Poligami, Mampukah Suami Berlaku Adil?


Bismillaahirrahmaanirahhiim

Poligami, Mampukah Suami Berlaku Adil? Beberapa waktu lalu saya sempat bikin postingan yang menyinggung poligami. Tak disangka suami begitu antusias menanggapi. Pasalnya di postingan tersebut ada kalimat yang seolah menyatakan persetujuan saya bahwa dia boleh poligami.

"Lain hal bila suami melakukan poligami dengan cara yang baik. Jujur dari awal tanpa menutup-nutupi. Mungkin saya masih bisa mempertimbangkan dan belajar untuk ikhlas. Tapi kalau caranya dari awal saja sudah salah, ok tidak ada kompromi" begitu kalimat yang saya tulis dan membuatnya sumringah.

Baca juga Tiga Pertanyaan dari Layangan Putus

Artinya kalau dia jujur dan tidak menutup-nutupi berarti saya bakal setuju dia nikah lagi dengan perempuan lain? Itu kesimpulan suami.

Padahal kalau dibaca secara utuh, maksud saya tidak seperti itu. Toh, di situ juga jelas-jelas tertulis "Mungkin saya masih bisa mempertimbangkan", masih ada kata mungkinnya lho

Eh tapi setelah itu suami buru-buru protes. Katanya hal yang semacam itu nggak usah dibuat postingan dan diumbar ke media sosial. Maksud dia, nggak usahlah diumumkan kalau saya setuju dan memperbolehkan dia poligami.

Haha kegeeran banget kan dia. Lagian siapa juga yang setuju dia boleh poligami. Saya memang tidak menentang syariat Allah yang satu ini namun di sisi lain saya juga nggak bakal dengan mudah meridhai suami saya menikah lagi dengan perempuan lain. Kalaupun iya, mulut saya mungkin bisa berucap ikhlas tapi hati saya tidak. 

Ketika Suami Poligami, Mampukah Istri Ikhlas?

Satu yang menjadi pertanyaan besar saya ketika ada seorang istri yang memperbolehkan suaminya menikah dengan perempuan lain. Apakah dia benar-benar bisa ikhlas berbagi suami dengan perempuan lain? 

Ah, saya sangsi dengan hal ini. Karena setahu saya mengikhlaskan suami kita menjadi suami perempuan lain bukan perkara yang ringan. Meskipun saya bisa belajar untuk ikhlas, namun mendidik hati agar benar-benar ikhlas itu sungguh tidak mudah, kan?

Namun nyatanya istri yang mampu mengikhlaskan suaminya menikah lagi dengan perempuan lain itu benar-benar ada. Mungkin kamu juga sudah pernah dengar kisah seorang istri yang berinisiatif sendiri mencarikan madu untuk suaminya.

Walau demikian tidak sedikit pula istri yang merasa keberatan ketika suaminya menikah lagi. Terlebih jika si suami menikah diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya. Bisa dibayangkan bagaimana remuknya hati seorang istri ketika tahu suaminya memiliki istri lain di luar sana?

Ah, bicara masalah poligami memang pelik. Namun jika kita yang ditakdirkan berhadapan dengan situasi tersebut, sikap apa yang seharusnya kita ambil?

Bertahan atau melepaskan?

Banyak lho istri yang setelah dipoligami memutuskan untuk berpisah meski tidak sedikit pula yang memilih untuk bertahan. Tapi apa gunanya juga bertahan dalam penderitaan?

Kecuali kalau kita benar-benar mampu mengikhlaskan. Namun sekali lagi perkara ikhlas bukan perkara yang ringan. Ini menyangkut masalah hati, pun ada kaitannya dengan cinta.

Yup, kalau boleh dibilang rasa cinta yang tumbuh dalam hati inilah yang membuat seorang istri berat mengikhlaskan suaminya menikah lagi. Karena cinta pula, seorang istri enggan diduakan, ditigakan apalagi diempatkan. Sayangnya, cinta menjadi pengecualian dalam  poligami.  Begitupula dengan keikhlasan seorang istri.

