Pintu-pintu yang Tertutup dan Terbuka di Masa Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19
Gambar : mindgameindo.wordpress.com
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Pintu-pintu yang Tertutup dan Terbuka di Masa Pandemi COVID-19 - Tidak menyangka dampak dari mewabahnya jenis baru dari virus corona sampai sedahsyat ini. Sekarang, semua kegiatan yang melibatkan banyak orang dilarang. Tidak ada lagi acara kumpul-kumpul. Berbagai perhelatan besar seperti acara wisuda, pesta pernikahan dan lain sebagainya ikut ditiadakan.

Termasuk aktivitas para pegawai atau karyawan, dan anak-anak sekolah maupun mahasiswa, semua dialihkan ke rumah. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah hingga beribadah pun diimbau oleh pemerintah untuk dilakukan di rumah saja.

Tidak hanya itu, berbagai pusat perbelanjaan dan tempat-tempat wisata juga pada tutup. Jalan-jalan yang biasanya diwarnai dengan kemacetan kini menjadi lengang. Semua orang dianjurkan untuk tinggal di rumah atau melakukan pshycal distancing jika berada di tempat-tempat umum.

Sungguh, COVID-19 benar-benar telah mengubah banyak hal dari kehidupan manusia. Of course, tidak ada yang suka dengan kondisi saat ini. Apalagi pandemi telah merengut kebebasan kita untuk beraktivitas di luar rumah dan berinteraksi langsung dengan orang lain.

Bayangkan sudah sebulan lebih kita menghabiskan lebih banyak waktu hanya di rumah saja. Rasanya pasti membosankan ya meski anjuran tersebut sebenarnya bukan hal yang sulit bagi ibu rumah tangga seperti saya yang memang sudah terbiasa berlama-lama tinggal di rumah. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak terbiasa, yang hobinya suka jalan-jalan dan bersosialisasi dengan banyak orang?  

Oke, kondisi dunia yang tengah dilanda pandemi COVID-19 saat ini memang lagi tidak baik. Kita mau mengeluh juga nggak ada gunanya, yang ada hanya bikin kepala pusing tujuh keliling. Lagipula si COVID-19 tidak bisa kita enyahkan dari muka bumi hanya dengan merutuk. Jadi daripada tambah sesak dengan keadaan pandemi yang entah kapan berakhirnya, mending kita bersyukur saja yuk! 


Alhamdulillaah kita dan keluarga masih diberi kesehatan.  Alhamdulillaah meski hanya tinggal di rumah saja kita masih bisa makan hari ini. Masih bisa berinteraksi dengan keluarga, kerabat dan teman-teman lewat media sosial. Masih bisa belajar secara virtual. Masih bisa menimba ilmu via Kulwap atau Zoom meeting. Masih bisa menikmati banyak hiburan menyenangkan pula di rumah.

Ya saya nggak bisa bayangin saja bagaimana jika  pandemi COVID-19 melanda saat dunia belum secanggih sekarang?

Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan?

So far buat yang masih suka ngeluh gara-gara virus corona, ayo dong jangan fokus pada satu pintu saja, jangan cuma liat pintu yang tertutup. Soal ini saya jadi ingat dengan pintu tertutup dan pintu terbuka di masa pandemi COVID-19 yang sempat disinggung Coach Ochy beberapa waktu lalu ketika menyampaikan sharing about Positive Vibes ke saya dan teman-teman Blogger Makassar AngingMammiri via aplikasi Zoom.


Kata Coach Ochy, mewabahnya virus corona memang menutup banyak pintu dalam kehidupan manusia namun di saat bersamaan pula pandemi ini telah membuka pintu-pintu yang lain. Well, kita selalu bisa mengambil pelajaran dari pintu-pintu itu.

Yup, COVID-19 memang telah membawa pengaruh yang besar dalam hidup manusia. Namun perubahan tersebut tidak melulu negatif. Munculnya pandemi tidak lantas membuat kita jadi manusia yang kufur nikmat. Justru sebaliknya, ada banyak hal yang patut kita syukuri selama masa sulit seperti sekarang. 

