Tentang Uang Panaik, Budaya dari Suku Bugis Makassar


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Beberapa waktu lalu saya sempat menulis Catatan Seputar Khitbah dalam Islam di Kamar Kenangan ini dan menyinggung uang panaik. Yap, khitbah dan uang panaik bagi masyarakat suku Bugis Makassar ibaratnya sudah seperti dua sisi uang logam. Keduanya saling terkait dan tak bisa dipisahkan. Ketika kamu hendak melamar gadis Bugis atau Makassar ya harus ada pembicaraan terkait uang panaik terlebih dahulu. Bahkan diterima atau ditolaknya khitbah seorang lelaki terhadap gadis Bugis Makassar tergantung uang panaik.

Bagi kamu yang berasal dari luar Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan, mungkin masih asing dengan tradisi suku yang satu ini. Namun sepertinya sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bila hendak menikah dengan gadis Bugis ataupun Makassar kamu harus mempersiapkan budget yang banyak.

Beidewei, gara-gara masalah uang panaik ini, saya sempat berpikiran mana ada lelaki yang berani meminang saya. Pasalnya, lelaki yang menjalin hubungan pacaran dengan gadis Bugis saja masih ragu-ragu untuk maju jika orang tua si gadis mematok uang panaik tinggi apalagi yang tidak menjalin hubungan sebelumnya.

Iyes, orang tua saya terutama mama sangat memegang teguh tradisi ini. Bahkan jauh-jauh hari beliau sudah berpesan; Nak, kalau ada yang mau maju, bilang sama dia harus persiapkan uang panaik dengan minimal nominalnya segini. Demi mendengar nilai minimal uang panaik yang mama patok saya langsung lemes duluan sambil bergumam dalam hati “Duh, kalau nominalnya sebanyak itu kapan saya nikahnya atau jangan-jangan saya nggak bisa nikah lagi gara-gara terhalang uang panaik”

Maklum ya kalau saya sempat worry dan berpikiran ngawur gitu, pasalnya saat itu calon saja saya belum punya eh malah ditambah lagi dengan beban uang panaik yang disyaratkan orang tua. Sementara target saya untuk menggenapkan separuh dien semakin mepet.

Saya memang sudah menargetkan pengen menikah maksimal sebelum umur menginjak seperempat abad, meski belum punya calon sama sekali. Well, saya masih ingat jelas, waktu itu umur saya tinggal beberapa bulan menyentuh angka 25 dan belum ada tanda-tanda saya bakal segera ketemu jodoh. Malah yang ada jodoh saya sepertinya semakin jauh (gara-gara proses taaruf yang saya ikhtiarkan gagal mulu).

Sempat pesimis juga, nggak mungkin bisa nikah sesuai target. Wong calon saja belum ada, belum dengan prosesnya ke sana, persiapannya dan bla bla bla. Semua itu kan butuh waktu yang tidak sedikit. Namun Maa Syaa Allaah saya begitu takjub dan tergugu dengan cara Allaah mempertemukan saya dengan sang Jodoh yang sungguh tak disangka-sangka. Proses kami menuju halal pun terbilang cukup singkat, walau sempat terhambat karena masalah uang panaik. But finally, saya bisa mencapai target nikah hanya dalam jangka waktu tiga bulan setelah taaruf dan tepat 2 bulan kurang tiga hari sebelum umur saya menginjak seperempat abad.

Nah, dari pengalaman menuju halal dan sudah bersinggungan dengan uang panaik, saya jadi pengen mengemukakan opini  terkait budaya ini terutama hubungannya dalam agama. Cuss langsung saja yuk simak ulasan saya berikut.

Budaya Uang Panaik dan Mahar


gambar : kaskus.co.id

Seperti yang sudah saya terangkan di postingan tentang Khitbah dalam Islam, uang panaik adalah uang belanja atau uang yang digunakan untuk belanja berbagai kebutuhan pesta pernikahan yang diselenggarakana oleh pihak atau keluarga wanita. Berbeda dengan mahar atau mas kawin yang merupakan harta pemberian laki-laki kepada perempuan dan termasuk salah satu syarat sah dalam pernikahan. Artinya mahar ini sesuatu yang harus ada dalam pernikahan, bila tidak ada maka pernikahan dianggap tidak sah. Lalu bagaimana dengan uang panaik?