Suami bisa tetap menjalankan poligami dengan maupun tanpa persetujuan istri pertamanya. Bahkan sekalipun istrinya tidak ikhlas. Namun jelas pertanggungjawaban suami yang memiliki istri lebih dari satu pastinya akan lebih berat. Apalagi jika pada pelaksanaannya suami tidak sanggup memenuhi satu-satunya persyaratan yang membolehkan ia berpoligami.

Seperti halnya ikhlas, adil juga bukan perkara yang ringan, kan?

Ketika Istri Dimadu, Mampukah Suami Adil?

Selanjutnya, saya tertarik dengan komentar Ainhy, salah satu teman blogger di postingan saya yang menyinggung soal poligami itu.

Kata Ainhy dia mulai penasaran dengan poligami sejak SMA. Setiap berdiskusi dan baca buku, jawaban yang selalu dia dapatkan adalah poligami diperbolehkan asal mampu berlaku adil.

Pertanyaannya, apakah laki-laki mampu berlaku adil?

Sementara dilihat dari realita, kebanyakan pelaku poligami itu yah yang dianggap laki-laki agamis, atau yang banyak duitnya. 

Nah, kalau alasannya karena duit, di mata Ainhy suami seperti itu langsung dicap sebagai suami yang tidak bisa berlaku adil. Karena keadilan bukan hanya diukur dari sisi materi. Tapi yang dia pertanyakan adalah lelaki yang agamis.

Menurut Ainhy, mereka ini paham banget sama agama, shalatnya dijaga, tapi kenapa bisa masih poligami? Yakin adil?

Ainhy juga sempat nonton tentang poligami di chanel Vice tentang seorang laki-laki yang poligami di Aceh. Alasannya simpel, karena ingin menyalurkan hasrat secara halal.

Apa semudah itu berpoligami? Tidak takutkah mereka, laki-laki yang agamis ini mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat?

Masih bingung dengan fenomena poligami, akhirnya saat kuliah Ainhy menemukan sumber yang membuatnya puas dengan penjelasan poligami, mengapa dan bagaimana?

Singkatnya, hanya yang tinggi maqamnya alias setingkat para Nabi atau Wali yang bisa berpoligami. Itu pun dengan kondisi yang mengharuskan tidak ada pilihan lain, karena pertanggungjawaban poligami ini sangat besar di hadapan Tuhan. 

Bayangkan, jika ada lelaki yang berpoligami lantas menelantarkan istri dan anak-anak dari istri pertamanya? Padahal menyakiti hati istri sudah menjadi dosa besar bagi suami.

Demikian komentar dari Ainhy yang sengaja saya kutip di sini sekaligus ingin saya tanggapi. Pertanyaan yang terlintas di benak saya pun kurang lebih sama dengan Ainhy.

Apakah suami yang memutuskan berpoligami itu mampu untuk berlaku adil?

Saya malah tidak yakin ada suami yang bisa adil dengan istri-istrinya di zaman sekarang. It's  Ok, suami mungkin bisa adil dalam urusan materi namun tidak dengan hati, tidak dengan perasaan. Pasti akan ada istri yang merasa cemburu bahkan merasa suaminya tidak adil dalam berbagi cinta dan kasih sayang.

Bukankah Aisyah istri Nabi pun pernah merasa cemburu. Dalam suatu riwayat, Aisyah bahkan sampai memecahkan piring berisi makanan yang dikirim oleh istri Nabi yang lain di hadapan sahabat Rasulullaah. Namun lihatlah bagaimana akhlak Rasul, menanggapi sikap istrinya itu.

