Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus. Setiap rumah tangga punya ujiannya masing-masing. Ujiannya pun macam-macam. Ada yang diuji dengan masalah ekonomi. Ada yang diuji dengan mertua/orang tua. Ada yang diuji dengan penantian sang buah hati. Ada yang diuji dengan anak-anaknya. Ada pula yang diuji dengan pasangannya sendiri.
Yup, tak ada rumah tangga yang bebas dari ujian. Setidaknya saya menyadari hal ini ketika hendak memutuskan untuk hidup menggenap. Saya tahu konsekuensi apa yang akan saya hadapi kelak setelah berumah tangga dan saya sudah harus siap untuk itu.
Saya hanya berharap apapun ujian yang Allah berikan sanggup saya jalani. Seberat apupun itu. Tapi saya percaya kok dengan janji Allah. Dia tidak pernah membebani kita dengan ujian yang tidak sanggup kita pikul. Itu artinya, ketika Allah beri ujian, sudah sesuai dengan kadar kemampuan kita. Atau kalau tidak, pastilah Allah tidak hanya memberikan ujian semata melainkan juga menganugerahkan kemampuan sekaligus kepada kita untuk menghadapinya. Laa hawlaa wa laa quwwata illaah billah.
Ngomong-ngomong soal ujian rumah tangga, saya jadi tergelitik ingin ikut beropini terkait kisah #LayanganPutus yang sempat menghiasi beranda facebook saya beberapa waktu lalu. Sekadar beropini lho ya. Itupun saya tergelitik mau beropini karena kisah ini disangkutpautkan dengan sosok yang religius.
Saya mah orangnya gitu, kalau ada postingan viral dan berkaitan dengan agama pasti pengen juga ikut-ikutan angkat bicara. Alih-alih mengeluarkan pendapat di kolom komentar atau dinding FB, saya lebih suka menumpahkan opini di Kamar Kenangan ini.
Well, saya tidak akan memaparkan secara detail seperti apa kisah #LayanganPutus. Mungkin kamu sudah membacanya sendiri, atau jika belum pun bisa dengan mudah kamu temukan kisah tersebut lewat google even postingan aslinya sudah dihapus oleh si penulis.
Jujur saja, yang paling menarik perhatian saya dari kisah tersebut bukan tentang kehidupan mommi Asf beserta keempat putranya setelah bercerai dengan sang Ayah yang menikah lagi dengan wanita lain. Kalau bicara terkait kehidupan single parent, terlebih dengan empat orang anak laki-laki yang sebelumnya terbiasa hidup "enak" memang tidak mudah. Apalagi setelah berpisah, sang ayah seolah lepas tangan dari menanggung biaya hidup anak-anaknya.
Kisah rumah tangga yang berakhir seperti ini sebenarnya bukan hal yang baru. Di luar sana pastinya banyak kisah rumah tangga yang berakhir serupa, bahkan dengan ujian yang lebih berat. Namun yang terekspos ke media sosial dan viral seperti kisah #LayanganPutus memang hanya segelintir. Itupun sampai viral karena dihubung-hubungkan dengan pelakor. Coba kalau nggak?
Aneh tapi nyata. Faktanya postingan-postingan yang berkaitan dengan pelakor gampang sekali viral. Begitulah kurang lebih selera netizen di negeri ini. Giliran yang jelek-jelek saja digembar-gemborkan. Yang baik-baik didiamkan. Padahal kisah #LayanganPutus ini belum tentu juga tentang pelakor.
Ya kan kisah ini ditulis hanya dari satu sudut pandang, si istri yang menggugat cerai suaminya. Kita tidak tahu bagaimana kisah #LayanganPutus sebenarnya dari sudut pandang si suami maupun wanita kedua yang dinikahinya. Intinya, sebagai pembaca, kita sama sekali tidak tahu masalah yang terjadi dalam rumah tangga mommi Asf. Lagipula, ngapain juga kita mau kepo lebih jauh masalah rumah tangga orang lain, sampai membongkar aib orang segala.