Jelas uang panaik termasuk tradisi atau ada istiadat dalam suku Bugis Makassar yang sekalipun tidak dipenuhi pun tidak mengapa, tidak akan membatalkan suatu pernikahan. Jadi jelas ya uang panaik tidak sama dengan mahar.

Nah, masalahnya di sini, jika lelaki yang hendak melamar wanita dari Bugis Makassar tidak dapat memenuhi uang panaik yang ditentukan oleh pihak keluarga perempuan maka lamarannya terancam tidak akan diterima. Buktinya, sudah banyak laki-laki yang lamarannya terhadap wanita dari suku Sulsel ditolak gara-gara uang panaik. Bahkan tidak sedikit pula lelaki yang tidak berani melamar wanita Bugis Makassar karena tradisinya yang dianggap terlalu mempersulit proses menuju pernikahan.

Yap, adanya tradisi uang panaik memang memberatkan pihak laki-laki. Pasalnya, nilai uang panaik yang ditetapkan pihak perempuan tidaklah sedikit. Nilainya bahkan bisa mencapai ratusan hingga milyaran rupiah. Duh, ngeri ya!

Umumnya penentuan nominal uang panaik disesuaikan dengan status sosial atau strata wanita Bugis Makasaar yang hendak dilamar. Semakin tinggi status sosial wanita maka semakin tinggi pula uang panaiknya. Faktor pendidikan si wanita juga menentukan standar dalam penentuan jumlah uang panaik.

Contoh nih, jika uang panaik bagi gadis lulusan SMA ditetapkan 50 juta, maka uang panaik bagi gadis berpendidikan S1 diperkirakan lebih dari 50 juta hingga 100 juta. Itu baru yang S1 lho.

Lantas bagaimana bila si calon wanita tersebut telah menyandang status hajjah, pendidika, S2, keturunan bangsawan pula, kira-kira berapa standar uang panaiknya? Tentu, uang panaiknya akan bermain di angka sekitar ratusan atau milyaran rupiah.

Beidewei, menurut kamu berapa kira-kira nominal uang panaik yang ditetapkan orang tua saat saya dilamar dulu? Haha jawabannya saya skip yaak.

Dan sekali lagi itu baru pembicaraan terkait uang panaik. Belum termasuk biaya yang dikeluarkan si calon lelaki untuk belanja kebutuhan mahar. Masih mending ya kalau pihak perempuan hanya menetapkan mahar Al-Qur’an dan seperangkat alat shalat. Lha bagaimana kalau selain menetapkan uang panaik tinggi, pihak perempuan juga mensyaratkan mahar berupa harta bernilai tinggi seperti satu seperangkat emas sekian puluh gram, atau tanah atau rumah atau kendaraan roda empat, dsb.

Duh, kok pernikahan adat Bugis Makassar sampai seribet itu sih. Baiklah sebelum lanjut membahas opini saya terkait uang panaik, ada baiknya kita telusuri dulu asal usul uang panaik.

Asal Usul Budaya Uang Panaik

gambar : kaskus.co.id
Sebenarnya saya kurang tahu persis bagaimana asal usul atau latar belakang sehingga uang panaik bisa menjadi bagian dari tradisi suku Bugis Makassar namun setelah googling baru deh saya mendapatkan jawabannya.

Jadi menurut cerita, asal usul uang panaik bermula dari kisah yang terjadi pada zaman penjajahan Belanda. Konon, pada zaman itu pemuda Belanda seenaknya menikahi perempuan Bugis Makassar yang ia inginkan. Setelah menikah, ia kembali menikahi perempuan lain dan meninggalkan istrinya itu karena tergoda dengan perempuan lain yang dianggap lebih cantik dari istrinya.

Budaya seperti itu tetap membekas di msyarakat Bugis Makassar, bahkan setelah Indonesia merdeka dan seperti sudah menjadi doktrin bagi pemuda Indonesia. Sehingga mereka juga dengan bebas menikah lalu meninggalkan perempuan yang telah dinikahinya seenaknya. Hal Itu membuat perempuan Bugis Makassar seolah-olah tidak berarti dan tidak punya harga diri.

