Self Reminder : Hari Raya


"Ramadhan sejatinya adalah bulan tarbiyah, bulan yang kehadirannya mendidik jiwa-jiwa yang bertaqwa untuk meraih predikat takwa yang sebenar-benarnya. Sebelas bulan selanjutnya adalah bulan penuh ujian, bulan yang akan menentukan siapa yang benar-benar bertaqwa dan siapa yang hanya bermain-main dalam ketaqwaannya" (SDW).


Pesan tersebut sengaja dikutip dari salah satu status yang saya pasang di facebook sehari pasca ramadhan. Serupa dengan gambar di atas, maksudnya adalah sama. Ramadhan memang telah pergi jauh namun, bukan berarti kebaikan-kebaikan yang gencar dilakukan selama bulan penuh kemuliaan itu dibiarkan ikut pergi, bahkan tak berbekas sedikitpun. Setidaknya, bila di ramadhan pribadi menjadi "baik" maka sudah seharusnya selepas ramadhan pribadi menjadi lebih "baik" atau minimal "baik" bukan malah bertambah buruk.

Apalah artinya berpuasa tiga puluh hari, rajin tadarrusan tiga puluh hari, sedekah lancar selama tiga puluh hari, shalat tarawih juga tak ketinggalan selama tiga puluh hari, akan tetapi selepas tiga puluh hari itu semuanya ditinggalkan? Apalah artinya "bertakwa" di bulan ramdhan, sebaliknya di luar ramadhan justru menjadi "pembangkang". Perumpamaan sederhananya mungkin akan seperti ini, ibarat seorang wanita memutuskan menutup aurat hanya dalam rentang waktu tiga puluh hari lalu selepas tiga puluh hari dengan mudah dia kembali membuka auratnya. Iya, perumpamaan tersebut cukup pedas menggambarkan mereka yang sekedar bermain-main dalam ketakwaannya. Layaknya mengaku patuh kenyataannya tidak. Naudzubillahi mindzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari perkara-perkara yang menjerumuskan diri pada kemunafikan.

Apalagi ketika ramadhan berlalu, umat islam selalu disambut dengan hari raya idul fitri. Hari yang konon katanya ketika seseorang berhasil melewatinya dengan "sempurna" maka fitrah yang akan ia raih. Bak bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Suci tanpa noda. Hari raya tersebut juga disebut-sebut sebagai hari kemenangan. Entah kemenangan yang seperti apa? Menang dari siapa dan melawan apa? Apakah disebut "menang" karena berhasil melawan hawa nafsu, dan sudah berpuasa sebulan penuh. Kemudian, setelah mencapai kemenangan maka diri pun terbebas dari yang namanya menahan lapar, dahaga, dan nafsu. Lantas yang menjadi pertanyaan "apakah kita sudah termasuk orang-orang yang meraih kemenangan itu?"

Duh, rasanya saya perlu banyak-banyak berinstropeksi diri. Terutama di hari raya, hari dimana hampir semua umat muslim berbahagia sebab hari tersebut merupakan momentum paling tepat yang biasa dilakukan untuk bersilaturahmi (mengunjungi sanak/saudara), berkumpul dengan keluarga) dan saling berbagi maaf (maaf memaafkan). Walau sebenarnya berbagi maaf di hari raya sekedar tradisi dan bukan suatu kekhususan (wajib), sebab maaf itu bisa kapan saja dan di mana saja, selagi ada salah dan khilaf. Hanya saja, hari raya tetap menjadi momentum paling baik untuk bisa saling memberi dan meminta MAAF kepada orang-orang di sekeliling.

Mengapa "Maaf" itu penting? Yip, karena kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri. Dan karena kita adalah manusia yang tak pernah luput dari khilaf juga kesalahan. Selalu saja ada kekhilafan/kesalahan yang pernah diperbuat dan terkadang atau sering menyakiti orang lain sengaja-tak sengaja, lisan maupun tulisan. Lantas, bila orang lain merasa tersakiti, teraniaya atau terdzalimi tentu hal tersebut akan berujung pada dosa yang tak terampuni, boleh jadi Allah enggan menerima "taubat" kita bila kesalahan kita pada seseorang belum termaafkan.