Rasulullaah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:  غَارَتْ Ø£ُÙ…ُّÙƒُÙ…ْ “(Ibu kalian sedang cemburu)” Lalu beliau menyatukan dua pecahan piring tersebut dan meletakkan makanannya di atasnya seraya bersabda: “Makanlah oleh kalian!” maka para sahabat pun memakannya

Berdasarkan riwayat  tersebut jelas, cemburunya seorang istri merupakan hal yang sangat wajar dan manusiawi. Lantas ketika seorang istri cemburu terhadap istri-istri suaminya yang lain, apakah itu berarti suaminya telah berlaku tidak adil?

Jujur sebenarnya saya agak tersentak mengetahui kenyataan yang satu ini. Selama ini dalil tentang Poligami yang saya ketahui hanyalah yang tertera dalam QS An-Nisa ayat 3.

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya"

Pemahaman saya tentang ayat ini juga hanya sebatas bahwa poligami merupakan syariat Allah yang diperbolehkan untuk kaum lelaki dengan syarat harus ADIL, tanpa memahami lebih jauh makna adil yang dimaksud.

Jadi yang terbersit di pikiran saya kalau syaratnya ADIL berarti harus adil secara keseluruh. Bukan menyangkut masalah materi, ranjang dan bla bla saja melainkan termasuk juga masalah hati. 

Makanya, saya berani menyimpulkan seoraang suami yang memiliki istri lebih dari satu pasti tidak akan mampu berbuat adil, karena masalah hati atau perasaan adalah sesuatu yang tidak bisa diadili.  Yup, kalau suami dituntut untuk adil juga dalam masalah hati maka itu merupakan hal yang mustahil. 

Ternyata Allah dalam Surah yang sama tepatnya  di QS An-nisa : 129 Allah telah jelas-jelas menerangkan bahwa para suami yang melakukan poligami itu tidak akan mampu berlaku adil

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Nah, lho? Di satu ayat, Allah membolehkan laki-laki untuk berpoligami dengan syarat harus adil namun di ayat yang lain Allah sendiri yang berfirman dan mengakui bahwa  kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian . . .

Jadi adil yang dimaksud di sini seperti apa dong?

Well, saat menulis postingan ini dan mencari referensi terkait baru saya pahami ternyata adil yang dimaksud adalah adil di luar masalah hati. Sebagaimana pnjelasan yang saya dapatkan dari situs rumaysho.com

Sikap adil yang dituntut dari seorang suami adalah adil dalam jatah bermalam, adil dalam memberi nafkah dan pakaian. Di sini yang dituntut bukanlah adil dalam kecenderungan hati, sebab manusia tidak mampu menyamakan kecenderungan hatinya.

Pantes, di penggalan kalimat selanjutnya Allah menyarankan kepada para suami yang melakukan poligami agar janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. 

Untuk lebih jelasnya mengenai ayat tersebut mungkin kita bisa simak keterangan Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya, maksudnya adalah, 

“Suami tidak mampu berbuat adil secara sempurna kepada para istrinya. Karena adil melazimkan keadilan dalam hal cinta, condong pada salah satunya, kemudian amalan sebagai konsekuensinya. Berbuat adil secara sempurna untuk itu semua, amatlah sulit. Oleh karenanya Allah memaafkannya. Sedangkan hal yang mampu suami berbuat adil, dilarang untuk tidak adil.”

Lanjut beliau, “Untuk masalah nafkah, pakaian, pembagian malam dan semacamnya, hendaklah suami berbuat adil. Hal ini berbeda dengan kecintaan dan kenikmatan hubungan intim.

Intinya, suami yang berpoligami memang tidak akan mampu berlaku adil secara sempurna kepada para istrinya. Apalagi yang menyangkut masalah hati atau perasaan. Oleh karena itu adil dalam masalah cinta ini dikecualikan. Sementara dalam hal lain seperti masalah nafkah, pakaian, pembagian malam, dll inilah yang dituntut harus dilakukan suami secara adil kepada istri-istrinya.

Bagaimana jika tidak?