Namun, budaya itu berubah sejak seorang pemuda ingin menikahi seorang perempuan dari keluarga bangsawan. Pihak keluarga tentu saja menolak niatan lelaki tersebut karena menganggap bahwa laki-laki itu akan merendahkan putri mereka. Mereka khawatir nasib anak mereka akan sama dengan perempuan lainnnya sehingga pihak keluarga meminta bukti keseriusan pemuda tersebut dengan mengajukan syarat yang cukup berat

Pergilah sang pemuda itu mencari persyaratan yang diajukan oleh orangtua si gadis. Bertahun-tahun ia merantau mencari modal agar dapat menghasilkan tabungan untuk meminang gadis pujaannya. Setelah mencukupi persyaratan yang diajukan oleh orang tua si gadis, sang pemuda pun kembali meminang gadis pujaannya. Saat itulah, setelah menyanggupi persyaratan tersebut, barulah pinangan sang lelaki diterima oleh orang tua si gadis

Seperti itulah kira asal-usul uang panaik hingga menjadi budaya atau adat istiadat suku Bugis Makassar yang turun temurun hingga sekarang. Jadi adanya tradisi uang panaik ini adalah untuk melihat kesungguhan dan keseriusan laki-laki. Tentunya dengan uang panaik yang mahal, para lelaki tidak akan lagi semena-mena atau semudah itu mninggalkan wanita yang sudah dinikahinya dengan penuh perjuangan itu.

Adapula yang beranggapan bahwa uang panaik ini dimaksudkan sebagai tanda jika si laki-laki yang hendak melamar telah mampu menafkahi istrinya kelak. Artinya jika si laki-laki mampu memberi uang panaik berarti ia sudah siap secara lahir batin membangun bahtera rumah tangga. Sebaliknya, jika tidak mampu atau memiliki uang panaik ya bagaimana caranya ia akan memberi nafkah. Toh,  menikah pun tidak cukup hanya dengan modal cinta, kan?

Nah, sebenarnya esensi dari uang panaik bukanlah untuk membeli calon istri atau serupa  barang yang diperjual belikan. Hakikatnya uang panaik adalah simbol penghargaan terhadap perempuan. Selain itu, uang panaik juga digunakan sebagai uang belanja atau uang untuk membiayai pesta yang akan digelar oleh keluarga calon mempelai perempuan.


Sayangnya, seiring dengan berlalunya zaman, esensi uang panaik mulai bergeser. Yang mulanya adalah uang belanja, kini bagi sebagian kalangan besar kecilnya uang panaik malah dijadikan simbol prestise dan gengsi. Dimana nominal uang panaik mencitrakan, siapa yang meminang dan siapa yang dipinang. Hal yang seperti ini tentu saja menjadi beban bagi pihak laki-laki maupun mempersulit pernikahan wanita apalagi yang sudah berumur. Ya, jangan sampai hanya gara-gara uang panaik, si wanita jadi terlambat menikah atau malah tidak menikah sama sekali.

Lantas bagaimana budaya uang panaik ini dalam pandangan islam?

Budaya Uang Panaik dalam Pandangan Islam

gambar : cahayaislam.id
Jika dikaitkan dengan konsep agama, barangkali cukup tiga hadis berikut yang memberikan gambaran mengenai pandangan budaya uang panaik dalam Islam.

Jangan Mempersulit Pernikahan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk berkahnya seorang wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya, dan yang mudah memiliki keturunan,” (HR. Ahmad)


Dari hadis di atas yang merupakan sunnah Rasul, jelas sekali ya sebuah pernikahan yang hakikatnya merupakan ibadah tidak boleh dipersulit, malah dianjurkan untuk dipermudah sesuai dengan kesanggupan si lelaki. Namun kenyataannya tidak sedikit proses menuju pernikahan yang akhirnya batal karena terhalang oleh budaya uang panaik.

Jangan Menolak Lelaki Shalih yang datang Melamar

Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi)


Selanjutnya, Rasul juga melarang kita untuk menolak lamaran seorang lelaki terlebih lagi bila lelaki tersebut paham agama karena akibatnya bisa sangat fatal. Bahkan menurut Rasul bisa menjadi fitnah yang sangat besar dan kerusakan di muka bumi. Naudzubillaah.

