Cerita Toilet Training Zhaf

Tanggal 4 ini usia Zhaf menginjak 26 bulan dan dia sudah berhasil lepas popok. Ini dia cerita toilet training Zhaf. Baca sampai tuntas ya. 

Cerita toilet training Zhaf

Awal Agustus kemarin usia kakak Zhaf menginjak 2 tahun. That mean's sudah tiba waktunya dia untuk disapih. Tapi bukannya fokus menyapih, saya dan ayahnya malah sibuk ajari si Kakak toilet traning

Alhasil, sampai masuk usia 25 bulan kakak masih belum lepas nenen. Saya gagal menyapihnya di usia 24 bulan. Eh kurang tepat juga sih dibilang gagal. Kalau memang Zhaf mau disapih pas di ulang tahunnya yang ke dua, harusnya kami sudah prepare jauh-jauh hari atau paling tidak dua-tiga bulan sebelumnya. 

Ini yang ada, tiba masa tiba akal. Si kakak sudah masuk dua tahun, saya baru tertarik cari tahu pengalaman ibuk-ibuk lain yang menyapih anaknya dengan iman dan cinta. 

Honestly, saya sendiri sebenarnya belum siap menyapih Kakak, even sudah tiba waktunya dia untuk disapih. Bagi saya, proses menyapih bukan cuma tentang kesiapan si anak tetapi orang tuanya, juga terutama saya sebagai ibunya.

Saya nggak siap, ayahnya pun ikut-ikutan nggak siap. Doi malah nyuruh saya lanjut mengASIhi si Kakak karena masih ada haknya 4 bulan. 

4 bulan?

Iya, saat usia Zhaf jalan 8 bulan, saya hamil anak kedua. Sejak saat itu, proses menyusui anak pertama saya ini jadi terhambat, sampai-sampai saya terpaksa membiarkan Zhaf terpapar sufor karena ASI saya tidak lagi memuaskan rasa lapar dan dahaganya di malam hari. 


Well, proses menyusui Zhaf baru berjalan normal kembali setelah saya melahirkan. Jadi dari dia mulai dibantu sufor hingga adiknya lahir itu ada rentang waktu sekira 4 bulan. Itulah yang dimaksud Ayahnya, masih ada hak Zhaf untuk disusui.

Barangkali itu pula alasan yang bikin saya masih agak berat dan belum siap menyapih Zhaf. Karena saya merasa bersalah tidak berhasil memenuhi haknya untuk mendapatkan full ASI hingga usia 24 bulan. 

Begitulah ceritanya sampai saya dan ayahnya lebih memilih mengajari Zhaf toilet training lebih dulu ketimbang fokus menyapih. Rupanya kami -tanpa pembicaraan sebelumnya- sama-sama sepakat membiarkan Zhaf lanjut nenen lepas 24 bulan. 

So far, cerita menyapih si Kakak nanti saja ya, belakangan. Sekarang, waktunya saya sharing cerita toilet training Zhaf. 

Zhaf Mulai Toilet Training (TT) 

Zhaf memulai toilet training menjelang usia 2 tahun

Menjelang usia 2 tahun saya dan ayahnya sudah mulai mengajari Zhaf toilet training. Ide untuk mengenalkan proses TT pada si kakak ini bukan berasal dari saya ya tapi dari ayahnya. Saya malah nggak kepikiran sama sekali mau TT Zhaf secepat ini. Membayangkan Zhaf nggak pakai popok saja saya sudah merasa berat duluan. Oh No. Saya masih pengen nyantai. 

Tapi apa boleh buat, selama ini yang selalu sediain stok popok setiap bulan untuk anak-anak kan ayahnya bukan saya, jadi saya ikut saja apa kata komandan meski setelahnya saya banyak mengeluh, haha. 

Proses TT Zhaf sebenarnya sudah dimulai dari akhir Juli kemarin, dengan tidak membelikan popok untuk Zhaf. Waktu itu yang dibelikan popok adiknya saja. Cuma karena saya belum sepenuhnya siap melatih Zhaf untuk TT jadi ujung-ujungnya popok yang dibeli untuk si adik saya pakaikan juga ke kakaknya. 

Untungnya Zhaf masih muat pake popok size M. Karena 1 pack popok dipake berdua jadinya cepat habis dong. Padahal niat ayahnya sengaja beli 1 popok biar hemat. Itu sih yang jadi alasan utama suami ingin TT Zhaf secepat mungkin. Kondisi keuangan keluarga kami selama pandemi memang kurang stabil. 


