"Perbedaan antara penulis dengan calon penulis
adalah bahwa penulis itu MENULIS, sementara calon
penulis terus-terusan BERMIMPI MENULIS"
penulis terus-terusan BERMIMPI MENULIS"
Begitu status dari bang Izarate Moya (gyerz BE) yang muncul di beranda saya beberapa waktu lalu. Sebuah kutipan yang memberi tamparan keras saat pertama saya membacanya. Saya seolah disindir sinis dan memang saya merasakannya. Merasa bahwa selama ini saya hanyalah seorang pemimpi yang keseringan berkhayal untuk menjadi seorang penulis buku best seller tapi untuk mengawali dengan satu titik saja jari saya enggan bergerak. Payah, kan.
Lho kalau itu mimpi kenapa mimpi saya malah menjelma jadi khayalan? Bukankah MIMPI berbeda dengan KHAYAL?
Menurut saya, khayalan adalah angan-angan kosong. Berangan terbang ke langit, bisa menari di atas awan dan menyentuh rembulan namun ketika sadar tak memiliki sayap, diri akan terhempas jatuh ke bumi. Yup, dalam kacamata saya, khayalan tak kan bisa mengubah segala sesuatu menjadi nyata karena membayangkan saja tidak cukup kecuali kalau ada keajaiban. Sedangkan mimpi yang saya pahami bukan sekedar bunga tidur. Makanya, sekian banyak motivator atau trainer ketika membawakan seminar, begitupun dengan buku-buku motivasi yang bertebaran di perpustakaan maupun toko buku atau gramedia tidak pernah alpa merayu kita untuk selalu bermimpi, menyarankan kita agar membuat list mimpi untuk satu tahun kedepan, 5 tahun kedepan, atau 10 tahun kedepan. Kata mereka mimpi itu gratis jadi bermimpi besarlah sesukamu, bentangkan ia hingga menjulang tinggi ke angkasa, biar Tuhan yang merengkuh mimpi-mimpimu. Sebab dalam mimpi, terpatri niat, terhujam tekad, terlantun doa serta kekuatan ikhtiar yang mampu mengubah mimpi menjadi nyata. I BELIEVE IT.