Nah, jika semata-mata hanya uang panaik yang dijadikan syarat untuk menerima pinangan seorang lelaki, hal ini jelas keliru. Dan amatlah keliru jika ada orang tua atau pihak perempuan yang sampai menolak pinangan lelaki yang baik akhlaknya, tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu di masjid bahkan hapal alquran hanya gara-gara si lelaki shalih tersebut tidak mampu menyanggupi permintaan uang panaik yang ditetapkan orang tua perempuan.

Anak Perempuan yang Berhak Menolak atau Menerima Lamaran Terhadapnya bukan Orang Tua maupun Pihak Keluarga

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam. (HR Muslim)

Last but not least, sejatinya yang menjalani pernikahan adalah si anak perempuan bukan orang tuanya maka ketika ada lelaki yang datang melamar, maka yang harus dimintai persetujuan adalah si anak tersebut bukan orang tuanya. Namun yang terjadi bila sesuai dengan tradisi adat Bugis Makassar ini, orang tua atau pihak keluargalah yang menentukan diterima atau ditolaknya lamaran terhadap anak perempuannya dan itu tergantung dengan sanggup atau tidaknya si lelaki dalam memenuhi uang panaik yang telah disyaratkan.

Terlepas dari pandangan Islam, budaya uang panaik ini memang ada plus minusnya. Yah, namanya budaya, memang tidak semua berjalan sesuai syariat. Namun bagi kamu yang memiliki niatan ingin meminang gadis Bugis Makassar, saran saya sih tidak usah takut dengan uang panaik. Yakin dan percaya saja deh bahwa uang panaik setinggi atau semahal apapun bukanlah penghalang jodoh (saya sudah ngalamin sih jadi bisa bilang kayak gini, hehe). Yang penting kamu tetap semangat ya, jangan patah semangat menjemput jodohmu *eaa

Toh, jika Allah sudah menetapkan kamu berjodoh dengan si dia ya pasti akan ada saja jalan keluarnya. Apalagi maksud dari budaya ini adalah untuk mengangkat derajat perempuan atau sebagai bentuk penghormatan pihak laki-laki terhadap perempuan.

Lagipula nih, Justru dengan adanya budaya uang panaik si wanita bisa melihat komitmen dan kesungguhan kamu yang hendak membangun rumah tangga dengannya. Toh, bila benar-benar serius kamu pasti akan memperjuangkan niat baikmu itu. Dan bilapun ada masalah dalam keluargamu kelak, kamu pun tidak akan mudah mengutarakan kata cerai mengingat betapa kerasnya perjuangan kamu saat mencari uang panaik demi bisa menikahi istrimu itu.

Oya satu lagi, meski mahar bukan termasuk uang panaik namun jika kita menengok pernikahan zaman Rasulullaah, mahar yang beliau berikan kepada istri-istrinya adalah 500 dirham yang bila dikonversi ke rupian nilainya sekira 40 juta rupiah. Namun ada pula para sahabat yang memberi mahar hanya dengan sepasang sendal, cincin besi, baju besi, membacakan alquran, hapal alquran hingga mahar masuk Islam yang diberikan Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim. Artinya apa? Ya tidak masalah sih bila pihak perempuan menetapkan mahar yang tinggi namun harus disesuaikan pula dengan kesanggupan laki-laki.

Nah, masalahnya uang panaik di sini tidaklah sama dengan mahar. So, jika disuruh pilih saya lebih memilih mahar tinggi dengan pesta pernikahan sederhana ketimbang pesta pernikahan megah tapi hanya dengan mahar seperangkat alat shalat. Tapi yah, namanya pernikahan bukan hanya urusan saya dan si dia, melainkan juga melibatkan dua keluarga. Jadi saya dan suami waktu itu tidak bisa mengambil keputusan sepihak terkait acara pernikahan kami. Ridho dari orang tua juga sangat penting, kan?

Baiklah, masalah uang panaik memang kerap jadi dilema tersendiri terutama bagi si calon laki-laki dan perempuan. Namun seperti yang sudah saya singgung di atas, uang panaik bukanlah penghalang jodoh. Sebab perkara jodoh Allah yang tetapkan. Bahkan jodoh kita sudah tertulis di lauhul mahfuz sebelum kita terlahir ke dunia Jadi jangan ragu dengan ketetapan Allah. Tugas kita hanya berusaha, menjemput jodoh kita masing-masing.