Gaji pokok yang diterima suami sudah beberapa bulan terakhir ini dipotong. Kalau nggak ada pemotongan gaji mungkin doi masih ringan nyediain stok popok untuk Zhaf dan Fath. Saya juga ngerti kok dengan kondisi, makanya saya oke-oke saja pas suami bilang mau TT Zhaf. 

Namun ternyata pelaksanaan TT ini nggak semudah saya bilang OK. Baru setengah hari membiarkan Zhaf lepas popok saja saya sudah stres duluan, haha. Saya benar-benar belum siap, makanya proses TT Zhaf di akhir Juli kemarin gagal total. Eh tapi kalau mau tunggu saya sampai siap, kapan siapnya? 

Persiapan Toilet Training Zhaf 

Persiapan toilet training

Menurut saya toilet training atau potty training, bukan semata-mata tentang kesiapan si anak saja tetapi lebih pada kesiapan orang tua. Anak mah hanya butuh diajari dan dibiasakan. 

Semakin cepat anak diajari dan dibiasakan untuk pipis dan pup sendiri di kamar mandi, akan semakin cepat pula dia lolos toilet training. Jadi kalau ditanya umur berapa anak sebaiknya mulai toilet training? Jawabannya ya tergantung pada orang tuanya. 

Barangkali pertanyaan yang tepat soal ini bukan umur berapa tetapi kapan orang tua mau mengajari anaknya toilet training

Ini saya berkaca dari pengalaman mama saya ya. Cerita beliau, anak-anaknya umur setahunan sudah pintar pup dan kencing sendiri. Karena dari umur masih sekian bulan mama sudah membiasakan kami (keempat putrinya) buang air di kamar mandi. 

Saya tahu, memang kurang cocok jika mau bandingkan ibu-ibu zaman dulu dengan ibu-ibu zaman milenial dalam melatih anak untuk TT. Apalagi kayaknya waktu di zamannya mama, belum ada istilah toilet training deh karena waktu itu masih lebih tren popok kain daripada diaper atau pospak deh.

Dari lahir, ibu-ibu zaman dulu memang sudah membiasakan anaknya tanpa pospak sehingga mereka cepat mengenali kencing/pup anak. Tentunya hal tersebut memudahkan mereka saat memulai proses TT. 

Beda halnya dengan ibu-ibu zaman sekarang yang menjadikan pospak sebagai salah satu kebutuhan anak. Karena anak-anak sudah dibiasakan pakai pospak sejak lahir sehingga si ibu jelas akan kesulitan mengenali pola buang air si kecil. 

Memulai TT pun akan menjadi hal yang sulit bagi ibu yang selama ini terbantu dengan ketersediaan pospak di rumah. Namun setidaknya untuk memulai proses ini kita bisa belajar dari ibu-ibu zaman dulu tanpa perlu menunggu anak usia setahun, dua tahun, tiga tahun dulu atau saat si kecil sudah lancar bicara, tapi kapan pun itu selagi kita mau mengajari anak buang air secara mandiri. 

Nah, ternyata saya baru mau memulai TT Zhaf setelah dipaksa dengan keadaan, itu pun dengan persiapan yang masih kurang. Jadi dari munculnya ide buat TT hingga pelaksanaan, saya dan ayahnya nggak banyak persiapan. Kami cuma nyediain stok celana dalam. 

Untuk perlengkapan TT lainnya seperti training pants dan potty seat, sengaja nggak kami siapin karena nggak tahu, haha. Alat semacam potty seat saja saya baru tahu setelah Zhaf sudah bisa buang pup di kloset. 

Ada syukurnya juga, karena ketidaktahuan itu kami nggak perlu beli peralatan macam-macam yang ujung-ujungnya nggak maksimal dipake. Apalagi setelah saya baca-baca, baik training pants maupun potty seat, masing-masing ada minusnya. 

Untuk training pants, selain harganya lebih mahal, bisa membuat proses TT jadi lebih lama. Anak bisa saja tidak merasa basah bila kencingnya yang keluar hanya sedikit. Beda halnya dengan celana dalam, kalau anak pipis dia bisa langsung merasa nggak nyaman karena celananya basah. 

