Belajar dari Muhammad Al Fatih Syukur, Hafiz Quran dari Timur

 

Usianya baru berusia 21 tahun ketika berhasil menaklukkan Konstatinopel. Sebelumnya sudah banyak raja-raja yang berusaha meruntuhkan ibukota dari Kerajaan Romawi Timur itu namun baru di bawah kepemimpinannyalah Konstatinopel berhasil dibebaskan.

Dialah Sultan Muhammad Al Fatih, sebaik-baik pemimpin dan memiliki sebaik-baik pasukan yang berhasil membuktikan ramalan Rasulullaah delapan abad sebelumnya.

Rasulullaah shallallaahu'alaihi wassalam pernah bersabda :
"Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan".

Tentunya banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah heroik Sultan Muhammad Al Fatih dalam menaklukkan Konstatinopel.

Berangkat dari kisah tersebut saya ingin mengajak teman-teman untuk berkenalan pula dengan sosok Muhammad Al Fatih masa kini. 

Pemuda pecinta Al-Qur'an dari Ternate yang pada Februari 2021 ruhnya telah kembali pada Penciptanya namun nama dan kemuliaan akhlaknya semasa hidup di dunia akan tetap terkenang di hati orang-orang yang mengenalnya.

Mengenang Muhammad Al Fatih Syukur

Muhammad Al Fatih Syukur menggunakan peci putih (source : FB Apu Indragiry)

Saya baru mengenal sosoknya setelah tiada lewat status terkait 'kepulangannya' yang muncul di beranda Facebook saya. 

Nama lengkapnya Muhammad Al Fatih Syukur Bin Fatahillah Syukur. Pemuda asal Ternate yang sejak tahun 2018 hijrah ke Mesir dan menjadi pelajar Ma'had Bu'uts Al Azhar Kairo dan merupakan santri binaan Markaz Birrul Walidain.

Pada 26 jumadil Akhir atau bertepatan dengan tanggal 8 Februari 2021 sekitar pukul 6 sore waktu Kairo, Muhammad Al Fatih Syukur menghembuskan nafas terakhirnya.

Nah, yang menarik perhatian saya karena beliau meninggal dalam usia yang masih sangat muda, yakni 18 tahun dan dalam kondisi sehat alias tidak sakit sama sekali.

Bahkan di hari kematiannya, beliau masih menjadi imam shalat subuh di Markas Birrul Walidain, masih sempat pula menyetorkan setengah juz hafalannya, maa syaa Allaah.

Kematian Muhammad Al Fatih Syukur begitu mendadak. Mengingatkan kita bahwa ajal tidak mengenal umur maupun kondisi. Bahwa benar ungkapan "orang baik cepat dipanggil Tuhan".

Kepergian Al Fatih rahimahullah tentu meninggalkan duka yang mendalam. Semua orang yang mengenalnya pasti merasa sedih, kehilangan sekaligus cemburu.

Ya, cemburu dengan amalan beliau. Betapa tidak? Beliau meninggal dalam keadaan telah menggapai cita-cita tertingginya yakni menghafal Al-Qur'an.

Menurut penuturan gurunya, sebelum datang ke Kairo Al Fatih sudah pernah menyetorkan 20 Juz sekali duduk di SMP & SMA Khoiru Ummah Bogor.

Saat di kairo atau tepatnya Ramadan tahun 2020 kemarin beliau sudah mengkhatamkan Al Quran 30 Juz dan meminta waktu untuk mempersiapkan setoran 30 juz dalam sekali duduk.

Rencananya, Jumat, 12 Februari adalah jadwal beliau mentasmikan hafalan 30 juz yang belum ditasmikkan dalam sekali duduk.

Qadarullaah, hari Jumat yang dinanti itu justru menjadi hari beliau dikebumikan setelah jenazahnya tiba di kampung halamannya, Ternate.

Semasa hidup Muhammad Al Fatih dikenal sebagai sosok yang sangat baik akhlaknya, takzim luar biasa kepada guru-guru dan sangat memuliakan kedua orangtuanya.

Beliau memiliki semangat yang luar biasa dalam menuntut ilmu. Berdasarkan penuturan guru nahwunya, Al Fatih sudah mutqin menghafal 500-an bait Alfiyah Ibnu Malik serta memamahi dengan baik hampir setengah kitab Syarh Ibnu ‘Aqil.

Al Fatih juga merupakan personil Khutabaul Markaz Birrul walidain, tim khusus yang dibuat untuk memotivasi dan membantu teman-temanya dalam berpidato Bahasa arab dan Indonesia.

Ya, tidak hanya gemar tholabul ilmi, tetapi beliau juga punya semangat yang besar untuk mengajari teman-teman atau adik-adik di bawah angkatannya.

