Evaluasi Resolusi 2014

Bismillahirrahmaanirrahiim

Saat menuliskan catatan ini, 2014 telah berlalu, pergi untuk selamanya. 2014 dengan segala kisahnya, kini hanya tinggal kenangan. Sepanjang tahun itu, ada banyak rona yang mewarnai hidup saya. Sayangnya, tidak semua hal yang saya inderai (lihat, dengarkan, rasakan, pikirkan dan alami) di 2014 bisa diabadikan di kamar keabadian ini.

Saya menganggap kamar keabadian ini adalah tempat pulang, menuntaskan rindu dengan menengok segala kenangan yang pernah tertorehkan. Mulanya memang, saya ingin mengabadikan semuanya. Iya, semuanya. Bahkan hal terkecil, apapun itu. Saya ingin menumpahkan semuanya di sini. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin banyak pula kisah dan kenang-kenangan yang menghampiri. Sungguh, saking terlalu banyaknya yang hendak saya abadikan, alih-alih saya malah kebingungan dan tidak tahu harus mengabadikan apa. Alhasil, hanya beberapa saja yang tertuang di kamar keabadian ini, selebihnya perlahan mengendap, buram lalu hilang bersama pergantian malam.

Dan saya telah kehilangan "selera" menuliskan sesuatu yang berlalu lama. Bukan karena perihal kesulitan membangkitkan kenangan, tapi karena saya mulai menyadari bahwa bagian tersulit dari mengabadikan sesuatu adalah pada saat mengungkapkannya.

Saya bukanlah orang yang pandai menulis, tidak pintar merangkai kata-kata apatahlagi menyulami huruf-huruf sedemikian rupa. Saya hanya suka menulis, sesederhana itu. Terlepas dari bagaimana orang lain menilai, baik atau buruknya tulisan saya, saya akan tetap menarikan jemari, sebab menulis adalah cara saya menjumpai kepuasan. Meski tidak sepenuhnya, setidaknya saya merasakan sedikit puas setiap kali membaca tulisan sendiri dan setidaknya apa yang saya tuliskan dapat mendatangkan kebahagiaan khususnya untuk diri pribadi.

Namun, seberapa besarnya suka saya dengan dunia menulis, tetap saja menulis bagi saya bukanlah sesuatu yang gampang, bukan juga sesuatu yang terlampau sulit. Jika saya menulis, maka sebisa mungkin saya harus menjiwainya, membiarkannya mengalir apa adanya. Sulitnya, karena saya selalu terhalang dengan kata awal. Yap, dalam menulis, kata awallah yang menjadi patokan apakah saya bisa menjiwai tulisan saya atau tidak. Kata awal lah yang berperan mengalirkan tulisan saya apa adanya. Kalau dari awal saja saya gak bisa menemukan kata yang tepat untuk memulai sebuah catatan, maka selanjutnya bisa dipastikan saya hanya memandang layar putih sesekali menekan tuts-tuts huruf, lalu tanda silang, delete, putih kembali.

Well, serupa catatan kali ini. Saya sudah memulai menulis dari awal bulan ini dan selama itu kalimat pembuka catatan ini telah mengalami beberapa kali pergantian, padahal inti tulisannya sama. Tentang evaluasi resolusi saya di tahun kemarin. Sebenarnya saya bisa langsung to the pointtanpa berlarut-larut memikirkan banyak kata, tapi dasar karena sayanya suka basa basi dan biar tulisannya ngalir jadi sengaja cari kata awal yang bisa diajak putar-putar dulu, keliling-keliling dulu baru deh masuk ke topik.