Sekali lagi, jangan fokus hanya pada pintu yang tertutup tapi cobalah tengok ke sekeliling.  Barangkali ada lebih banyak pintu yang Allah bukakan untuk kita di masa sulit seperti ini.

Nah, di postingan kali ini saya bakal sharing terkait beberapa pintu dalam hidup saya yang tertutup dan terbuka selama masa pandemi dan hal-hal apa saja yang syukuri dari terbuka dan tertutupnya pintu-pintu tersebut.


Pintu-pintu yang Tertutup di Masa Pandemi COVID-19

Berikut ini beberapa pintu yang tertutup di masa pandemi COVID-19 yang tentunya bukan cuma saya saja yang mengalami;

Tidak bebas keluar rumah

Right, COVID-19 sudah merengut kebebasan saya untuk beraktivitas di luar rumah. Eh bukan saya saja sih, semua orang di negeri ini juga mengalami hal serupa. Apalagi di beberapa daerah termasuk di daerah tempat saya tinggal sudah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Efek dari PSBB sungguh membatasi ruang gerak kita. Kita jadi nggak bisa kemana-mana. Mau sekadar jalan-jalan di mall atau nongkrong di cafe pun sudah nggak bisa. Semua serba dibatasi. Keluar rumah juga harus tetap jaga jaga jarak, nggak boleh kontak langsung dengan orang lain. 

Ya pokoknya kondisi saat ini benar-benar nggak enak banget. Tapi yah daripada ngeluh mending saya nikmati saja masa-masa tinggal di rumah. Lagipula adanya pembatasan sosial di luar rumah diterapkan juga untuk kebaikan kita bersama. Agar virus corona tidak semakin meluas penyebarannya.

Okelah, kita memang sudah nggak bebas keluar rumah tapi lebih aman, kan? Justru orang yang sering keluar rumah itu yang nggak aman, mereka rentan terpapar virus corona. Seperti suami saya yang masih harus berangkat kerja karena di perusahaan tempatnya bekerja tidak sepenuhnya menerapkan work from home.

Bukan suami saya saja, di luar sana masih banyak orang yang terpaksa harus keluar rumah di tengah masa pandemi demi menjalankan kewajibannya sebagai pencari nafkah. Mereka yang pekerjaannya tidak memungkinkan untuk dilakukan di rumah saja. 

Mungkin ini bisa jadi renungan buat saya kalau masih suka ngeluh karena nggak bisa kemana-mana. Ada orang yang juga ingin tetap tinggal di rumah bersama keluarganya tapi nggak bisa, sementara saya bisa tinggal di rumah sepuasnya  lalu mengapa saya nggak bersyukur?

Batal Mudik

Waktu si COVID-19 belum nyampai ke Indonesia saya memang berencana mau mudik ramadan ini. Sudah dapet tiket izin juga dari suami meski sebenarnya saya masih galau dengan keputusan mudik saat si kakak belum disapih.

Pasalnya kalau pun jadi mudik suami nggak bisa ikut. Itu berarti kemungkinan besar saya bakal mudik tanpa si kakak dan hanya membawa adiknya. Kenapa bisa begitu?  Ya karena jujur saja saya nggak sanggup bepergian sendiri dengan bawa dua bayi. Apalagi di usia toodler-nya sekarang si kakak maa syaa Allaah luar biasa  super duper aktifnya. 

Di sisi lain keinginan saya untuk mudik sudah menggebu. Saya rindu Serui. Saya ingin tahun ini bisa ramadan dan lebaran bareng orang tua. But qadarullaah wabah virus corona menghempaskan keinginan sekaligus kegalauan saya itu. 

Ya pada akhirnya saya nggak galau lagi karena batal mudik, alhamdulillaah saya bisa melanjutkan perjalanan mengASIhi si Kakak dan tetap bisa Ramadan dan lebaran bareng orang tua tahun ini, meski bukan di Serui. Lho kok bisa?
 
Itulah namanya kuasa Allaah. Benar, di saat satu pintu tertutup, akan ada pintu lain yang terbuka. So, buat man teman yang juga batal mudik lebaran tahun ini nggak usah sedih. Coba lihat pintu apa yang terbuka saat kamu nggak jadi mudik?