Jika Suami yang Berpoligami Tak Mampu Berlaku Adil


Bagi seorang istri, rasanya pasti amatlah berat ketika suaminya dengan terang-terangan menyatakan niatnya ingin berpoligami.  Seolah keinginan tersebut menjadi beban yang dipikulnya seorang diri. Padahal justru ada tanggungjawab yang jauh lebih besar yang harus dipikul oleh seorang suami ketika memutuskan untuk poligami.

Jangan dikira poligami itu yang enak-enaknya saja. Jangan dikira berlaku adil itu mudah. Menanggung amanah satu istri dan anak-anaknya saja itu beratnya bukan main, iya kan? 

Ketika seorang anak perempuan yang sebelumnya menjadi tanggungjawab ayahnya menikah maka otomatis semua hal yang menyangkut dirinya beralih dan menjadi tanggungjawab suaminya.  Suaminyalah yang akan bertanggungjawab atas dirinya di akhirat kelak. Bagaimana akhlaknya, ibadahnya, shalatnya, dan lain sebagainya. 

Belum lagi ketika si istri melahirkan anak-anaknya. Jelas beban tanggungjawab yang dipikulnya sebagai imam dalam rumah tangga akan semakin bertambah berkali-kali lipat. 

Itu baru satu istri lho, bagaimana kalau punya dua, tiga sampai empat istri beserta anaknya masing-masing. Yakin mampu berbuat adil? Yakin sanggup menanggung dunia akhirat istri-istrimu?

Oke  kalau yakin silakan saja poligami tapi konsekensinya tanggung sendiri ya.

Seorang suami jika memiliki lebih dari satu istri  dan hanya memperdulikan salah satu istri lalu mengabaikan yang lain. Ia bermalam lebih lama di rumah istri tersebut. Ia berikan nafkah hanya kepadanya dan menelantarkan istri-istri yang lain. Tindakan seperti ini haram dilakukan, dan pelakunya akan datang pada hari kiamat dalam keadaan seperti dijelaskan dalam hadits berikut. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” (HR. Abu Daud no. 2133, Ibnu Majah no. 1969, An Nasai no. 3394. Syaikh Al Albani menyatakan hadits tersebut shahih sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1949).

Al 'Azhim Abadi berkata, “Siapa yang memiliki dua isteri –misalnya- lantas ia tidak berbuat adil terhadap keduanya. Ia lebih cenderung pada salah satunya, tidak pada yang lainnya, maka salah satu sisi badannya akan mengalami kelumpuhan.”

Beliau mengatakan pula, “Hadits di atas menunjukkan bahwa wajib bagi suami untuk menyamakan dan tak boleh condong pada salah satunya, yaitu dalam hal pembagian malam dan nafkah. Ini bukan berarti mesti sama dalam hal kecintaan. Kecintaan tersebut tak bisa seseorang membuatnya sama.” (‘Aunul Ma’bud, 6: 124).

Salam,


2 komentar untuk "Poligami, Mampukah Suami Berlaku Adil?"

Comment Author Avatar
first comend...

back
Comment Author Avatar
Menurut saya suami yang poligami tidak akan bisa adil, berdasarkan pengamatan saya sendiri terjadap ayah saya pada istri pertamanya yang dicerai. Ada yang tersakiti dan telantar. Berdosa juga karena hal demikian memalukannya sebagai iman dan kepala keluarha, melepaskan tangguing jawabnya.
Hal itu saya amati juga dari kehidupan sekitar. Poligami hanya bisa membuat runyam. Ada tetangga yang menyesal di media sosial karena telah membuat istrinya sakit dan meninggal akibat dia tergoda untuk main perempuan.
Berapa banyak suami yang berdosa karena menganiaya istri dengan cara mereka?
Saya juga tidak ingin dipoligami. Kalau terjadi, mungkin saya akan poliandri seperti yang tertuang dalam cerpen "Poli", hi hi.

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.