Evaluasi resolusi 2014 ini seharusnya sudah saya posting pas akhir tahun kemarin. Seharusnya sih, sayangnya karena saat ini saya lagi terdampar di daerah yang jaringannya abal-abal, kadang muncul kadang hilang, kadang datang kadang pergi dan kadang lari kadang diam, sehingga ujung-ujungnya dengan bangga saya menyalahkan jaringan, huahahaha *ketawa picik* Just for information, saya kudu sabar tingkat tinggi demi mendapatkan jaringan yang bagus di kediaman saya sekarang -_-

Oh ya, bicara tentang resolusi, tahun lalu dengan pedenya dan dengan optimis tingkat tinggi saya menuliskan tujuh point yang hendak saya capai. Bahkan dengan detail pula saya menyertakan cara-cara agar resolusi tersebut terwujud. Aih... selamanya bicara memang gampang, menulis juga gampang, gampang banget, pembuktiannya itu lho. Mana? Nihil. Tidak ada satu point pun yang bisa saya capai dengan maksimal. Huhuhu, menyedihkan sekali:'(

Sebelumnya, resolusi saya di tahun 2014 boleh diintipin di sini dan berikut hasil evaluasi resolusinya:

#Ngaji Every Day

Point pertama ini adalah yang paling menyesakkan:'( Padahal saya sudah berkomitmen tidak akan melewati satu hari pun tanpa al-qur'an. Menjadikan Al-Qur'an sebagai sahabat terbaik, kemanapun dimanapun. Harus saya akui, hati saya selalu merasa tentram bila terpaut dengan Al-Qur'an. 

Jadi, benarlah bila dikatakan Al-Qur'an adalah penyejuk jiwa. Membacanya meneduhkan hati, mendengarnya menenangkan kalbu. Sungguh, saya bisa merasakan itu. 

Bahkan, jika lama tidak menyentuhnya, saya akan merasakan kerinduan yang teramat sangat. Sayangnya, sepanjang 2014, saya masih belum pandai menjaga keistiqomahan, dengan iman yang kadang naik turun membuat bacaan al-qur'an saya kadang ikut terputus. Terutama selepas kedatangan tamu bulanan. 

Biasa saya memang tidak membaca al-qur'an ketika berhalangan, akibatnya setelah tamu bulanan itu pergi, datanglah "setan malas" yang berhasil mengelabui. Hasilnya, dalam setahun kemarin ada beberapa hari yang tak terhitung jumlahnya yang tidak saya lewati dengan mengaji, ihiks.

#Keep Blogging

Poin kedua ini tidak kalah menyesakkan. Saat menuliskan resolusi tahun 2014, dengan entengnya saya berani pasang target postingan blog minimal harus 150 entries. #Gleg. 

Bukan main, begitu pedenya saya masang target setinggi itu, hanya karena di tahun 2013 saya berhasil memosting 126 tulisan. Tadinya, saya sudah perkirakan bakal posting belasan tulisan tiap bulannya selama tahun 2014. Dengan begitu, target 150 entries akan dengan mudah saya gapai. 
Lumayanlah, jika setiap bulan minimal posting 13 tulisan maka dalam setahun akan menghasilkan 156 tulisan. Melebihi target. Karena itu, saya optimis pake bingit. 

Endingnya, uhuk bikin saya sesak napas dan gigit jari. MALU. Tahun 2014, postingan di blog saya cuma sampai di angka 127. Beda satu angka dengan jumlah postingan blog tahun 2013. Ckckck, pencapaian yang payah.

Harus saya akui, tahun kemarin memang minat menulis saya pasang surut, tak menentu. Hanya di bulan Januari saja, untuk kali pertama saya bisa memosting 24 tulisan dalam sebulan. Bulan februari merosot drastis, pun dengan bulan-bulan selanjutnya. Hiks. 

Sekalipun, tiap bulan saya gak pernah alpa update tulisan, masih sempat ngeblog di tengah kesibukan menjalankan KKN termasuk ketika lagi sibuk-sibuknya bermesraan dengan skripsweet serta mengurus berbagai macam hal dan semua tetek bengek demi meraih gelar espede, tetap saja itu bukan prestasi yang bisa dibanggakan. Target ya target. Namanya target kalau tidak tercapai berarti GAGAL. 

