tentang si Bungsu yang pusing dan bingung karena tahun ini tidak ada lagi om kesayangan kami yang biasa memberikan dia THR. Lantas mama menanggapi dengan sedikit guyonan, pergi saja ke makamnya Om baru minta THR

Bicara tentang THR dalam hidup saya memang tidak akan lepas dari sosok Om Jumading rahimahullaah. Beliau adalah sosok yang begitu dermawan dan sayang dengan semua ponakan-ponakannya. Pantaslah ketika beliau pergi dari dunia ini, bukan hanya anaknya yang merasa kehilangan, semua keponakannya baik dari saudara-saudaranya maupun saudara-saudara istrinya juga merasakan kehilangan yang sama.

THR memang identik dengan membagi-bagikan uang terutama pada anak-anak atau ponakan. Tradisi ini mungkin sama seperti angpau pada masyarakat Tionghoa. Namun jika kita memaknai lebih dalam, pemberian THR meski dengan nominal yang tidak seberapa pastilah akan meninggalkan kesan yang berarti di hati anak-anak (dan sudah pasti setiap anak akan merasa bahagia mendapatkan THR). Kesan itu pula yang tertanam dalam hati saya bahkan setelah Om  telah tiada.

Well, Itulah sedikit cerita dari saya tentang THR dan Kenangan bersama sosok Om yang semasa hidupnya sangat penyayang terhadap anak-anak, kalau kamu punya cerita apa tentang THR, share di kolom komentar yuk!

Posting Komentar untuk "Tentang THR dan Kenangan bersama Om"