Monolog From Di For Ri

Ini adalah sebuah monolog. From Di for Ri. Ya monolog dari Di untuk Ri. Dari saya untuk diri saya sendiri. Sebagai reminder dan juga refleksi diri.

Pixabay

For you Ri,

Selalu buat kesalahan yang sama. Selalu begitu. Mau sampai kapan, Ri? Kenapa kau tak pernah jera membiarkan perasaanmu tercabik-cabik dan jiwamu terkoyak. Kau tak berdaya, tapi terus saja bertingkah. Ikuti nafsu, ingkari relung hati.

Ri, aku menyayangimu. Tapi kenapa kau tak sayang dengan dirimu. Kenapa kau selalu mendzaliminya, menyiksanya, menindasnya. Kasihan, Ri. Tubuhmu sakit. Tusukan bertubi-tubi menghujamnya. Ia merintih, namun kau pura-pura tuli, pura-pura tak peduli, pura-pura cuek. Seolah, kau merasa semua baik-baik saja.

Masihkah kau punya naluri? Sedikit saja. Tidakkah kau merasa, ulahmu begitu meresahkan. Banyak yang akhirnya menjadi korban akibat keegoisanmu. Kau selalu merasa benar, dan membenarkan dirimu sendiri. Padahal yang kau lakukan itu salah. Yang kau perbuat itu menentang kata hati. Tindakanmu itu (mungkin saja) akan mengundang murka Tuhan. Kau tahu, tapi mengapa tetap bertahan di atas kepura-puraan. Selalu begitu. Mau sampai kapan, Ri?

Apa kau tak takut? Jika Tuhan murka kau akan binasa. Murka Tuhan mampu melumatmu. Cukuplah Dia berkata Kun Fa Ya Kun maka segala yang Dia tetapkan akan berlaku. Naudzubillahimindzalik. Jangan sampai Tuhan ikut berpaling. Selama ini Dia sudah teramat sayang padamu. Memberi apa-apa yang kau butuhkan. Dia cukupkan segala keperluanmu bahkan menghujanimu dengan curah kasih sayang yang tiada bandingnya. Bodohnya, kau tak peka.

Sadarlah, Ri. Kau bukan bayi lagi yang perlu digendong kesana-kemari, kau bukan anak kecil yang perlu diawasi sepanjang waktu, kau bukan orang buta yang harus dituntun kemana-mana. Umurmu sudah merangkak puluhan, kau sudah cukup dewasa untuk bersikap. Bersikaplah sebagaimana mestinya. Tunjukkan bahwa kau memang orang baik, jangan hanya di penampilan, jangan cuma di mulut. Selaraskan dengan hatimu. Usah berpura-pura lagi.

Kau sendiri kan yang ingin jadi orang baik. Tapi ketika kebaikan itu datang mengajakmu berdampingan, kau malah kabur. Bersembunyi, dan lagi menjelma menjadi sesuatu yang kau benci. Bagai berkepribadian dua. Kau yang baik dan kau yang jahat adalah dua sisi yang sulit dibedakan. Kapan waktu kau bak peri hutan yang baik hati, dan kapan waktu kau menyeringai lebih seram daripada serigala.

Tidakkah kau bosan dengan kisahmu yang terlalu menjenuhkan serupa itu, Ri? Tidakkah kau lelah dengan hidupmu yang terombang-ambing. Tak tentu arah. Tak bisakah kau berhenti sejenak, mentafakkuri sekitarmu, mentadabburi alam kemudian menyatu dengan mereka. Buka matamu. Buka hatimu. Buka pikiranmu.

Hidup ini terlalu luas bila disempitkan. Terlalu indah jua untuk dicaci. Biarlah yang sudah-sudah berlalu. Kumohon kau jangan meratap palsu, memasang tampang topeng. Menangis padahal hatimu tertawa. Seakan hidupmu adalah lelucon. Kita sama-sama hidup dan kita sama tahunya perjuangan yang kelak akan kita hadapi di depan sana. Perjalanan kita masih panjang, Ri. Jangan siksa dirimu dengan kebodohan-kebodohan yang kau pelihara itu.

Ri. Sudah. Cukup. Jangan lakukan lagi. Kumohon. Jangan lagi. Kumohon. Jangan pernah lagi. Sejujurnya aku yang terluka parah bila kau terus melakukan kesalahan yang sama. Ayolah, Ri. Lihat aku, lihat di sekelilingmu. Mari kita berdamai saja. Berdamai dengan waktu. Berdamai dengan perasaan, berdamai dengan kenangan yang menyayat. Berdamailah dengan dirimu.


From me, Di.
Kota Daeng, 18 Oktober 2017

#ODOPOKT15

Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia




Posting Komentar untuk "Monolog From Di For Ri"