Sedangkan kalau anak diajarkan pup di potty training, kita bisa kerja dua kali. Apalagi kalau anaknya sudah terbiasa dan ogah pup di toilet beneran. Berarti kita harus mulai dari awal untuk mengajarkan anak pup di kloset. Belum lagi setiap pup, potty-nya harus dibersihkan sedangkan kalau pup di kloset tinggal disiram. 

Yah sepertinya memang lebih praktis anak yang mulai TT nggak dipakaikan perlengkapan macem-macem, celana dalam saja sudah cukup. Meski rempong tapi hasilnya bisa lebih cepat. Ini menurut saya pribadi lho, kalau ada pendapat lain yaa silakan. 

Nah, kalau pun ada perlengkapan yang mau saya beli selama proses TT, selain celana dalam adalah sprei waterproof, biar kasur nggak kena ompol. Namun sampai Zhaf sudah bisa pipis di kamar mandi belum juga kesampaian. 

Sprei anti bocor ini bukan perlengkapan wajib ya. Masih bisa diganti dengan alas ompol lainnya seperti perlak. Karena di rumah belum ada sprei waterproof, adanya cuma perlak jadi alas itu saja yang saya gunakan. 

Selain perlengkapan TT, sebenarnya hal paling utama yang perlu disiapkan sebelum memulai proses ini adalah mental orang tua, terutama si ibu yang 24 jam mendampingi anaknya. 

Sayangnya saya memulai TT si Kakak dengan mental yang masih kerupuk. Akibatnya baru juga beberapa hari mulai saya sudah mau menyerah. Untung saya masih punya motivasi yang kuat untuk tetap melanjutkan proses ini. 


Proses Toilet Training Zhaf

Proses toilet training

Sebelum cerita terkait proses TT Zhaf saya ingin flashback dulu. Sebenarnya sebelum bahkan setelah melahirkan saya nggak ada rencana mau biasakan Zhaf pakai popok sekali pakai. Tadinya malah saya mau pakaikan Zhaf pospak kalau keluar rumah saja. 

Namun berhubung ayahnya selalu nyediain stok popok bulanan untuk Zhaf dan kami juga jarang bepergian sehingga saya inisiatif deh pakaikan Zhaf popok sehari-hari. Sejak saat itulah bundanya mulai ketergantungan memakaikan popok ke anak.

Oya Zhaf mulai pakai pospak di rumah waktu umurnya jalan tiga bulan. Sebelumnya saya cuma pakaikan dia popok kain (bukan clodi ya tapi itu lho popok segi empat dan bertali). 

Pernah juga sih Zhaf pakai clodi tapi nggak bertahan lama karena ternyata semangat saya memakaikan Zhaf popok yang bisa dicuci ulang itu cuma hangat-hangat tahi ayam. 

Jujur saja, dengan membelikan popok untuk anaknya setiap bulan, saya merasa begitu dimanjakan suami. Setidaknya dengan selalu tersedia stok popok di rumah, saya nggak perlu rempong dengan urusan membersihkan kotoran anak. 

Enak bangetlah hidup saya selama Zhaf masih pake popok. Saking enaknya saya baru menyadari betapa beratnya menjadi seorang ibu ketika mulai membiarkan Zhaf tanpa popok.

TT ini proses yang tidak mudah buat si anak dan berat juga buat saya (yang selama ini sudah terlalu dimanjakan hidupnya dalam mengurus anak dengan ketersediaan popok). Tapi alhamdulillaah setelah dijalani ternyata kami bisa juga melewati episode ini.

Nah, berikut ini cerita TT Zhaf yang lumayan dramanya, hehe. Prosesnya saya bagi beberapa tahap ya, berdasarkan perkembangan hasil TT-nya.

Proses toilet Training Zhaf dari gagal hingga berhasil lepas popok
Tahap Pertama : Gagal

Seperti yang sudah saya singgung di atas, saya dan ayahnya memulai proses TT Zhaf akhir Juli lalu dengan persiapan yang sangat-sangat kurang. Modal kami cuma nekad saja. 

Iya, nekad tidak membelikan Zhaf popok. Harapannya dengan begitu kami berdua bisa 'kuat' membiarkan Zhaf tanpa popok seharian. Namun yang terjadi bisa ditebak.

Karena belum siap sepenuhnya, belum kuat mental juga jadi bawaan saya emosi terus kalau Zhaf bocor. Ditambah lagi kondisi saya saat memulai TT Zhaf sudah di luar zona nyaman alias nggak tinggal lagi di rumah mertua.