Tidak bisa balik ke tempat tinggal sebelumnya

Sebenarnya bukan nggak bisa, tapi keadaan yang memang tidak memungkinkan. Oya sejak awal Maret saya hijrah dari Parepare ke Gowa. Itu juga karena ada orang tua saya datang dari Papua. Selama ini saya dan saudara-saudara memang selalu ngumpul di rumah di Gowa kalau mereka datang. 

Mama dan papa sendiri baru akan balik ke Papua akhir Maret setelah acara wisuda adik saya Aya selesai. Yup tujuan kedatangan mereka ke Gowa memang untuk menghadiri acara wisuda anak ketiganya. But kamu bisa tebak apa yang terjadi kemudian?

Acara wisuda yang sedianya berlangsung tanggal 24 Maret itu diundur, Papua Lockdown dan baru-baru ini Makassar juga menutup semua jalur penerbangan masuk maupun keluar dari Bandara Sultan Hasanuddin. Alhasil orang tua saya terjebak di sini, belum bisa balik ke Papua. Saya juga nggak mungkin balik ke Parepare sementara mereka masih ada.

Ini pintu tertutup yang saya dan orang tua alami. Sama-sama nggak bisa balik tapi hikmahnya saya bisa jadi punya banyak waktu membersamai mereka. Speechlessnya lagi dalam kondisi terjebak Allaah membuka satu pintu lain yang sungguh tak disangka-sangka. Apa itu? Intip jawabannya di pintu terbuka ya.

Gaji suami dipotong hingga 30% dan ada kemungkinan dirumahkan

Tak dimungkiri COVID-19 jelas membawa pengaruh yang besar di bidang ekonomi. Salah satunya, banyak perusahaan yang akhirnya mengambil kebijakan untuk memotong gaji atau merumahkan para karyawannya agar bisa bertahan di masa pandemi. Perusahaan tempat suami saya bekerja juga memberlakukan kebijakan tersebut.

Gaji suami fix dipotong hingga 30% dan kemungkinan akan dirumahkan. Saat suami sampaikan kabar kurang baik itu saya cuma bisa bilang alhamdulillaah. Iya alhamdulillaah karena gajinya nggak sampai dipotong hingga 50% seperti yang sempat dia bilang sebelumnya. Alhamdulillaah kalau pun sampai dirumahkan dia masih bisa menerima upah sekitar 30-35%. 

Terkait pintu tertutup yang satu ini memang seharusnya kita melihat ke bawah bukan ke atas. Masih banyak orang yang jauh mengalami kesulitan akibat pandemi. Mau cari makan saja susah lho bahkan kemarin-kemarin saya sempat dengar berita ada orang yang mati kelaparan karena tak lagi punya penghasilan sehingga dia hanya bisa mengisi perutnya dengan minum air galon. Innalillaah😥 Masih tak mau bersyukur?

Selain hal-hal di atas masih banyak pintu tertutup lainnya yang menimpa saya di masa pandemi but i think nggak perlulah saya ulas semuanya.

Pintu-Pintu yang Terbuka di Masa Pandemi COVID-19


Selanjutnya mari intip pintu-pintu apa saja yang terbuka dalam hidup saya di masa pandemi COVID-19 :

Menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga

Kapan lagi kita bisa menghabiskan banyak waktu bahkan hingga 24 jam setiap harinya bersama keluarga dengan personil lengkap? Well, ini pintu terbuka di masa pandemi yang pasti bukan cuma saya yang merasakannya.

Kalau selama ini kita sibuk dengan pekerjaan masing-masing, maka masa pandemi  adalah momen yang tepat untuk merajut kebersamaan lebih lekat bersama keluarga, kan?

Yah saya bersyukur sekali, saat wabah corona melanda Indonesia, saya sementara tinggal bareng orang tua dan saudara-saudara di Gowa which is kami sudah bertahun-tahun nggak ngumpul dengan personil lengkap kayak gini (eh sayangnya mines si bungsu). 

