7 Langkah Kecil untuk Menyelamatkan Bumi dari Bencana
Masih terngiang kejadian tanggal 21 Februari kemarin. Saya, suami dan anak-anak baru saja keluar dari pusat perbelanjaan Grand Mall Maros ketika hujan rintik mulai turun. Lantas tidak lama kemudian berubah menjadi lebat.
Karena menaiki kendaraan roda dua sehingga hujan saat itu sangat terasa. Saking derasnya, kami sampai basah kuyup, padahal tubuh sudah dilapisi mantel.
Sempat berteduh sebentar tapi karena sudah terlanjur basah dan sepertinya tak ada tanda-tanda hujan akan segera berhenti sehingga saya dan suami sepakat untuk menembus hujan, setelah memastikan terlebih dahulu anak-anak dalam kondisi aman.
Sampai di rumah, hujan tak kunjung reda. Malah semakin lebat dan airnya masuk ke rumah. Ya, banjir. Itu pertama kalinya rumah yang kami tempati semenjak pindah ke perumahan di Maros kemasukan air hingga membasahi hampir semua ruangan.
Tadinya saya kira hanya rumah kami saja yang kebanjiran. Keesokkan paginya baru saya mendapat kabar bahwa banyak rumah di kompleks tempat kami tinggal yang mengalami kebanjiran.
Namun tidak hanya di kompleks perumahan kami, rupanya banjir telah terjadi dimana-mana di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, termasuk di Makassar.
Sebelumnya Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) wilayah IV Makassar telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrim, dan mengimbau masyarakat dan pengguna layanan transportasi, baik darat, laut atau udara untuk waspada dan berhati-hati terhadap dampak bencana hidrometeorologi pada 20-23 Februari 2022.
Potensi bencana yang yang dimaksud antara lain, banjir, tanah longsor, angin kencang, serta gelombang tinggi di perairan.
Menurut BMKG saat itu, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat berpotensi terjadi di beberapa wilayah seperti Sulawesi Selatan bagian barat meliputi Pare-Pare, Barru, Pangkajene dan Kepulauan, Maros, Makassar, Takalar.
Demikian pula di Sulawesi Selatan bagian tengah meliputi Kabupaten Soppeng dan Gowa. Wilayah Sulawesi Selatan bagian selatan dan timur meliputi Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Bone bagian Selatan, Sinjai, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar, serta potensi angin kencang di pesisir barat, selatan, dan timur Sulawesi Selatan.
Cuaca ekstrim yang sampai menyebabkan banjir tersebut merupakan salah satu perubahan iklim yang saya rasakan di tahun ini.
Belum ditambah dengan cuaca yang beberapa tahun belakangan terasa semakin panas dan juga kabar buruk yang datang silih berganti akibat bencana alam yang seakan tidak ada habisnya.
Setiap tahun pasti ada saja bencana yang sungguh menyesakkan dada. Apakah karena bumi memang sudah tua atau karena ulah kita yang tidak mampu menjaga bumi dengan baik?
Bencana Hidrometeorologi dan Perubahan Iklim
Bencana yang melanda Indonesia bahkan terus meningkat setiap tahun tentu tidak terjadi tanpa sebab. Herannya, ketika terjadi bencana yang sampai menelan banyak korban, alam kerap disalahkan.
Padahal faktanya salah satu hal yang menjadi pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor adalah perubahan iklim.
Dilansir dari suara.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengemukakan bahwa meningkatnya bencana hidrometeorologi selama 10 tahun belakangan disebabkan oleh perubahah iklim.
Perubahan iklim telah meningkatkan bahaya hidrometeorologi seperti siklon tropis, kekeringan, banjir, dan gelombang panas.
Berdasarkan catatan akhir tahun 2021 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi. Banjir paling sering terjadi (1.298 kejadian), disusul cuaca ekstrem (804), tanah longsor (632), kebakaran hutan dan lahan (265), gelombang pasang dan abrasi (45), gempa bumi (32), kekeringan (15), dan erupsi gunung api (1).
Duh, saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi Indonesia ke depannya jika bencana hidrometeorologi tidak segera diatasi.
Itu sebabnya kita semua memiliki peran yang sangat penting dalam menyelamatkan bumi, menyelamatkan negeri tercinta kita ini dari bencana yang muncul akibat perubahan iklim.
Saat ini perubahan iklim memang tengah menjadi permasalahan global dan isu utama yang menjadi pembahasan di seluruh dunia. Isu perubahan iklim sendiri sebenarnya telah lama didengungkan, namun masih banyak orang yang mengabaikannya.
Source : YouGov |
Bisa dilihat dari data statista di atas dari hasil survei terhadap 26.000 dari 25 negara pada tahun 2020 lalu, bahkan Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara yang penduduknya memiliki tingkat ketidakpedulian tinggi terhadap perubahan iklim.
Padahal sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mengetahui adanya perubahan iklim, bahkan sudah merasakan sendiri dampak negatif yang disebabkan oleh climate change.
Karena itu saya tergerak untuk menuliskan artikel ini sebagai sebagai salah satu bentuk kepedulian dan kecintaan saya terhadap bumi untuk ikut menyuarakan tentang pentingnya peduli terhadap isu perubahan iklim yang menyangkut dengan kehidupan manusia di bumi.
Penyebab Perubahan Iklim
Bicara mengenai penyebab perubahan iklim sudah pasti tidak terlepas dari campur tangan manusia.
Dilansir dari ditjenppi.menlhk.go.id, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang mendefinisikan perubahan iklim perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan.
Komposisi atmosfer global yang dimaksud tersebut adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca.
Source : ditjenppi.menlhk.go.id |
Gas Rumah Kaca sendiri dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akan tetapi, akibat konsentrasi Gas Rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal.
Penebalan lapisan atmosfer tersebutlah yang menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi, inilah yang disebut dengan pemanasan global.
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca sendiri disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti emisi bahan bakar fosil, perubahan fungsi lahan limbah dan kegiatan-kegiatan industri.
Setelah mengetahui penyebab perubahan iklim yang tidak lain karena ulah manusia maka kini bukan saatnya lagi untuk menyalahkan siapa-siapa apalagi sampai menyalahkan alam.
Cukup fokus untuk mencari solusi agar bumi tempat kita bernaung ini bisa selamat dari dampak buruk akibat perubahan iklim.
Langkah Kecil untuk Menyelamatkan Bumi
Kondisi bumi yang semakin ke sini semakin memprihatinkan sudah sepatutnya mengetuk kesadarakan kita sebagai manusia agar bisa menjaganya dengan lebih baik lagi.
Setidaknya dengan tidak terlibat sebagai pelaku yang ikut mencemari lingkungan dan membuat kondisi bumi bertambah parah.
Buktikan kecintaan kita kepada bumi dengan aksi nyata. Tidak perlu melakukan hal yang besar, sebab dengan hal-hal kecil dan sederhana pun sudah cukup untuk menyelamatkan bumi dari bencana maupun kerusakan.
Nah, berikut ini 7 langkan kecil yang belakangan berusaha untuk saya terapkan demi ikut menyelamatkan bumi dari bencana maupun kerusakan alam ;
Sumber: https://m.mediaindonesia.com/nusantara/473000/bmkg-keluarkan-peringatan-potensi-cuaca-ekstrem-di-sulsel
https://www.google.com/amp/s/amp.suara.com/tekno/2021/10/13/133733/bnpb-bencana-hidrometeorologi-di-indonesia-akibat-perubahan-iklim
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/perubahan-iklim
1 komentar untuk "7 Langkah Kecil untuk Menyelamatkan Bumi dari Bencana"
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.