Kuy, Itulah sedikit cerita dari saya terkait budaya uang panaik Bugis Makassar, bagaimana dengan budaya dalam proses menuju pernikahan di daerah kamu? Boleh dong share di kolom komentar.

Salam,
@siskadwyta

27 komentar untuk "Tentang Uang Panaik, Budaya dari Suku Bugis Makassar"

Comment Author Avatar
Owh jadi begitu y asal usulnya
Baru tahuu mb
Logis juga kalau alasanny itu y
Comment Author Avatar
Subhanallah... Kalau ngomong budaya memang gak ada habisnya. Tapi lihat sejarahnya, memang gak bisa menyalahkan juga. Keren tulisannya mbak.. ☺️
Comment Author Avatar
mbak, masya alloh suoer keren, super ringan dan jadi paham bgt stlh baca tulisan mbak. bagusss!! terima kasih mbak 💕 Kurru Sumange😍💕(smoga saya tdk salah tulis hehe..makasih pokonya mb).
Comment Author Avatar
Makasih Mbak infonya, jadi tahu latar belakang ditetapkannya uang panaik itu 😊
Comment Author Avatar
Budaya uang panaik ini apakah masih kuat hingga saat ini?
Comment Author Avatar
Ribet juga ya, mbak kalau urusan adat dilihat dari sisi agama. Sebenarnya unik juga ya panaik, menjunjung derajat perempuan, sayang sekali kalau kini maknanya sudah bergeser.
Comment Author Avatar
Saya jadi inget cerita temen saya yang maju mundur mau ngelamar anak orang gara-gara uang panaik ini. Waktu saya tanya berapa nominalnya, disodorin daftar harganya bok. Seperti yang mbak bilang, makin tinggi pendidikannya, uang panaik makin tinggi.

Adem panas banget laki-lakinya. Tapi ya jadinya gitu. Lamaaaaaaa sekali nggak nikah-nikah. Ya ngumpulin uang panaik, ya biayain sekolah adik-adiknya, ya bantu hidupin keluarga yang lain.
Comment Author Avatar
pas baca judulnya, kupikir uang panik, berhubungan dengan uang darurat, ternyata uang panaik yang ada kaitannya dengan momentum pernikahan ya mba
Comment Author Avatar
Jadi tahu sejarahnya, pernah dengar sih, kalau menikahi Wanita Bugis memang maharnya enggak sedikit. Ternyata awalnya dari zaman Belanda. Memang ada dua sisi penilaian, dari segi budaya dan agama. Btw, moga pernikahannya langgeng, ya, Mbak.
Comment Author Avatar
lengkap dan informatif banget mbak... saya baru tau istilah panaik... setiap budaya memiliki makna tersendiri ya
Comment Author Avatar
Baru tahu soal uang panaik ini mba. Kalau tradisi di kampungku si, bawa segala barang2 perabotan rumah dari sofa, lemari, peralatan dapur dan lainnya. Jika diuangkan bisa habis 50jt. Tapi sekarang zaman sudah berubah, tradisi tidak begitu dijalankan yang penting sudah memenuhi syarat sesuai ajaran islam.
Comment Author Avatar
Baru tau soal adat uang panaik ini. Makasiy tulisannya mba
Comment Author Avatar
Saya teringat dulu teman saya yg dari Makassar juga pernah cerita soal uang panaik ini, tapi enggak banyak, dan kami juga topiknya loncat2 gitu. Sekarang jadi makin tahu asal usulnya gimana.
Kalau di Sumatera Barat, ada juga yg seperti ini. Di Sumbar sendiri pun bahkan ada beberapa perbedaan budaya (untuk daerah Minangkabau, kalau yg Kep Mentawai saya belum banyak paham). Di daerah pesisir seperti Pariaman itu justeru laki2nya yang "dibeli" oleh perempuan. Lain lagi dengan daerah darek seperti Payakumbuh, perempuanlah yang mendapatkan pemberian dengan istilah "maanta sasuduik" (menghantar barang2 kebutuhan rumah tangga seperti perabot dll). Kalau "membeli laki2" di Pariaman itu juga berdasarkan gelar, pendidikan, dsb (status sosial). Gimana kalau perempuan Payakumbuh menikah dengan laki2 Pariaman? Ada filmnya: Salisiah Adaik (wah jadi promosi, tapi ini bukan saya yg garap. Untuk lebih paham aja kalau mau hehe). Tapi, sebelum menikah itu kan ada musyawarah dan mufakat dg ninik mamak (kalau di minang), dan semua dibahas di situ untuk menjari jalan yg terbaik.
<3
Comment Author Avatar
Panaik dari satu sisi untuk menaikkan derajat perempuan. Dari sisi lainnya agak menberatkan bagi yg gk mampu y mb? Hihi...menentukan nilainya dilihat dari status pendidikan seorang perempuan. Tp sdh jd budaya jd sulit untuk menghilangkan y? Yg gk mampu klu gk salah pernah dgr kawin lari atau silariang kmudian datang baik. Ada budaya sirri dll. Wah bnyk ya kaitannya. Btw tulisan mb lengkap n detil. Thx yaa...jd thu infonya ttg panaik.
Comment Author Avatar
Saya baru tau tentang adanya uang panaik ini. Kakak ipar saya orang Makasar, ketika menukahkan anak laki-lakinya harus menyerahkan sertifikat tanah yang dibelikan untuk si wanita. Untung tanahnya di kampung, jadi nggak semahal du Jakarta. Menurut saya yang keliru adalah jika uang panaik ini digunakan sebagai alasan oleh keluarga wanita untuk mempersulit upaya melamar dari seorang lelaki yang baik dan soleh pilihan anaknya, karena dianggao tidak sepadan dengan keluarga si wanita.
Comment Author Avatar
baru tahu ada uang panaik ini sis, dan nominalnya wow banget yaaa...kasihan kali kalau yang pihak cowo bukan keluarga yang berada. Kalau di Jawa, nggak ada kayak begitu. Paling kasih seserahan aja berupa barang barang macam tas, perhiasan dll tapi nggak ditentukan nominalnya berapa.
Comment Author Avatar
x: pacarmu orang apa, mas?
Y: orang Bugis mas.
X: waduh, namanya siapa?
Y: Andi Tenri bla bla bla
X: waduh.. dia sarjana?
Y: iya, sekarang udah mau selesai S2
x: waduh... sudah haji?
Y: udah dua kali ke tanah suci katanya mas
X: waduh... selamat ya mas. yang tabah dan kencang berdoanya