Allah itu Maha Pemaaf, maka tentu meminta maaf pada Allah lebih mudah (meski tidak semudah seperti yang saya bayangkan) ketimbang meminta maaf pada sesama manusia. Katanya sih, dosa manusia pada Allah bisa dihapus dengan taubatan nasuha, akan tetapi dosa pada manusia baru akan dihapus Allah ketika orang tersebut dengan ikhlas memaafkan kita.

Nah, karena masih dalam suasana hari raya, lewat catatan ini saya pribadi atas nama Siska Dian Wahyunita mengucapkan HAPPY EID MUBARAK 1435H, TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM, MAAF LAHIR BATHIN untuk semua pengunjung blog saya, my secret readers, dan siapapun anda atau kalian yang mengenal dan pernah merasa tersinggung atau tersakiti dengan kata-kata, sikap atau tulisan-tulisan yang berserakan di blog ini. Sungguh, saya orang yang tidak bisa tenang bila ada yang marah apalagi benci pada saya sampai menyimpan dendam segala. Kalau marah cukup tiga hari saja ya... jangan sampai membenci apalagi mendendam sebab keduanya akan menumbuhkan penyakit dalam hati. Penyakit yang tidak baik dipelihara. Insya Allah, saya juga tidak sedang mendendam pada siapa-siapa, terlebih membenci. Meski kadang saya pengen membenci seseorang dari masa lalu tapi sayangnya itu tidak pernah bisa saya lakukan. Tidak ada seorang pun yang patut saya benci. Kalaupun ada (mungkin) adalah diri saya sendiri.

Eniwei, sebelum catatan ini bertepi, mari disimak penuturan Ali bin Abi Thalib ra ketika ditanya tentang hari raya. Semoga bisa menjadi bahan perenungan, terutama bagi diri pribadi.

Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib as di hari raya memakai pakaian yang sederhana dan makanan yang sederhana. Ketika itu sahabat melihat beliau dalam keadaan tersebut mereka bersedih dan berkata,

Wahai Amirul Mukminin bukanlah hari ini hari raya?”

Beliau menjawab, “Ya benar, sekarang adalah hari raya dan setiap hari dimana ketaatanku bertambah bagiku adalah hari raya,”seraya mengucapkan;

ﻟﻴﺲ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻟﻤﻦ ﻟﺒﺲ ﺍﻟﺠﺪﻳﺪ، ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻟﻤﻦ ﻃﺎﻋﺘﻪ ﺗﺰﻳﺪ
Hari raya bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru, bukan tetapi hari raya bagi yang bertambah ketaatannya

ﻭﻟﻴﺲ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻟﻤﻦ ﺗﺠﻤﻞ ﺑﺎﻟﻤﻠﺒﻮﺱ ﻭﺍﻟﻤﺮﻛﻮﺏ، ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻌﻴﺪ
ﻟﻤﻦ ﻏﻔﺮﺕ ﻟﻪ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ..
Hari raya bukanlah bagi orang yang memperindah dirinya dengan pakaian dan kendaraan, akan tetapi hari raya bagi orang yang dosa-dosanya mendapatkan ampunan
ﻭﻟﻴﺲ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻟﻤﻦ ﺃﻛﻞ ﺍﻟﻄﻴﺒﺎﺕ ﻭﺗﻤﺘﻊ ﺑﺎﻟﺸﻬﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﻤﻠﺬﺍﺕ، ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻟﻤﻥ ﻗﺒﻠﺖ
ﺗﻮﺑﺘﻪ ﻭﺑﺪﻟﺖ ﺳﻴﺌﺎﺗﻪ ﺣﺴﻨﺎﺕ ..
Bukanlah hari raya bagi orang menyantap makanan yang lezat, bersenang-senang dengan syahwat dan yang lezat-lezat. Akan tetapi bagi orang yang diterima taubatnya dan kejelekannya diganti dengan kebaikan.


Sekian,
04 Syawal 1435H
Samata, dalam gulita membungkus rindu, masih merindukannya (Ramadhan) .

Sumber gambar : IG @hijabsyarie
posted from Bloggeroid

Posting Komentar untuk "Self Reminder : Hari Raya"