Kalaupun mommi Asf sampai membuat postingan yang mencurahkan perasaannya itu haknya dia. You know-lah menulis bisa jadi self healing terbaik dan tidak ada yang salah dengan itu. Dia membagikan postingan tersebut ke grup Komunitas Bisa Menulis (KBM) di facebook pun bukan dengan maksud menyebar aib mantan suaminya. Bahkan nama mantan suaminya sengaja ia samarkan. Tapi lihatlah bagaimana reaksi para netizen?
Alamaaak bukannya mengkritisi gaya penulisan mommi Asf, mereka malah menjelma detektif. Dengan kemampuan kepo tingkat tinggi, para netizen yang didominasi emak-emak itu akhirnya berhasil mengungkap sosok yang diduga merupakan mantan suami mommi Asf dan juga wanita yang dinikahinya. Tak cukup sampai di situ, kedua sosok tersebut pun diserang bully-an mereka.
Bully-an yang ditujukan pada keduanya terutama si mantan suami inilah yang cukup menarik perhatian saya. Pada kisah #LayanganPutus si suami digambarkan sebagai sosok religius, senantiasa menundukkan pandangan dan tidak berani menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Si lelaki ini juga punya chanel dakwah di youtube.
Sementara istri barunya merupakan selebgram yang belum lama memutuskan berhijrah. Konon, mantan suami mommi Asf menikahi wanita tersebut untuk mempertahankan hijrahnya.
Gambaran si mantan suami yang tampak religius ini menjadi sorotan para netizen. Mungkin banyak yang tak habis pikir, paham agama kok bisa selingkuh. Sampai tega melepaskan istri dan anak-anak demi wanita baru dalam kehidupannya.
Yup, para netizen terlanjur menghakimi si mantan suami yang tampak shalih ini telah berselingkuh, sementara wanita yang dinikahinya dicap sebagai pelakor. Padahal faktanya belum tentu demikian.
Saya tidak bermaksud membela si mantan suami dengan istri keduanya. But well, sorotan tersebutlah yang memunculkan tiga pertanyaan di benak saya. Tiga pertanyaan yang barangkali jawabannya bisa jadi pelajaran untuk kita dalam mengaruhi bahterah rumah tangga.
Percaya atau Tidak?
Pertanyaan pertama adalah tentang kepercayan. Sama seperti mommi Asf, saya pun percaya sepenuhnya kepada suami. Hanya karena saya tahu benar, suami saya paham agama, tidak pernah meninggalkan shalat dan ibadah lainnya, lantas serta merta saya membangun keyakinan yang kuat bahwa suami saya adalah sosok lelaki setia, tidak mungkin mendua.
Namun apakah benar keshalihan seorang suami sudah menjamin kesetiaannya? Apakah iya suami yang religius tidak akan selingkuh? Apakah kepercayaan istri pada suaminya cukup dengan modal agama saja?
Saya baru tersentak setelah membaca kisah #LayanganPutus. Benar juga, jangankan kesetiaan, keistiqomahan seseorang pun tak ada yang bisa menjamin. Hati manusia memang mudah terbolak-balik, kan? Lagipula keshalihan seseorang tidak bisa dinilai hanya dengan melihat tampilan luarnya saja.
Tapi saya tidak ingin ikut-ikutan menjudge si mantan suami, apalagi sampai menganggap dia telah melakukan perselingkuhan. Toh, saya sama sekali tidak tahu jalan ceritanya seperti apa sampai akhirnya dia menikah lagi.
Ketika seorang suami menikah lagi, meski tanpa sepengetahuan istrinya itu namanya bukan selingkuh lho. Poligami jelas berbeda dengan perselingkuhan. Dan meski kemungkinan itu bisa saja terjadi, saya masih tetap meyakini bahwa lelaki yang benar-benar paham agama tidak mungkin melakukan perselingkuhan.