*sebuah fragmen yang terinspirasi dari kisah nyata*
Comment Author Avatar
Wah... Mamanya Siska udah wanti-wanti soal uang panai sebelum Siska menikah ya? Haha...

Kalo saya dan ortu malah gak pernah ada pembicaraan sama sekali soal itu.
Waktu dilamar sama camer pun, camer cuman bisikin ortu, dan ortu saya langsung mengangguk, heheee...
Comment Author Avatar
Sungguhlah memang masalah uang panaik ini.. Saya juga perempuan bugis belum nikah dan semoga nanti tidak ada masalah soal pembicaraan uang panaik ini.. hihihi agak ngeri juga sih kalau nanti akan dipersulit.
Comment Author Avatar
Kalau jodoh sudah ditentukan olehNya, panaik mah urusan lain kak hihihi... Kata teman saya, Jodoh di tangan Tuhan, Panaik di tangan dewan tante wkwkwkwk
Comment Author Avatar
Alahamdulillah lolosma saya dari uang panaik, sudah laku dengan bahagia hihi... Kalo Bugis - Makassar bahkan bukan sekedar uang panaik saja, tapi ada dibilang sunrang. Kalau uang panaik untuk belanja, sebenarnya ini sama saja di jawa pun ada uang belanja, di sumatera pun ada tapi buat laki-laki untuk nilai bukan masuk dalam syarat. Tapi kalo sunrang nilainya bisa lebih jauh dari uang panaik. Sunrang itu tanda hormat berdasarkan status soasial.
Comment Author Avatar
Memang ribet ya urusan panaik ini. Tapi sebenarnya yg moderat, tidak mempersoalkannya juga sudah lebih banyak.
Comment Author Avatar
Kalo bicara soal uang panaik, sebenarnya sukuku sendiri menganut budaya uang panaik ini sih kak. Secara sukuku itu Bugis Bone. Tapi setelah belajar agama, terutama maceku sendiri malah bilang ke saya nanti kalo saya menikah nda usah pake tradisi uang panaik. Deh kak, jujur senang bangetka dengar ini perkataan keluarki dari mulutnya maceku. Justru dia akan permudah kalo ada memang laki-laki mau seriusika.