Kalau masih di rumah mertua mah enak, ada nenek, tante-tante dan omnya yang bisa bantu jagain atau mengurus si kakak kalau dia ompol. Lha, di rumah yang sekarang , saya mau minta bantuan siapa coba? Ayahnya kalau pagi sudah berangkat kerja dan baru pulang menjelang Isya. 

Seketika terlintas, kenapa nggak waktu masih tinggal di rumah mertua saja saya mulai mengenalkan Zhaf dengan toilet training. Kalau kayak gini kan sudah rempong banget.

Bahkan jujur saja, seperti yang sudah saya singgung tadi, di tahap ini barulah saya merasakan betapa beratnya menjadi seorang ibu. Saya sampai pengen nangis ya Allaah.

Mungkin juga karena hidup saya semenjak menjadi ibu terlalu dimanjakan.  Semenjak hamil anak kedua saya memang belum pernah dilepas sendiri mengurus Zhaf dan adiknya jadi baru terasa beratnya setelah kami sekeluarga pindah ke rumah pribadi. 

Semakin bertambah berat karena selain mengurus bayi kecil saya juga yang mengambil peran paling banyak dalam proses melatih TT kakak dengan kondisi mental yang belum siap.

Alhasil sejak memulai proses TT ini saya sering marah-marah nggak jelas. Kasihan juga si kakak langganan kena omel padahal dia belum ngerti apa-apa makanya saya putuskan untuk memakaikan dia popok kembali di siang hari. Untung juga masih ada popok adiknya yang bisa kepake.

Sebagai pencetus ide, ayahnya nggak terlalu banyak komen dengan tindakan saya itu. Dia cukup memaklumi, karena bukan dia yang berperan sebagai full eksekutor. 

Apalagi kerempongan mengurus bayi dan balita yang super duper aktifnya sendiri di rumah yang saya jadikan alasan😅 Tapi ayahnya cuma ingatkan, kalau  popok adiknya habis nggak ada uang pembeli popok, gajian masih lama, nggak tahu kapan, belum jelas tanggalnya.

Akhirnya proses TT si Kakak di tahap pertama ini gagal. Dia kembali pakai popok sampai popok adiknya habis. Lalu setelah popok tersebut habis apa yang terjadi? Duh, jangan tanya. Saya harus terima akibatnya.

Tahap Kedua : Mulai TT lagi.

Selama tiga tahun lebih hidup berumah tangga, baru akhir Juli kemarin kondisi keuangan keluarga kami benar-benar berada di titik yang menyedihkan sekali. Sampai uang untuk pembeli popok saja nggak ada. Eh ada ding tapi cuma cukup untuk beli yang kemasan sachet

Well, saya harus menanggung akibat setelah popok si adik habis lebih cepat karena dipakai berdua dengan kakaknya. Akhirnya kakak dan adik sama-sama nggak pakai popok. Bisa kamu bayangkan apa yang terjadi?

Malamnya, saya terpaksa tidur beralas perlak, di antara Zhaf dan Fath lalu  terbangun dengan tubuh bau pesing. Keesokkan harinya saya masih harus menghadapi kenyataan mengurus kakak sekaligus adiknya tanpa popok.

Drama yang terjadi adalah baru diganti celananya, sudah bocor lagi. Tidak lama setelah diganti, eh pipis lagi. Ganti lagi. Pipis lagi. Begitu terus sampai bikin saya capek mulut. Ngomel-ngomel sendiri. 

Masih mending ya kalau yang saya hadapi cuma 1 anak. Lha ini si kakak dan adik kayak sudah janjian mau ngerjain bundanya. Pagi itu mereka gantian pipis berkali-kali. Yang satu dibersihin, yang satu bocor. Beres gantikan celana si adek, kakaknya lagi yang ompol dan itu terjadi berulang-ulang. Parahnya saya nggak dikasih jeda biar sejenak.

Sumpah, saya pengen nangis. Hampir setengah harian itu kerjaan saya cuma urus ompol kakak dan adik bergantian saja. Untung menjelang tengah hari ada panggilan mendadak ke rumah keluarga sehingga saya akhirnya membelikan Zhaf dan Fath popok sachet dengan uang dari tabungan darurat dalam bekas kaleng botol susu yang juga sudah menipis

Kalau nggak ada panggilan ke rumah keluarga saat itu saya nggak tahu deh bisa bertahan seharian atau nggak membiarkan mereka berdua tanpa popok. Nah, kejadian hari itulah yang memotivasi saya untuk melanjutkan kembali proses TT si Kakak.