Kalau poligami sih iya. Toh, kebanyakan para alim ulama juga memiliki istri lebih dari satu. Tapi kalau melakukan perselingkuhan, itu benar-benar nggak masuk di akal saya. Masalahnya, bagaimana mungkin lelaki shalih yang tidak pernah meninggalkan kewajiban salatnya di masjid serta tahu benar batasan antara laki-laki dan perempuan bisa berselingkuh sementara pemahamannya terhadap agama telah membentengi dirinya dari perbuatan tersebut. Kalaupun sampai terjadi, keshalihannyalah yang patut dipertanyakan. Apakah benar-benar shalih luar dalam atau shalih di luar saja?
So far, kisah seperti #LayanganPutus ini sama sekali tidak menghilangkan kepercayaan saya terhadap suami. Kepercayaan yang bahkan sudah saya bangun sejak memutuskan hidup menggenap bersamanya. Ya jangan sampai hanya karena terpengaruh kisah yang viral ini kita sampai kehilangan kepercayaan dan jadi curigaan sama suami.
For me, kepercayaan merupakan hal yang penting dan patut dijaga dalam pernikahan. Apa jadinya hubungan suami istri yang tidak dilandasi kepercayaan? So, daripada curigaan mending kita rajin melangitkan doa agar Allah senantiasa menjaga suami kita, menjaga hatinya agar tak berpaling ke hati wanita lain.
Poligami atau Selingkuh?
Pertanyaan selanjutnya yang muncul di benak saya adalah poligami vs selingkuh. Saya sempat heran kenapa mantan suami dari mommi Asf disebut-sebut telah berselingkuh, sedang yang ia lakukan jelas-jelas adalah poligami. Meski pernikahan keduanya itu dilakukan tanpa sepengetahuan sang istri. Apakah dengan pernyataan tersebut berarti si suami yang digambarkan sebagai sosok religius ini telah melakukan perselingkuhan sebelum memutuskan poligami?
Of course, kita tidak bisa serta merta mengambil kesimpulan seperti itu, apalagi kita sendiri tidak tahu cerita sebenarnya dari sudut pandang si mantan suami dengan wanita kedua yang dinikahinya itu seperti apa. Kalau dikatakan demikian lantas apa bedanya poligami dengan selingkuh. Orang poligami kok disebut selingkuh.
Saya bahas seperti ini bukan berarti saya bersedia dipoligami ya. Lagipula mana ada perempuan yang ingin dipoligami. Kalaupun ada mungkin hanya segelintir, selebihnya saya yakin sebagian besar para istri, termasuk saya pun tak ingin diduakan, ditigakan apalagi diempatkan oleh suami.
Namun bila kita dihadapkan dengan pilihan; membiarkan suami selingkuh atau merelakan ia menikah lagi, sikap apa yang akan kita ambil?
Saya tahu, keduanya merupakan pilihan yang sama sekali tidak kita inginkan. Namun tak dimungkiri, banyak istri yang mengalami ujian serupa yang dialami mommi Asf. Suami yang paham agama tentu akan mengambil poligami sebagai alternatif. Sebaliknya yang tidak paham pastinya lebih memilih menjalin kasih sembunyi-sembunyi. Apalagi jika sang istri bersikeras menentang poligami, jelas suami akan menyalurkan hasratnya dengan berselingkuh.
Barangkali inilah alasan mengapa poligami sering dikaitkan dengan perselingkuhan. Tak heran bila poligami yang dilakukan seorang suami dianggap perselingkuhan.
Bagaimana tidak dianggap selingkuh jika poligami tersebut dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan sang istri? Bagaimana seorang suami juga bisa terang-terangan jujur bila sedari awal sang istri tegas menyatakan sikap tak ingin dimadu atau suami sengaja menyembunyikan pernikahannya dengan wanita lain karena tak ingin menyakiti hati istri pertama?
Akhirnya banyak orang yang salah kaprah sehingga menyamakan poligami dan perselingkuhan. Padahal poligami dan perselingkuhan jelas tidak bisa disandingkan.