Padahal sebelumnya saya optimis dan yakin amat bisa memuat postingan sebanyak 150 bahkan lebih, tetapi ternyata dalam perjalanan setahun itu saya menemukan banyak hambatan yang bikin target tersebut akhirnya sukses tidak tercapai.

Ini tanpa bermaksud mencari pembenaran atau berdalih dan mengkambinghitamkan hal-hal yang saya sebut sebagai alasan. Perasaan yang down, mood yang buruk, rasa malas yang sering muncul seketika, mengulur-ngulur waktu, minat yang mengendur dan semangat menulis yang meredup adalah beberapa hal yang cukup berpengaruh dalam menggagalkan resolusi saya yang satu ini. 

Jika mau dibandingkan, justru di tahun 2013-lah semangat menulis saya lebih menggebu-gebu, rajin ikut giveaway, meluangkan banyak waktu untuk curhat di blog, turut serta dalam event menulis tiga puluh hari dan lain sebagainya. Sedang tahun 2014, hanya beberapa ajang giveaway yang saya ikuti selebihnya saya sekedar menulis apa yang ingin dan sempat saya tuliskan saja.

Terkait dengan aktivitas sebagai mahasiswa tua yang awal tahun kemarin harus menjalani dua bulan lamanya di lokasi KKN, pasca KKN sibuk penelitian, berpacaran dengan skripsweet, pulang balik ketemu dosbing, keluar masuk ruang akademik, melewati tahap demi tahap hingga akhirnya bisa ujian munaqasyah dan terdaftar sebagai peserta wisuda bulan September 2014 adalah sebuah perjuangan yang saya pikir tidak patut dijadikan alasan. 

Selama ini kesibukan bagi saya bukan suatu halangan, saya masih bisa mengatasinya. Buktinya, di bulan maret-april 2014 saya lagi berKKN tapi yang ada malah postingan blog saya di bulan tersebut lebih banyak dibanding dengan bulan februari, padahal di bulan itu saya punya banyak waktu luang buat ngeblog, tapi kenapa cuma bisa publis 4 entries?

Nah, itu dia... rasa yang muncul dari dalam diri itulah yang masih tidak bisa saya atasi. Entah itu karena down, bad mood, malas atau lagi gak semangat nulis.

#Kutu Buku

Menjadi si kutu buku (kembali) adalah impian saya saat ini. Tahun kemarin sengaja saya memasukkannya dalam daftar resolusi dengan harapan; bisa jadi si kutu buku (lagi). Mengingat dulu saya pernah menjadikan buku sebagai makanan paling lezat yang saya santap setiap hari. Tapi itu dulu, sekarang? -_- Ah, sama saja. Tidak banyak perubahan. Meski bila dibandingkan dengan tahun 2013, di tahun 2014 lumayanlah, ada peningkatan tapi tidak bisa dibilang suatu keberhasilan.

Seperti yang pernah saya tuliskan di Kamar Kenangan ini, cara saya untuk mewujudkan point ketiga dari resolusi 2014 ini yakni dengan; ikut program Receh Untuk Buku, menyisihkan uang untuk membeli minimal satu buku tiap bulan dan menambah label review yang artinya saya harus menuliskan review dari buku-buku yang saya sempat baca sepanjang tahun 2014. Dan hasilnya.WOW selamat dari ketiga cara tersebut semua dinyatakan sukses tidak maksimal. Huhuhu.

Receh untuk buku itu program mengumpulkan recehan selama setahun, dalam artian saya menabung uang receh selama dua belas bulan, kemudian hasil dari tabungannya bakal dibelikan buku. Nah, hasil tabungannya mana? Ada... saya ngumpulin koin yang saya punya selama setahun kemarin, jumlahnya gak seberapa sih tapi cukup kok untuk dibeliin satu-dua buku. Gak maksimalnya, belum sempat recehannya dipake beli buku saya keburu tinggalin kota Daeng, sementara recehannya masih dipegang sama kakak saya di sana.