Lagipula biar dilanjutkan atau tidak sama saja. Saya dan ayahnya sudah sepakat tidak akan membelikan popok untuk Zhaf. Jadi kalau saya nekat memakaikan popok adiknya ke kakak, kejadian yang sama bakal terulang lagi. Ujung-ujungnya saya juga yang bakal kewalahan.

Ini tahap yang cukup berat, lumayan berdrama dan bikin stress. Hari-hari kerjaan saya ngepel berkali-kali, cuci sprei dan berusaha  menahan emosi namun seringnya kebablasan.

Oya, di tahap pertama kami gagal TT Zhaf, karena selain belum siap mental kami juga langsung membiarkan dia sehari semalam tanpa popok, makanya berat. 

Nah, di tahap ini saya mulai TT Zhaf secara bertahap. Jadi jadwal dia di-TT itu seharian, setelah mandi sore baru saya pakaikan dia popok atau biasanya menjelang tidur (ini untuk berjaga-jaga agar dia tidak ompol di kasur)

Honestly, cara saya melatih kakak toilet training agak keras. Kalau dia bocor saya bakal ngomel dan marah-marah. Cara ini cukup menguras emosi dan nggak perlu ditiru ya. Mungkin karena saya belum pandai saja mengontrol emosi *ngeles

Namun dengan cara ini saya ingin memberitahu Zhaf kalau dia pipis atau pup di celana, bundanya akan marah itu artinya bunda nggak suka dia melakukan hal itu.  Sebenarnya saya merasa bersalah juga sih kenapa harus marah-marah gitu padahal anaknya belum ngerti apa-apa.

Namun cara ini cukup efektif membuat dia cepat paham. Kurang lebih sepekan sejak kembali di-TT dia sudah bisa bilang pipi. Mungkin juga karena sudah sering di-sounding, dilatih dan dibiasakan mengajaknya ke kamar mandi meski sudah bocor duluan sehingga dia akhirnya mengerti. Oh ini tempat dimana seharusnya dia buang air, bukan di lantai atau di kasur. 


Tahap Ketiga : Bisa Bilang Pipi

Jujur saja, sampai saat saya menuliskan postingan ini Zhaf masih belum lancar bicara. Dia hanya mau mengucapkan kata-kata yang mungkin paling berkesan menurutnya.

Saya dan ayahnya sudah sering melatihnya agar mengikuti kata-kata yang kami ucapkan secara perlahan tapi anaknya belum mau ya gimana. Ini mengingatkan saya dengan proses belajar berjalannya kemarin, yang juga baru lancar ketika dia sendiri mau melakukannya.

Padahal anak seusianya rata-rata sudah lancar bicara. Tapi yah tumbang anak memang beda-beda, kan? Saya nggak mau bandingkan dia dengan anak-anak yang lain jadi kalau sampai sekarang dia belum bisa bicara, it's Ok. 

Saya akan bersabar dan menunggunya hingga mau berbicara. Yah, semoga saja si Kakak nggak kena speech delay. Agak worry juga sih but no problem, yang penting saya tetap semangat memberinya stimulasi. 

Setidaknya meski sampai saat ini anaknya belum pintar ngomong tapi dia sudah bisa menyatakan keinginannya untuk buang air kecil dengan bilang pipi. Pipi di sini maksudnya pipis ya bukan anggota tubuh yang ada di wajah dan sering bersemu merah itu, hehe.

Yap, setelah dilatih kurang lebih sepekan Zhaf akhirnya bisa bilang pipi that means dia ingin diantar ke kamar mandi untuk buang air kecil. Alhamdulillaah di tahap ini ada peningkatan meski awal-awal saat dia sudah bisa bilang pipi masih sering bocor.

Tapi makin ke sini anaknya makin pintar. Saking pintarnya si pipi ini sering dia jadikan alasan agar bisa main air di kamar mandi, haha. Termasuk ketika saya atau ayahnya masuk kamar mandi dan dia pengen ikut, dia bakal bilang pipi padahal aselinya nggak mau pipis cuma mau masuk kamar mandi juga, haha dasar bocah😅

Di tahap ini, pekerjaan cuci sprei dan ngepel mulai berkurang. Saya juga sudah nggak terlalu stres ketika mendapati Zhaf bocor duluan sebelum bilang pipi atau ketika dia buang pup di celana karena sudah tahu teknik membersihkannya.