Poligami merupakan syariat Allah, sedangkan perselingkuhan merupakan jeratan syaitan. Mana bisa syariat yang datangnya dari Allah disamakan dengan jeratan dari syaitan?
Ah, bicara tentang hubungan yang menyangkut orang ketiga ini memang pelik. Pasti emak-emak nggak bakal tinggal diam. Makanya masalah seperti ini cepat sekali heboh. Si pelaku yang mendua dan orang ketiga serta merta dicerca. Laki-lakinya dianggap selingkuh. Perempuannya dicap pelakor. Padahal keduanya telah terikat dalam hubungan yang sah.
Label negatif tersebut tentu tidak akan muncul bila sang suami menikah terang-terangan. Kenapa harus diam-diam? Ya itu tadi, mungkin suami ingin menjaga perasaan istri pertama sehingga pernikahan keduanya sengaja disembunyikan atau karena ia yakin istri pertamanya pasti tidak akan setuju jika ia menikah lagi sehingga ia memilih untuk diam. Ditambah pula dengan aturan dalam Islam yang tidak mengharuskan seorang suami untuk minta persetujuan istrinya bila ingin poligami.
Nah, inilah kekeliruan si suami yang melakukan poligami diam-diam. Memang poligami tidak butuh izin istri pertama tapi setidaknya si istri harus tahu agar poligami tersebut tidak menimbulkan salah kaprah. Pengen cari jalan aman tapi justru yang terjadi masalah semakin runyam, kan?
Si suami dianggap telah melakukan perselingkuhan, wanita kedua yang dinikahinya disebut pelakor. Lebih-lebih istri pertama, pastinya akan sangat terluka dan merasa dikhianati. Bukan terjaga perasaannya, tapi justru semakin hancur saat tahunya belakangan.
Lagipula, untuk apa menyembunyikan hubungan poligami? Poligami sah di mata agama, tidak sama dengan perselingkuhan, jadi untuk apa ditutup-tutupi?
Karena takut istri pertama tidak akan setuju? Lha sudah paham, kan? Poligami bisa tetap dilakukan dengan dan atau tanpa persetujuan sang istri asalkan syaratnya bisa terpenuhi. Suami HARUS MAMPU BERSIKAP ADIL. Jadi memang tidak wajib ada persetujuan dari istri, tapi si ISTRI SANGAT BERHAK UNTUK TAHU BILA SUAMINYA INGIN MENIKAH LAGI DENGAN WANITA LAIN.
Poligami yang dilakukan diam-diam itu menurut saya jatuhnya sudah nggak adil. Apalagi sampai meninggalkan anak istri selama 12 hari lamanya tanpa ada pemberitahuan sama sekali? Kalau ini mah sudah keterlaluan banget
Selain berhak tahu suaminya menikah lagi, i think , si istri juga harus tahu alasan kenapa suaminya ingin poligami? Apa yang salah? Apa yang kurang? Apa kebutuhan suami yang tidak mampu ia penuhi? Setidaknya dengan penjelasan baik-baik seperti itu, si istri bisa bercermin, bisa instropeksi diri dan bisa lebih legowo menerima kenyataan akan dimadu.
Kita juga nggak bisa menentang suami yang ingin poligami, apalagi kalau alasannya benar-benar karena hal yang krusial. Daripada suami memilih jalan pintas (baca; selingkuh) dan kita membiarkannya begitu saja?
Tentu bukan tanpa alasan ketika suami ingin poligami. Boleh jadi alasan tersebut justru datangnya dari si istri. Jadi, kalau tidak ingin suami poligami, langkah apa sih yang seharusnya kita lakukan? Bahas soal ini saya jadi ingat dengan buku solo Mbak Muyass.