Beidewei, jika setiap bulan saya beli satu buku maka maksimal tahun 2014 saya bisa dapet 12 buku. Jika saja... saya benar-benar serius menjalankan komitmen yang telah saya buat sendiri. Namun yang terjadi adalah dari dua belas bulan itu hanya empat bulan saja yang saya lewati dengan membeli buku, selebihnya saya malah menyisihkan banyak uang untuk beli khimar dan jilbab online. 

Sungguh ini jauh dari perkiraan saya. Entah, kesambet apa, sampai-sampai saya nekat mau berhijrah seutuhnya, membeli beberapa lembar pakaian yang serba tertutup dengan harga yang jika dikalkulasikan lumayanlah bisa menghasilkan buku satu lemari. #Eh, just kid. Karena itulah, rencana buat beli buku tiap bulan terabaikan:( *so sorry* 

Namun, pengabaian tersebut bukan berarti saya nyerah, dan tidak lagi mau berusaha dapet buku. Saya mulai melirik cara lain biar dapet buku yang gratisan. Caranya bisa diintipin di sini, hehehe. Buku yang saya dapetin tahun ini, gak seberapa sih makanya saya bilang point ketiga ini benar-benar gak maksimal pencapaiannya.

Cara selanjutnya dengan menambahkan label review. Yap, tahun ini adalah kali pertama saya menuliskan review buku dan dari sekian banyak buku yang saya baca selama tahun 2014, tulisan saya tentang review buku bisa diitung dengan lima jari saja. Huhft, jauh dari yang ditargetkan. Harusnya setiap menyelesaikan satu buku saya langsung mereviewnya, harusnya begitu tapi ternyata itu hanyalah sebuah kalimat yang gampang dilontarkan.

Pembuktiannya; Nol Besar. Sekalipun bacaan saya di tahun 2014 jauh meningkat dibanding tahun 2013 dengan jumlah buku yang menurut saya sudah lumayan tapi bagi para si kutu buku jumlah tersebut tentu masih jauh dari standar. Semisal saya kasih level dari 1-10, untuk menjadi si kutu buku, maksimal saya harus menyentuh level 8 ke atas. Faktanya, saya (menyadari) masih berada di level 1. Artinya, keinginan saya untuk kembali menjadi si kutu buku di tahun 2014 belum berhasil.

#Belajar Nulis Buku

Alhamdulillah, tahun 2014 buku antologi perdana saya nongol di gramedia dan itu sudah bikin saya kegirangan bukan main. Padahal mimpi saya melahirkan buku solo masih jauh. Saya bahkan belum melangkah untuk meraih mimpi tersebut. Niatannya, tahun 2014 bakal menjadi langkah awal saya untuk "belajar" menulis sebuah buku yang hendak saya kirimkan ke penerbit mayor. 

Hasilnya, sungguh tak terduga. Bulan November buku solo saya yang berjudul "Evektivitas Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Everyone is A Teacher Here (ETH) terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII MTs Aisyiyah Sungguminasa Kabupaten Gowa" berhasil terbit dan mejeng di gramedia (baca; perpustakaan) Fakultas Tarbiyah & Keguruan dan Kampus UIN Alauddin. 

Sebuah buku yang untuk menyeselesaikannya butuh perjuangan ekstra. Rasanya tak perlu saya gambarkan betapa beratnya perjuangan menuliskan dan mempertanggungjawabkan buku itu. Duh, bila mengingatnya kembali, saya cuma bisa menghela napas berat.

Well, meskipun telah melahirkan buku yang dari sampul hingga lembaran-lembaran lampirannya murni disusun oleh saya sendiri setelah melewati berbagai macam perubahan yang terpaksa dilakukan demi memenuhi kemauan editor (baca: dosen pembimbing), tetap saja, itu sama sekali tidak berpengaruh mewujudkan resolusi yang ada di poin keempat ini. 
Saya masih belum "belajar" menulis buku yang saya maksud. Iya, maksud saya bukan 'skripsweet" yang cuma mejeng di perpustakaan kampus tapi sebuah booksweet yang bakal mejeng di gramedia seluruh indonesia.