Jadilah hari-hari yang saya lalui selama tinggal di rumah saja diwarnai dengan kehadiran mereka. Suami juga, meski nggak WFH tiap hari tapi setidaknya ada dua hari dimana dia full tinggal di rumah. Gimana saya nggak bersyukur coba? Lebih bersyukurnya lagi karena di masa pandemi ini saya dan suami akhirnya tidak lagi menjalani yang namanya Long Distance Married 🥰

Tetap bisa menikmati bulan ramadan dan lebaran bareng orang tua

Batal mudik ke kampung kelahiran bukan berarti saya nggak bisa ramadan dan lebaran bareng orang tua. Ini benar-benar speechless banget sih.

Seperti yang sudah saya singgung di atas, sejak awal Maret saya hijrag ke Gowa dan tinggal bareng orang tua yang sudah datang jauh-jauh dari Papua. Rencananya mereka memang cuma tinggal sebulan di sini, nggak sampe ramadan apalagi lebaran. 

Tapi qadarullaah gara-gara Papua lockdown sudah dari pertengahan bulan Maret, Makassar juga baru-baru ini menutup semua jalur penerbangan hingga tanggal 1 Juni mendatang mereka jadi tertahan, tidak bisa balik Papua. Jadilah saya akhirnya tahun ini saya bisa merasakan kembali puasa dan lebaran bareng mereka, maa syaa Allaah.

Tinggal di rumah sendiri

Nah, ini pintu terbuka yang sungguh tidak saya sangka-sangka sebelumnya. Setelah menikah saya hijrah ikut suami ke Sulsel. Sejak saat itu hidup saya jadi nomaden, masih berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain, bukan karena belum punya rumah sendiri.

Rumah ada tapi lokasinya jauh dari tempat kerja suami. Apalagi saat masih pengantin baru kan saya belum bisa jauh-jauh dari suami, jadi ke mana suami pergi di situlah saya mengekor, wkwkw.

Baru pas masa pandemi ini suami tiba-tiba ngajak pindah ke rumah sendiri. Ajak pindahnya juga bukan tanpa alasan sih. Melihat kondisi saat ini yang benar-benar nggak memungkinkan kami untuk balik ke Parepare, apalagi papa dan mama masih di sini, nggak mungkin juga kami balik duluan.  

Bersyukurnya karena lokasi rumah kami nggak jauh dari rumah orang tua yang sudah lebih sebulan ini jadi tempat kami sekeluarga ngumpul. Jadi meskipun pindah ke rumah sendiri anak-anak masih bisa tetap dekat dengan kakek-neneknya.

Dan di sinilah saya, suami dan anak-anak berada. In our sweet home, hehe. Setelah tiga tahun pernikahan kami akhirnya bisa pindah ke rumah sendiri. Rasanya lega banget karena itu artinya kami nggak bakal hidup berpindah-pindah lagi (semoga). Well, ini satu hal yang sangat saya syukuri di masa pandemi.

Tetap bisa produktif meski di rumah saja

Last but not least, meski tinggal di rumah saja selama masa pandemi sama sekali tidak membatasi aktivitas saya sehari-hari. Apalagi saya memang kerjanya di rumah, urus suami, urus anak, urus urusan domestik dan segala macamnya. 

Jadi adanya peralihan kegiatan di rumah nggak terlalu terasa pengaruhnya buat saya. Setidaknya sejauh ini saya masih nyaman-nyaman saja tinggal di rumah. Bukan berarti nggak pernah bosan sama sekali ya. Justru ujiannya di sini, harus pintar-pintarnya saya isi waktu dengan hal-hal yang produktif.

Bersyukurnya saat wabah corona melanda saya sudah gabung di Komunitas Ibu Profesional. Bukan kebetulan pula kelas-kelas dari komponen yang saya pilih (Komunitas dan Institut) di  kelas foundation terbuka saat sudah ada anjuran untuk tinggal di rumah. 

Jadilah selama dua bulan terakhir ini waktu saya di rumah juga diisi dengan mengikuti Kelas Orientasi Komunitas Ibu Profesional yang baru saja berakhir dan Kelas Matrikulasi yang masih berlangsung saat ini.

Selain belajar di Ibu Profesional alhamdulillaah selama masa pandemi ini saya juga dapat lebih banyak kesempatan belajar virtual untuk meningkatkan kualitas diri saya terutama sebagai seorang ibu lewat Kulwap, Kulgram, Roompi maupun meeting via  Zoom.