Muhammad Al Fatih Syukur juga dikenal oleh keluarga, sahabat dan guru-gurunya sebagai anak yang taat yang rajin mendirikan shalat dhuha dan puasa sunnah Senin-Kamis.

Bahkan menurut penuturan teman-temannya, beliau meninggal dalam keadaan sedang berpuasa sunah Dan beberapa hari sebelum beliau meninggal, ternyata Al Fatih juga sempat meminta teman yang biasa mencukur rambut untuk merapikan rambut serta kumis almarhum.

Beliau seakan siap menyambut kematian yang begitu indah. Sahur di dunia berbuka di syurga. Beliau kembali kepada Allah dengan wajah yang begitu teduh. Jasadnya pun seharum kesturi. Bahkan saat tiba di Ternate jasad Al Fatih masih harum. Maa syaa Allaah.

Muhammad Al Fatih Syukur, Sang Hafiz Quran dari Timur

Kepulangan jenazah Muhammad Al Fatih Syukur dari negeri Kinanah ke kampung halamannya tepatnya di Ternate, Maluku Utara tidak seheboh acara pernikahan Atta-Aurel yang disiarkan secara live.

Saya tidak tahu apa kisah kematiannya viral dan diketahui banyak orang atau tidak. Atau mungkin hanya segelintir umat muslim yang mengetahui bahwa kita sebenarnya punya calon ulama muda berbakat dari Ternate yang akhlak dan semangatnya dalam menuntut ilmu sangat patut untuk diteladani oleh generasi muslim milenial.

Sayangnya Allah lebih sayang dengan Al Fatih sehingga Dia memanggilnya begitu cepat. Kalau tidak, boleh jadi Muhammad Al Fatih Syukur menjadi salah satu sosok ulama besar dari Timur di masa mendatang.

Bahkan saya setuju dengan pendapat guru menulisnya, Apu Indragiry. Kalau mau diibaratkan sosok Muhammad Al Fatih Syukur mirip dengan Fahri dalam Ayat-Ayat Cinta-nya Kang Abik.

Bedanya, Fakhri yang digambarkan Kang Abik dalam AAC adalah fiksi sedangkan Fatih adalah Ayat-Ayat Cinta sesungguhnya.

Jika kamu sudah membaca novel AAC maka rasanya sulit menemukan sosok pemuda yang memiliki karakter nyaris sempurna seperti Fahri di dunia nyata.

Namun kalau kamu stalking kisah Al Fatih Syukur ini maka mungkin kamu juga akan mengagumi keindahan akhlaknya. Sekalipun kamu hanya mendengarnya dari cerita orang tua, keluarga, guru-guru maupun teman-temannya.


Kalau kamu nonton sampai selesai video mengenang Muhammad Al Fatih Syukur rahimahullah yang saya ambil dari Biru channel di atas maka kamu akan mengetahui betapa banyak kebaikan yang telah beliau lakukan selama hidup.

Seorang temannya berkata bahwa salah satu amalan yang paling diingat dari sosok Al Fatih adalah tidak pernah menyakiti hati orang lain. Temannya yang lain mengatakan bahwa Muhammad Al Fatih Syukur adalah seorang sahabat yang paling sering mengajak kepada kebaikan dan sering pula mengingatkan teman-temannya untuk bersabar dalam menuntut ilmu.

Pembinanya mengatakan bahwa Al Fatih adalah sosok pemuda yang selalu tepat waktu menjalankan shalat lima waktunya dan selalu amanah mengerjakan kewajibannya sebagai imam. 

Al Fatih juga termasuk orang yang disiplin. Ketika masuk waktu tidur dia akan pergi tidur, dan ketika tiba masuk shalat maka dia akan fokus beribadah. Begitupula ketika tiba saatnya waktu untuk belajar maka dia akan teguh dan gigih dalam menuntut ilmu.

Bahkan ustad Sayyid Amin Guru beliau di Ma'had mengaku bahwa Muhammad Al Fatih adalah orang yang tekun, penghafal alquran, selalu berseri-seri dan berakhlak mulia. Tidak pernah ia dapati Al Fatih tanpa senyuman. 

Gurunya dari Kairo ini juga bersaksi bahwa sungguh Al Fatih syahid dalam menuntut ilmu dan Allah akan memasukkannya ke dalam surga (in syaa Allaah).
Muhammad Al Fatih, nama yang tidak akan kami lupa. Kami belum pernah menyaksikan kesungguhan dalam menuntut ilmu yang semisal dengannya. (Ust. Sayyid Amin)
Demikianlah sosok Al Fatih Syukur di mata orang-orang yang dekat dan mengenalnya. Yang terkenang tentangnya hanyalah kebaikan. 