Pada akhirnya, tahun 2014 memang saya tidak belajar menulis apa-apa. Seolah, saya hanya berkelakar menuliskan keinginan belajar menulis buku lalu membiarkan keinginan tersebut mengendur perlahan. 

Bahkan, belakangan saya mulai meragukan impian saya sebagai penulis. Ada yang keliru sepertinya. Seharusnya saya tidak perlu heboh mengumbar impian tersebut bila nyatanya sampai detik ini saya tidak melakukan sesuatu yang memungkinkan ia menjadi nyata. Hanya karena saya percaya dengan kekuatan mimpi, sehingga saya masih terus bermimpi dan berharap Tuhan akan memeluknya, kelak.

#Pliss, Jangan Lelet

Sarjana di waktu yang tepat atau tepat waktu? Ah, saya pikir itu bukan pertanyaan yang patut dipermasalahkan. Untuk menjawabnya juga, tergantung dari 'orang' yang menjalankan. Toh, kita juga gak pernah tahu, waktu yang tepat itu kapan, pun apakah kita bisa sampai tepat waktu atau tidak? Jawabannya; Tergantung.

Iya, tergantung, dan pilihan itu ada di tangan kita. Jujur, saya memang orangnya suka lelet, awal-awal kuliah, saya langganan telat ke kampus, kumpul tugas sering mepet bahkan sekali dua kali melewati deadline, dan kalau ada kegiatan atau acara, saya sering datangnya ngareeeet. Oleh karena itu, tahun 2014 saya sengaja memasukkan point kelima ini dalam daftar resolusi. Maksudnya sih, supaya saya dapat sembuh dari penyakit keleletan yang kayaknya sudah berada pada tahap kronis.

Aish, saya gak tahu kenapa selama ini saya lelet banget jadi orang. Malah menurut perkiraan nih, orang lelet kayak saya itu paling-paling raih gelar sarjananya bakal ikutan lelet. Dan itu terbukti lho. Makanya, dari jauh-jauh hari saya langsung waspada. Pasang target. Mulai melangkah lebih awal sebelum banyak yang melangkah.

Alhasil, saya masih bisa meraih gelar espede jangka waktu tiga tahun sebelas bulan enam belas hari. Sesuai dengan yang saya targetkan. Benar-benar gak nyangka. Kok bisa mahasiswa super lelet kayak saya bisa terdaftar sebagai salah satu peserta wisuda(wati) bulan september 2014? 

Bila menoleh ke belakang, saya menyadari bahwa itu bukan suatu kebetulan, sekalipun saya telah memulainya di penghujung tahun semester enam, dalam artian saya bergerak lebih cepat dan butuh kurang lebih setahun berkutat dengan yang namanya skripsweet.

Memulai lebih awal juga bukan jaminan saya akan lulus sesuai dengan target. Saya sekedar menghindari resiko tertinggal jauh dari teman-teman yang lain. Ibaratnya, semacam perlombaan lari, siapa yang terus berlari, maka ialah yang akan sampai di garis finish. Bukan persoalan siapa yang berlari lebih dulu, dan siapa yang paling jago tapi siapa yang bertahan dan tetap berusaha hingga akhir. Ingat kisah fabel kura-kura dan kancil? Kura-kura jalannya lamban tapi dia bisa mengalahkan kancil dalam pertanding lari. Kok bisa? 

Oh... bisa dong. Kura-kura meski menyadari kelemahannya ia pantang menyerah dan memaksa dirinya terus melangkah hingga ke garis finish. Sedangkan si kancil yang lincah itu justru kalah, ia lengah karena telah merendahkan si kura-kura.

Intinya, saya cuma mau bilang kalau saya bukan kura-kura, tapi saya belajar dari kura-kura. Selelet apapun saya, asal tetap berusaha, pantang menyerah, dan tak kenal putus asa maka insya Allah apapun yang telah saya targetkan bisa saya raih. Alhamdulillah itu terbukti dengan sendirinya.