Tahu nggak, jadi sebenarnya yang bikin saya mudah stres menghadapi Zhaf ketika bocor adalah masalah NAJIS. Jadi sekalinya saya sudah tahu cara membersihkan najis dengan benar dan cepat barulah saya bisa bersikap lebih santai.

Malah yang tadinya saya merasa jauh lebih berat membersihkan pup ketimbang pipisnya, setelah paham ilmunya ini baru deh saya bisa berpikiran bahwa ternyata membersihkan pup anak itu jauh lebih ringan ketimbang pipisnya yang berceceran di lantai. Lho kok? Nah, pembahasan soal najis ini kita skip dulu ya. Nantilah saya bahas di postingan tersendiri, kalau sempat tapi.

Tahap Keempat : Tidur malam tanpa popok

Tahap keempat ini benar-benar di luar dugaan. Saya lupa, apakah waktu itu saya sengaja membiarkan Zhaf tidur tanpa popok atau nggak? Tapi kayaknya sih sengaja. 

Ajaibnya keesokkan harinya dia bangun tanpa ompol sama sekali. Malah paginya pas bangun baru dia bilang mau pipi. Dan kejadian itu nggak cuma sekali, besok malamnya saya coba lagi biarkan dia tidur nggak pake popok, besok malamnya juga begitu, besok malamnya lagi sampai tibalah saya pada kesimpulan, fix ini anak sudah nggak ngompol kalau malam.

Agak speechless juga, soalnya kalau baca pengalaman ibuk-ibuk lain, ada yang berbulan-bulan bahkan sampai setahunan membiarkan anaknya yang sementara dalam proses TT tetap tidur dengan menggunakan popok karena masih sering ompol di kasur. 

Lha Zhaf, masuk pekan kedua sejak kembali di-TT sudah nggak ompol lagi kalau malam. Trus saya ingat dong, waktu neneknya masih ada di sini, dia sempat olesi pusar Zhaf dengan laba-laba kering dan itu jatuhnya pas hari Jumat.

Saya nggak tahu apa kondisi Zhaf yang sudah nggak sering ompol lagi kalau malam ada hubungannya dengan hal itu atau nggak? Tapi emang sih katanya kalau mau anak-anak nggak ompol di malam hari, olesi pusarnya dengan laba-laba kering. Lebih bagus lagi kalau diolesinya pas hari Jumat.

Saya jadi ingat, waktu Zhaf belum bisa jalan saya sering dinasihati orang tua, kalau mau anaknya cepat jalan suruh ayahnya pukul ringan kakinya dengan sajadah kalau pulang shalat Jumat. Kurang lebih pernyataannya sama, kan? Entah ini mitos atau fakta? 😁

Di tahap ini, tugas saya melatih kakak toilet training bertambah ringan. Paling sebelum bobok saya ajak dulu dia pipis atau dia sendiri yang bilang pipi baru saya temani ke kamar mandi.

Tahap Kelima ; Lepas popok

Ternyata hanya butuh waktu kurang dari sebulan bagi kami untuk melatih Zhaf lepas popok. Yap, dia usia 24 bulan kakak sudah nggak pakai popok lagi di rumah. Kalau ke rumah misal diajak jalan-jalan atau ikut ke pasar sama ayahnya juga nggak pakai popok. Dia baru dipakaikan popok kalau ikut ayahnya ke masjid.

Masuk usia 25 bulan sebenarnya Zhaf sudah  nggak bergantung lagi sama popok. Cuma waktu itu kami sempat melakukan safar dengan bis lanjut kapal yang memakan waktu sekira 12 jam jadi buat jaga-jaga agar kami nggak kerempongan selama perjalanan jalan kami pakaikan dia popok.

Tapi ini anak sudah pintar. Maa syaa Allaah. Meski pakai popok dia tetap bilang kalau mau pipis. Jadi popoknya tetap bersih sampai kami tiba di tujuan, cuma kalau pup masih jadi PR.

Nah, hari ini usia Zhaf tepat menginjak 26 bulan. Alhamdulillaah anaknya sudah benar-benar nggak bergantung lagi sama popok. Mau ke masjid atau diajak jalan kemana sudah nggak pakai popok lagi. Anaknya juga sudah pintar menahan pipi jadi nggak terlalu worry kalau dia bakal bocor di jalan.