Baca juga Review Buku Agar Suami Tak Mendua
Buku tersebut ditulis Mbak Muyass bukan dengan maksud menentang poligami. Pembahasan bukunya justru menyoroti peran seorang istri dalam rumah tangga, terutama perannya dalam memenuhi hak-hak suami. Lewat buku 'Agar Suami Tak Mendua', Mbak Muyass mengajak kita untuk memahami kembali bagaimana peran seorang istri sebenarnya. Yang ketika peran tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya, in syaa Allah suami pastinya akan berpikir ratusan kali jika ingin menduakan istrinya.
Tapi bagaimana kalau misalkan kita sudah berusaha semaksimal mungkin menjalani peran sebagai seorang istri namun suami tetap ingin poligami?
Jawabannya hanya ada dua.
Ikhlas dengan tetap melayani suami sepenuh hati atau ?
Bertahan atau Melepaskan?
Atau lebih memilih berpisah, seperti sikap yang diambil mommi Asf. Setelah sebelumnya bertahan ia akhirnya memilih untuk melepaskan. Pernikahan yang telah berjalan selama 8 tahun itu akhirnya berujung dengan perceraian.
Amat disayangkan memang. Keputusan untuk berpisah itu bukan keputusan yang ringan lho. Apalagi dengan empat orang anak laki-laki yang harus ia urus dan besarkan. Pun dengan si mantan suami yang kabarnya, seolah lepas tanggung jawab dengan biaya hidup anak-anaknya setelah mereka berpisah.
Namun bila kondisi yang saya hadapi serupa kondisi mommi Asf, saya pun akan mengambil tindakan yang sama.
"Seperti kehilangan satu kaki, aku berusaha tetap tegak melangkah. Pun selama setahun setengah menjalani poligami, yang aku rasakan memang kakiku sudah sakit sebelah. Ibarat dalam sisi medis, saran terbaiknya adalah mengamputasi kaki yang sudah luka dan membusuk. Sebelum menjalar menyakiti organ lainnya"
Jika poligami itu hanya menyakitkan dan menyengsarakan, untuk apa bertahan? Demi anak-anak? Ah, barangkali saya bukan tipe perempuan yang bisa mengorbankan diri sendiri sekalipun itu untuk anak-anak.
Saya sudah sering mendengar cerita, di luar sana ada banyak perempuan yang rela hidup menderita, disakiti oleh suaminya sendiri. Bukan hanya batin melainkan fisiknya juga, namun ia memilih mempertahankan rumah tangga yang telah menjelma seperti neraka itu.
Tak ada lagi kebahagiaan dan ketentraman di sana, dan ia tetap saja bertahan. Mengorbankan dirinya demi anak-anak. Padahal ia pun berhak untuk bahagia dan menikmati hidupnya. Sungguh, saya tidak bisa hidup dalam rumah tangga yang seperti itu.
Terlebih jika suami melakukan poligami dengan cara yang salah. Tiba-tiba menghilang dari rumah, berhari-hari tanpa kabar dan ketika pulang pun tanpa penjelasan apa-apa. Hati saya pastinya bakal tersayat-sayat ketika tahu ternyata selama pergi dari rumah itu, suami malah asyik berbulan madu dengan istri barunya di negara lain. Kalau poligami dengan cara yang seperti ini mah, saya nggak bakal pikir panjang untuk menggugat, daripada makan hati setiap mengingat kejadian tersebut.
Lain hal bila suami melakukan poligami dengan cara yang baik. Jujur dari awal tanpa menutup-nutupi. Mungkin saya masih bisa mempertimbangkan dan belajar untuk ikhlas. Tapi kalau caranya dari awal saja sudah salah, ok tidak ada kompromi.
Yap, ini hanya soal pilihan, bukan?
Itulah tiga pertanyaan dari kisah Layangan Putus yang sempat muncul di benak saya. Terkait kisah yang ditulis oleh Mommi Asf ini, apakah benar-benar nyata atau ada tambahan bumbu-bumbu nya, entahlah. Saya sama sekali tidak tertarik kepoin kehidupan rumah tangga orang lain lebih jauh. Cukup kita petik pelajarannya saja.