Sayangnya pencapaian tersebut tidak menandakan kesuksesan resolusi saya yang satu ini. Harus saya akui, dalam hal lain saya masih sering lelet dan itu membuat saya menyadari bahwa saya memang bukan kancil, yang cerdik, lincah, dan cekatan. Tapi saya pun ingin belajar dari hewan tersebut, kelebihan yang dimiliki tak seharusnya membuat diri memandang rendah kelemahan orang lain.

# Sarjana with Predikat Camlaude

Untuk poin keenam ini, rasanya saya gak perlu bercuap-cuap panjang lebar. Udah masang narget tinggi-tinggi, kenyataannya, miris. Jauh dari yang diharapkan, sekalipun saya sempat girang ngelihat IPKS saya pernah mencium angka di atas 3,50. Fyi, saat menuliskan resolusi yang satu ini saya mengira IPK 3,50 itu sudah termasuk kategori camlaude. Jadi, untuk meraih predikat camlaude, saya cukup menaikkan IPK sampai di angka tersebut. Perkiraan yang salah besar.

You know, di kampus saya untuk meraih predikat camlaude, IPK-nya harus 3,80 ke atas. Duh, tahu gitu kan.. saya gak perlu pasang resolusi harus camlaude, yang penting sarjana. Itu saja. Lagipula, kalau ditimang-timang, apa sih artinya IPK? Orang-orangnya kebanyakan hanya melihat dari angka-angka yang dinilaikan itu tanpa melihat proses dan tanpa tahu, apakah penilaian tersebut objektif atau tidak?

Dulu waktu jaman masih sekolahan, iya... saya termasuk 'orang' yang hanya melihat dan mementingkan nilai. Tapi sekarang, bagi saya IPK tinggi bukan segala-galanya. Toh niat saya kemarin kuliah, bukan untuk ngejar nilai, melainkan untuk menuntut ilmu. Kalaupun hasil akhir yang saya dapatkan nilainya cuma segitu, ya.. harus saya syukuri. 

Mungkin karena kemampuan saya yang emang cuma sampai segitu atau karena usaha saya yang kurang maksimal. Intinya sih, terlepas dari IPK tinggi atau rendah, saya ambil positifnya saja deh. Eh ini bukan maksud ngeles lhoooo... iya, nilai memang penting tapi akan jauh lebih penting output dari sebuah nilai. Lagian, sebuah nilai juga bukan satu-satunya penentu keberhasilan seseorang.

#Naikkan BB

Angka 48 bagi wanita yang selama ini beratnya cuma berputar di angka 40 dan tak pernah menyentuh angka 45 adalah keajaiban yang saya dapatkan di tahun 2014. So supprise bingit. Akhirnya program saya menaikkan BB (pernah) berhasil walau tidak bertahan lama. Uhuk.

Yup, poin terakhir dari resolusi saya di tahun 2014 ini juga masih belum maksimal. Hanya naik pas saya tinggal sementara di rumah pakde dan bukde selama dua bulan menjalani masa KKN. Lalu, setelah pulang dan tinggal lagi di kos, tanpa perlu menimbang, bisa dipastikan berat saya kembali merosot. Terakhir sih, pas nimbang BB saya berada pada angka 45 kg.

Artinya, resolusi yang satu ini boleh dikata (hampir) sukses, kalau saja.... kehidupan saya bisa setenang dan sedamai seperti saat saya sedang ber-KKN. Hidup seolah tanpa beban pikiran dan perasaan. Makan enak, tidur pun enak. Alhasil tidak perlu nunggu berbulan-bulan, cuma dalam waktu beberapa hari BB saya naik drastis, lho.

Padahal sebelum-sebelumnya, saya selalu mencari cara jitu, bagaimana caranya biar BB saya bisa naik. Pasalnya biar makan banyak juga, BB saya tetap gitu-gitu aja. Sampai-sampai saya sempat curiga, kalau-kalau BB saya kemungkinan gak bisa bertambah.