Oya satu lagi yang bikin saya merasa tetap produktif di rumah. Ngeblog. Yah, meski nggak bisa rutin update postingan setiap hari tapi paling tidak setiap hari saya selalu sempatkan untuk buka  blog. Lagipula aktivitas ngeblog bukan ditunjukkan hanya dengan adanya postingan baru, kan? Blogwalking itu juga salah satu kegiatan dari ngeblog lho, hehe.


Itulah pintu-pintu yang tertutup dan terbuka dalam hidup saya di masa pandetmi COVID-19 ini. Intinya saya cuma mau bilang, di masa sulit seperti sekarang ini pun pasti ada hikmah yang bisa kita petik. So kurangi mengeluh, tetap bersyukur dan jangan lupa untuk selalu langitkan doa, semoga wabah virus corona segera diangkat Tuhan dari muka bumi agar kita bisa bersosialisasi kembali seperti biasa.

Salam hangat,


11 komentar untuk "Pintu-pintu yang Tertutup dan Terbuka di Masa Pandemi COVID-19"

Comment Author Avatar
Bener ya, kita tetap harus bersyukur untuk pintu-pintu yang tertutup dan menikmati pintu-pintu yang terbuka.
Jalani apa adanya malah bikin kita enggak stress berkepanjangan.
Semoga masa pandemi ini segera berlalu.
Comment Author Avatar
Alhamdullilah bisa bersyukur
Andaikan diberi ujian malah ngomel, kita bakal rugi berkali lipat
Usai badai ada berkah, insyaallah, amin
Comment Author Avatar
Ramadan kali ini memang berjuta rasanya. Banyak yang bikin seih, tapi banyak juga yang bikin kita bersyukur. Yang paling aku sedih, aku gak bisa ketemu mama. Mama gak bisa ke Bandung. Pendapatan juga banyak berkurang. Tapi Alhamdulillah, masih punya pendapatan. Orang lain banyak yang di-PHK ya. Yang bikin bersyukur banget, bisa ngumpul sama keluarga terus. Shalat berjamaah terus. Semoga keadaan segera kembali normal ya
Comment Author Avatar
Sepakat, Kak. Kurangi atau berhenti mengeluh terhadap kondisi saat ini. Kita harus mulai bisa beradaptasi dengan keadaan ini.
Comment Author Avatar
Salam ipers Mbak Siska, jd ada hikmahnya pandemi ini, ada pintu yg tertutup tp insyaallah banyak pintu pula yg terbuka, masyaallah perenungannya ya
Comment Author Avatar
Sedih memang mba pandemi ini th ini Batal mudik ke kampung tp bukan berarti nggak bisa ramadan dan lebaran bareng orang tua msh bisa via WA
Comment Author Avatar
Kalau mau melihat ke sekitar ternyata masih banyak yang bisa disyukuri dalam masa pandemi ini ya, Mbak.
Comment Author Avatar
Betul kak..selalu ada hikmah dalam setiap musibah.. tergantung bagaimana kita mengambilnya sebagai hikmah ya...
Comment Author Avatar
Memang, di balik musibah selalu ada hikmah luar biasa yang dihadirkan Allah dibaliknya, ya, Mba.

Masyaallah, sungguh beruntung dirimu, Mba, indah sekali semua pintu yang terbukanya, ya.

Semoga kita semua selalu sehat dan berada dalam lindungan-Nya, ya, Kak, Aamiin.
Comment Author Avatar
Masya Allah, ternyata banyak hikmah dari pandemi ya. Bisa ngumpul bareng keluarga itu berkah banget. Meski gaji suami dipotong, insyaallah ada rejeki pengganti karena ngumpul gini pengeluaran tentu bisa lebih hemat
Comment Author Avatar
Alhamdulillah, selalu ada pintu terbuka meskipun ada pintu yang tertutup, ya mbak.
Mensyukuri apa yg di dapat walau berat, kami pun juga memgalaminya.
InshaaAlloh sabar ini semoga menjadi penolong kita untuk membuka pintu2 rejeki lain di dunia dan pintu2 lain lagi di akhirat kelak.
Aamiin ya Robb.

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Kamar Kenangan @siskadwyta. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

Note :

Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.