Apalagi kalau mau pipi dia juga pasti bilang. Malah dia juga sudah bisa buka celana dan masuk kamar mandi sendiri untuk pipis cuma tetap harus ditemani karena dia belum bisa cebok dan siram pipisya.

Sekarang yang masih jadi PR dalam proses TT-nya cuma masalah pup saja. Sebenarnya dia sudah pintar kok bilang kalau mau pup. Sudah sering pula pup di closet. Tapi kadang-kadang masih bocor juga apalagi kalau saya telat responnya. 

Itulah tahap-tahap yang dilalui Zhaf selama proses TT. Yang tadinya saya pikir berat ternyata bisa juga dijalani. Pertanyaanya sekarang, apakah dengan berhasilnya Zhaf lepas popok bisa dikatakan dia sudah lulus toilet training ya? Oh belum tentu, jawabannya masih tergantung. 

Iya tergantung pemahaman orang tuanya dalam memaknai toilet training. Kalau yang dipahami TT adalah proses melatih anak untuk lepas popok maka bisa dikatakan Zhaf sudah lolos dengan nilai yah kira-kira 98 karena memang hampir 100% dia sudah nggak bergantung lagi dengan yang namanya pospak.

Tapi kalau yang dimaksud toilet training di sini adalah proses melatih anak agar bisa mandiri dalam hal buang air kecil maupun besar tanpa melibatkan orang dewasa maka Zhaf sama sekali belum lolos. Of course, dia belum bisa membersihkan kotorannya sendiri. Ini mah butuh waktu bertahun-tahun, anak TK saja masih belum bisa cebok sendiri apalagi anak usia 2 tahun. 

Kalau pemahaman saya seperti ini berarti perjalanan TT Zhaf masih panjang dan ini masih tahap awal. But least, saya sudah cukup puas dengan perkembangan Zhaf sekarang, karena tujuan utama saya melatihnya untuk TT agar dia bisa full lepas popok dan itu sudah terpenuhi.

Penutup


Melatih anak toilet training memang nggak mudah. Butuh persiapan yang matang tapi bukan anaknya saja lho yang perlu disiapin. Justru menurut saya orang tua terutama sang ibu yang harus jauh lebih siap.
Penutup dari cerita toilet training zhaf

TT-lah si kecil ketika kamu merasa yakin sudah siap dan bersedia. Nggak mesti nunggu si anak harus 2 tahun dulu atau 3 tahun dulu. Kapan pun kamu siap. Namun merasa siap saja nggak cukup karena harus ada pula kemauan dan motivasi yang kuat. Saya juga kalau misal nggak punya motivasi mungkin sampai sekarang masih main tarik ulur untuk TT si Kakak. 

Selain itu, sebagai orang tua kita juga harus percaya pada kemampuan anak, yah sekalipun mereka bicaranya belum lancar. Sejujurnya waktu memulai TT Zhaf saya sempat pesimis karena ini anak belum bisa bicara, gimana saya bisa mengajari dia. 

Bahkan sampai saat ini Zhaf baru bisa mengucapkan satu-satu kata saja, belum mampu menyusun sebuah kalimat, hiks. Tapi dia bisa mendengar. Dia sudah punya kemampuan mencerna apa yang kami katakan padanya. Otaknya merekam yang dia lihat dan dengan maka perlahan dia akan mengerti apa yang kami ajarkan. Latih dan biasakan, itu kuncinya.

Eniwei, sebenarnya di postingan ini saya juga mau sekaligus berbagi tips melatih anak toilet training ala Bunda Zhaf, hehe tapi karena postingan yang saya tulis dari bulan Agustus dan tersimpan di draft selama sebulan lebih ini panjangnya sudah hampir 4 ribu kata jadi saya cukupkan sampai di sini dulu ya.

Sekian cerita toilet training Zhaf. Oya kalau kamu masih mau baca cerita tentang TT ada juga nih cerita toilet training Fawwaz dari Mamah Diah Alsa yang tidak kalah seru. Semoga bermanfaat ya. Kalau kamu juga punya cerita terkait proses TT si Kecil boleh dong share di kolom komentar.

Salam,


Posting Komentar untuk "Cerita Toilet Training Zhaf"