Alhamdulillah, saya bukannya tidak mensyukuri tubuh saya yang kurus ini, malah saya sangat-sangat bersyukur punya tubuh yang kurus, ringan dan ramping #uhuk, tapi kan gak baik juga kalau terlalu kurus. Jadi, saya sekedar ingin membuktikkan apakah BB saya bisa bertambah atau tidak?

Nah, jawabannya saya temukan di lokasi KKN tahun lalu. Artinya, masih ada kemungkinan besar BB saya bisa bertambah dan semua itu tergantung dari saya. Selama ini, saya saja yang gak peka. Padahal banyak yang sudah ingatin, kalau mau naikkan BB, jangan terlalu banyak pikiran. Tanggapan saya malah cuek bebek, apa hubungannya banyak pikiran dan BB bertambah?


Dan kini saya telah menemukan hubungan keduanya. Selama hidup, baru kali itu saya ngerasain hidup yang benar hidup. Melepaskan semua beban pikiran dan perasaan yang kian menghimpit Saya ini orang yang paling suka banyak pikiran dan terlalu perasa, bertahun-tahun seperti itu. Seolah, hidup tanpa beban dan ternyata hal tersebut benar-benar berpengaruh besar terhadap pola makan dan tidur saya. Dampaknya BB saya naik

Demikian hasil evaluasi resolusi 2014 saya yang menunjukkan dengan terang, dari tujuh point di atas, tidak ada satu pun yang berhasil maksimal. Padahal bagi saya, menuliskan resolusi itu sama halnya dengan membuat komitmen. 

Jadi, ketika saya menuliskan resolusi itu berarti saya sedang membuat komitmen dengan diri saya sendiri. Artinya, sepanjang tahun itu saya telah berkomitmen akan mewujudkan tujuh point tersebut dengan diri saya dan hasilnya, lihat!!! Dengan diri sendiri saja saya masih belum pandai berkomitmen, apalagi mau berkomitmen membangun tangga dalam rumah bersama seseorang. Ckckck. 

Saya telah gagal mewujudkan resolusi saya di tahun kemarin dan karena itu tahun 2015 ini saya putuskan untuk tidak membuat resolusi baru. Cukup saya belajar dari pengalaman tahun kemarin dan mengambil ibrahnya.

Setelah mengevaluasi ini, saya menyadari semua kekhilafan saya sehingga hasilnyq ketujuh komitmen saya itu gagal. Oleh karena itu, kedepannya saya akan berusaha lebih baik lagi dan memaksimalkan apa yang belum bisa saya maksimalkan di tahun kemarin, kecuali untuk point kedua. 

Tahun ini saya tidak bisa berkomitmen apa-apa terkait postingan blog. Bisa update satu postingan dalam sebulan aja itu udah bersyukur banget. Yah, mungkin kalau masalah kesibukan dan lain-lain masih bisa saya atasi, tapi kalau sudah menyangkut jaringan, entahlah... Jaringan di tempat tinggal saya sekarang, sangat-sangat tidak mendukung. Jadi, saya tidak bisa memastikan apa-apa kecuali satu hal, saya tidak akan berhenti menulis:)

Oh ya, untuk poin keenam karena kelulusan saya sudah lewat, saya bukan lagi mahasiswa dan kini sudah kembali ke rumah orang tua saya dan berbaur dengan masyarakat maka sebagai gantinya, saya ingin berkomitmen dengan diri saya sendiri, jadilah manusia yang bermanfaat. Itu saja


Tentunya, saya tidak mau jadi orang merugi; yang hari kemarinnya lebih baik daripada hari sekarang. So, 2015 harus lebih baik dari 2014.

Terakhir, untuk kali kedua... saya ingin kembali mengutip kata-kata bang Bens Bara.

"Membuat resolusi bukanlah hal yang betul-betul berguna. Tentu saja kita perlu untuk berencana, namun yang paling penting adalah MENGERJAKAN"


Sekian,

Posting Komentar untuk "Evaluasi Resolusi 2014"