Itulah tiga pertanyaan dari kisah Layangan Putus yang sempat muncul di benak saya. Terkait kisah yang ditulis oleh Mommi Asf ini, apakah benar-benar nyata atau ada tambahan bumbu-bumbu nya, entahlah. Saya sama sekali tidak tertarik kepoin kehidupan rumah tangga orang lain lebih jauh. Cukup kita petik pelajarannya saja.
Salam,
20 komentar untuk "Tiga Pertanyaan dari Kisah #LayanganPutus"
Pokoke, kita stay calm dan tawakkal dgn takdir Allah saja ya
btw yaa poligami dan perselingkuhan memang gak bisa disandingkan, tapi saya pribadi yang gak sanggup di duakan dan dibanyakan.
mengenai keshalihan ini juga bener sih, shalih di luar apa di dalam juga? jadi inget belum lama ini sesosok pembuat hukum cambuk di Aceh pada akhirnya juga dihukum cambuk karena berzina dengan istri orang :(
naudzubillah jgn sampe kejadian ini menimpa saya, tapi kalau saya ada di posisi mmomy asf saya memilih lepaskan :)
... dan baru tahu ternyata viral!
Semoga kita selalu bisa mengambil hikmah, hanya itu yang bisa aku bagi, mba
... dan menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari, insya Allah :)
Boleh yah berpendapat sdkt ttg poligami.
Jadi, sy sdh mulai penasaran dgn poligami in sejak SMA, memang stiap berdiskusi dan baca buku hampir semua mengatakan poligami diperbolehkan asal *mampu berlaku adil* pertanyaannya, apkh skrg Laki2 mampu berlaku adil?
Dilihat dri realita, kebanyakan pelaku poligami itu yah yg dianggap Laki2 yg agamis, atw yg banyak duitnya. Pertama, aq tdk menyoroti pelaku plogami Laki2 dgn alasan banyak duit, klu ini mah aq sdh cap gk bisa berlaku adil, krna keadilan bkn hanya diukur dr sisi materi.
Tp yg aku pertaxakan adlh Laki2 yg agamis.
Menurut aku, mereka ini paham banget sama agama, shalatnya dijaga, tp knp bsa masih poligami? Yakin adil?
Terakhir nonton ttg poligami itu di channel Vice ttg seorang Laki2 yg poligami di Aceh. Alasannya simpel, karena ingin menyalurkan hasrat scra halal, bgtu sih yg aq tangkap. Soal adil dan tdknya mmg tdk bisa tp berusaha berlaku adil.
Pertanyaanku lagi, apa semudah itu? Tdk takutkah mereka yg Laki2 agamis ini mempertanggung jwbkan perbuatannya di akhirat?
Masih bingung dgn fenomena poligami ini, akhirnya saat kuliah aq mndptkan sumber yg membwtku puas dgn penjelasan poligami, mengapa dan bagaimana.
Singkatnya, hanya yg tinggi maqamnya alias setingkat nabi atw wali yg bsa berpoligami itu pun dgn kondisi yg mengharuskan tdk ad pilihan lain, krna pertanggung jawaban poligami ini sangat besar di hadapan Tuhan.
Bayangkan, jk ad lelaki yg berpoligami lantas menelantarkan istri dan anak pertamanya? Pdhl menyakiti hati istri sja it sdh menjadi dosa besar bagi suami.
Duh msh mw ngetik nih tp kyknya kepanjangan
Syariat Allah bagaimanapun harus tunduk. Hanya sebagai manusia apalagi sudah memiliki keluarga, sudah selayaknya hidup layaknya manusia yang penuh tanggung jawab atas segala keputusan yang diambil.
Alangkah baiknya jika poligami namun tetap pada memberi kebaikan pada keduanya.
Kalau dianggap bisa jadi reminder agar berhati hati dalam berumah tangga, ga sepenuhnya salah
Tapi ujian rumah tangga tidak lain diberikan Tuhan untuk ketangguhan nahkoda bersama penumpangnya
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.