Belajar dari Muhammad Al Fatih Syukur

Usianya baru 18 tahun, masih sangat muda. Jika Allah memberinya umur panjang maka tahun ajaran 2021/2022 dia bisa menjadi mahasiswa Al-Azhar Kairo dengan mengambil program akselerasi dan mendalami ilmu Qiraat sesuai rencananya. 

Namun Allah berkehendak lain. Banyak yang sayang pada beliau, namun Allah jauh lebih sayang sehingga memanggilnya saat umurnya bahkan belum menyentuh angka 21.

Jika kita menengok kembali kisah Sultan Muhammad Al Fatih maka kita bisa menemukan fakta bahwa kesuksesan putra dari Sultan Murad II itu dalam menaklukkan Konstantinopel bukanlah sekadar angan-angan.

Sejak kecil, Sultan Al Fatih sudah memiliki cita-cita untuk menjadi penakluk Konstantinopel. Maka beliau bersungguh-sungguh dan fokus mengejar impiannya itu dengan mempersiapkan berbagai hal semaksimal mungkin, termasuk dengan mempelajari strategi-strategi yang pernah dilakukan oleh raja-raja Islam sebelumnya,

Selain mempelajari sejarah, Muhammad Al Fatih juga melakukan 3 persiapan lain yang merupakan senjatanya untuk meruntuhkan Binzatium, yakni bergaul dengan Al-Qur’an, menguasai bahasa asing dan mendekatkan diri kepada Allah ta'ala.

Keberhasilan Sultan Al Fatih yang melegenda itu tentu tidak lepas dari peran orang tuanya. Sejak kecil beliau memang sudah dipersiapkan oleh ayahnya untuk menjadi pemimpin.

Sang Ayah, Sultan Murad II memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan anaknya. Sang ayah menyerahkan anaknya kepada ulama untuk dibimbing langsung.

Maka tidak heran, di usianya yang masih kecil, Sultan Muhammad Al Fatih sudah mampu menghafal 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. 

Tidak hanya itu beliau juga mempelajari berbagai bahasa seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. 

Beliau pun tidak lupa untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikan Qiyamul lail atau shalat tahajud sebagai senjata utamanya dalam menaklukkan Konstatinopel.

Nah, dari sini kita bisa melihat kesamaan antara Sultan Muhammad Al Fatih dan Sultan Muhammad Al Fatih Syukur. Keberhasilan Al Fatih Syukur untuk menuntut ilmu dan menghafal alquran juga tentu tidak lepas dari peran kedua orang tuanya.


Muhammad Al Fatih Syukur adalah anak pertama dari ustadz Fatahillah Syukur dan Ibu Rugawa Pandawa. 

Begitu besar harapan kedua orang tuanya agar anaknya menjadi penghafal Alquran sehingga sejak duduk di bangku SMP Al Fatih sudah dilepas untuk menuntut ilmu di Khoiru Umma Bogor.

Al Fatih juga memiliki impian yang tak kalah muia. Cita-citanya ingin menjadi hafiz. Ia ingin mempersembahkan mahkota untuk orang tuanya di surga kelak sehingga ia fokus menghafal dan bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Tentu perjuangan yang ditempuhnya tidak mudah, tidak juga bagi bapak dan ibunya.

Selama di Khoiro Ummah, Muhammad Al Fatih fokus dengan hafalannya dan berhasil menyetor 20 Juz dalam sekali duduk sebelum melanjutkan pendidikannya ke Kairo.

Orang tuanya kembali melepaskan Al Fatih lebih jauh lagi, ke negeri Kinanah diiringi harapan agar anaknya pulang dengan membawa sejuta ilmu dan menjadi sebaik-baik manusia, yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Takdir Allah ternyata jauh lebih indah, melampaui harapan kedua orang tuanya. Setelah 2 tahun 5 bulan, Muhammad Al Fatih Syukur akhirnya pulang. 

Menemui kedua orang tuanya dengan wajah yang teduh dan tubuh yang sudah terbujur kaku namun memiliki aroma yang harum bak kasturi.

Dia pulang setelah berhasil menaklukkan cita-citanya. Betapa benar nama adalah doa. Al Fatih yang berarti Sang Penakluk.

Semoga kisah di atas bisa menginspirasi kita semua. Semoga kita bisa memetik hikmah dari anak muda bernama Muhammad Al Fatih Syukur yang mampu membuktikan prestasinya tak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.

Salam, 

Posting Komentar untuk "Belajar dari Muhammad Al Fatih Syukur, Hafiz Quran dari Timur"