Nah, masalahnya lelaki itu belum muncul. Jadi gimana dong kak? Haha, maafkanka kak ujung-ujungnya jadi curhat. :D
Comment Author Avatar
Bicara uang panai mmf tdk ada habisnya hemmm. Ksian yg mau nikah tp uangnya blm cukup2 juga padahal sudah lama saling sama
Comment Author Avatar
Uang panaik, salah satu momok menakutkan bagi laki-laki yang berniat melamar gadis Bugis Makassar. Tapi betul itu, kalau jodoh akan selalu ada jalan yang memudahkan.

Saya jadi ingat candaan yang belakangan ini, waspada memang mi para cowok sekarang makin bertambah mi panaik ka adami juga mukena syahrini yang harganya jutaan :))
Comment Author Avatar
Patokan itu ada karena dasar "Prestidge", harusnya kan uang panaik diperuntukkan sebagaimana peruntukannya, yaitu kebutuhan pesta dan modal pasangan untuk menjalani hidup kedepannya. Jadi harusnya tidak usah diberi patokan nilai. hihi.
Comment Author Avatar
Adat budaya itu artinya kebiasaan, harusnya kebiasaan yang baik, bisa berbentuk karya dan seni yang berisi nasehat dan pesan kebaikan, bukannya budaya yang bertentangan dengan agama.

PANAIK

Sebuah sistem mahar atau pemberian wajib saat menikah, tapi dengan mematok harga yang sangat tinggi, masalah nya adalah, kalaupun ada orang yang mampu dan kaya dia akan tetap dipalak dengan harga yang lebih tinggi lagi .... Begitu seterusnya tidak pernah berujung...dengan membawa embel-embel adat dan supremasi, tapi, sikap dholim dalam bentuk apapun, tentunya itu tidak dibenarkan, yang ada malah menyebabkan mudhorot, seperti mencari harta dengan jalan yang bathil..mencuri, hutang dan sebagainya..disusul dengan keburukan lainnya seperti gunjingan dan rundungan tetangga.

Kalaupun itu adalah bentuk penolakan. Rasanya mental orang-orang masih terlalu naif soal harta dan uang. Uang banyak tapi tidak berkah juga percuma, apalagi pola pikir seperti ini yang seolah, mengukur kualitas orang dengan harta dan tuntutan, sungguh konyol. Bukankah seharusnya menilai kualitas seseorang dari komitmennya dan mau menjalankan kewajiban, tapi tetap dengan tidak menuntut secara berlebihan .

Atau takut jika salah satu pasangan melanggar syari'at istri/suami ditinggalkan, ditelantarkan, seperti kisah pendahulu mu dizaman dulu, yang jadi cikal bakal budaya 'ngepruk' panaik ini. Bukankah, pengawasan dan penerapan norma kemanusiaan itu tidak mengenal status dan umur. Apa seolah, orang sudah menikah itu merasa berada di puncak kehormatan, kebal hukum, dan bebas bertingkah semaunya ? tentu tidak.

"Rasulullah memberi mahar siti Khadijah dengan mahar yang sangat banyak"

Terlihat sebuah niat, motivasi dan tekat untuk membahagiakan pasangan, tentu itu bagus, tapi jika dipaksakan, apalagi dengan jalan yang buruk seperti mencuri dan berhutang pinjol seperti sekarang, tentu tidak lagi jadi baik, malah jadi haram. Terlebih juga, memiliki istri lebih dari 2, itu adalah syari'at yang KHUSUS untuk Rasulullah saja, dan tidak dianjurkan untuk umat beliau, juga pada riwayat lain, Rasulullah membolehkan memberi mahar yang tidak menyamai seperti banyak nya yang Rasulullah lakukan, sesuai kemampuan tiap orang, tentu syarat wajib dan ihklas, tapi jumlah yang pantas dan relatif. Kadang kita memandang hanya satu sisi saja, padahal, ajaran agama pada Rasulullah khususnya soal pernikahan, tentu dengan kemampuan yang wajar bagi tiap orang. Pemahaman agama yang baik, Allah tidak menuntut seorang hamba melebihi batas kemampuannya.

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.